Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Pernikahan Dini di Masa Pandemi Tinggi, Remaja Jangan Baper Diajak Kawin Muda
12 Februari 2021 8:00 WIB
ADVERTISEMENT
Belum lama ini masyarakat dihebohkan dengan adanya ajakan menikah muda atau perkawinan anak oleh sebuah wedding organizer bernama Aisha Weddings melalui media sosial. Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur Andriyanto menikah muda apapun alasannya dapat berdampak buruk bagi anak.
ADVERTISEMENT
"Dari aspek kesehatan, perkawinan anak akan cenderung berakibat tingginya angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), stunting dan kehilangan generasi yang unggul, dikarenakan terutama organ reproduksi perempuan dan laki-laki yang masih di bawah umur masih belum matang dan berisiko tinggi ketika hamil," jelas Andriyanto kepada Basra, (11/2).
Lebih lanjut Andriyanto menuturkan, yang dimaksud perkawinan anak ialah pihak mempelai yang melaksanakan akad masih berusia di bawah usia minimal yang ditentukan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni 19 tahun.
Disamping itu, akibat perkawinan anak sangat berdampak pada kualitas SDM dan kemiskinan. Anak yang menikah di usia muda akan cenderung putus sekolah, kemudian ketika masuk ke dunia kerja, dengan pendidikan yang rendah maka upah yang diterima menjadi rendah dan kemiskinan akan bertambah.
ADVERTISEMENT
"Sehingga ajakan untuk melakukan perkawinan anak menjadi kontra produktif, dan berakibat buruk bagi generasi muda," tegasnya.
Di Jawa Timur sendiri berdasarkan hasil Sensus Penduduk terdapat 23,96 persen termasuk Generasi Z yang perkiraan usia sekarang 8-23 tahun. Boleh dikata Jawa Timur akan kehilangan satu generasi (loss generation) ke depannya, bila ajakan perkawinan anak tidak segera dicegah.
Akibat perkawinan anak juga, kata Andriyanto, dapat menjadi pemicu munculnya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data Simfoni (Sistem Informasi Online Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak) di Jawa Timur menunjukkan adanya 2.001 kekerasan yang 38,9 persen diantaranya kekerasan seksual dan kejadiannya 60,9 persen di rumah tangga.
"Sehingga dari berbagai aspek, perkawinan anak lebih banyak keburukannya," tukas Andriyanto.
ADVERTISEMENT
Atas dasar ini pihaknya berharap agar Polda Jawa Timur segera menginvestigasi wedding organizer semacam Aisha Wedding apabila ada di Jatim yang mengajak untuk menikah muda apapun alasannya.
Sementara itu berdasarkan data dari Pengadilan Agama, yang diperoleh DP3AK Jatim, selama pandemi COVID-19 sepanjang 2020 terjadi 9.453 kasus pernikahan dini. Angka itu setara 4,97 persen dari total 197.068 pernikahan yang tercatat di Pengadilan Agama.
Andriyanto menuturkan, yang juga penting dilakukan adalah bupati/walikota memfasilitasi dan menyediakan sarana prasarana pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) atau sejenisnya guna memberikan layanan konseling keluarga dan pendampingan untuk mendapatkan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan serta ketrampilan. Hal ini untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.
"Semoga masyarakat Jawa Timur, terutama Generasi Z nya, lebih cerdas dalam bersikap dan bereaksi bila ada ajakan (menikah muda) semacam ini. Sehingga pada akhirnya jumlah perkawinan anak dan jumlah permohonan dispensasi perkawinan di Jawa Timur bisa menurun," pungkasnya.
ADVERTISEMENT