Konten Media Partner

Produsen Susu Formula Dilarang Iklan dan Beri Diskon, Ini Kata Pakar Kesehatan

10 Agustus 2024 6:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi susu. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi susu. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah melarang produsen atau distributor susu formula (sufor) bayi melakukan promosi harga atau diskon dalam menjajakan produk mereka. Upaya ini dilakukan untuk memaksimalkan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif kepada para bayi.
ADVERTISEMENT
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang sudah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken pada Jumat (26/7) lalu.
"Produsen atau distributor susu formula bayi dan atau produk pengganti air susu ibu lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif berupa," demikian bunyi pasal 33.
"Pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apa pun atas pembelian susu formula bayi dan atau produk pengganti air susu ibu lainnya sebagai daya tarik dari penjual," lanjut pasal 33 huruf c.
Dosen Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Dr Ernawaty drg MKes menyebutkan bahwa kebijakan itu memiliki landasan yang kuat dari sudut pandang kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
“ASI eksklusif selama enam bulan pertama sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pemberian ASI memiliki manfaat jangka panjang, baik bagi bayi maupun ibu, dapat mencegah berbagai penyakit,” ujar Erna, dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Sabtu (10/8).
Erna menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama dari kebijakan itu adalah untuk mengurangi dominasi susu formula di pasar yang sering kali memengaruhi keputusan para ibu untuk tidak memberikan ASI.
“Produsen susu formula memiliki anggaran pemasaran yang besar dan cenderung mengarah pada penciptaan persepsi. Bahwa susu formula adalah alternatif yang sama baiknya dengan ASI. Padahal, ASI adalah yang terbaik untuk bayi,” tambahnya.
Kebijakan pelarangan iklan itu juga sejalan dengan upaya global untuk memperkuat regulasi terkait pemasaran produk pengganti ASI. WHO sendiri telah mengeluarkan Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI yang melarang segala bentuk promosi produk pengganti ASI, termasuk susu formula.
ADVERTISEMENT
“Indonesia sudah mengambil langkah yang tepat dengan mengadopsi kebijakan ini. Meskipun tantangan dalam implementasi masih ada,” jelas Erna.
Erna mengaku optimis bahwa dalam jangka panjang, akan ada peningkatan dalam angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Namun, ia juga mengingatkan bahwa edukasi masyarakat harus terus diperkuat.
“Kebijakan ini perlu didukung oleh edukasi yang komprehensif kepada masyarakat mengenai pentingnya ASI dan bagaimana cara pemberiannya yang benar. Tanpa edukasi yang memadai, kebijakan ini mungkin tidak akan mencapai tujuannya secara maksimal,” paparnya.
Selain itu, Erna juga menyoroti tantangan dalam pengawasan dan penegakan kebijakan. Menurutnya, produsen susu formula mungkin akan mencari cara lain untuk mempromosikan produknya secara tidak langsung. Seperti melalui influencer atau platform digital.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu, pengawasan perlu diperketat. Pemerintah harus siap menghadapi kemungkinan pelanggaran kebijakan ini,” tegasnya.
Sebagai solusi, Erna merekomendasikan adanya program yang mendukung ibu menyusui. Seperti penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja dan ruang publik, serta pemberian informasi yang lebih luas mengenai manfaat ASI.
“Masyarakat perlu didorong untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ibu menyusui. Sehingga angka pemberian ASI eksklusif dapat terus meningkat,” pungkasnya.