PTS se Indonesia Kompak Sampaikan Kritik untuk Pemerintah

Konten Media Partner
6 Februari 2024 18:09 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia (Pertinasia) saat menyampaikan pernyataan sikap di kampus Untag Surabaya, Selasa (6/2).
zoom-in-whitePerbesar
Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia (Pertinasia) saat menyampaikan pernyataan sikap di kampus Untag Surabaya, Selasa (6/2).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menjadi tuan rumah Pernyataan Sikap Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia (Pertinasia) Berseru Untuk Menegakkan Demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Pertinasia merupakan wadah berkumpul/ berhimpun perguruan tinggi yang sevisi, terutama perguruan tinggi swasta, yang didorong oleh keprihatinan terhadap pengembangan Pancasila di ranah pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, serta keinginan luhur untuk terus-menerus berperan dalam usaha peningkatan kecerdasan bangsa dan pengembangan ilmu pengetahuan/teknologi bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila," jelas Rektor Untag Surabaya Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, M.M., CMA., CPA, Ketua Pertinasia, dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Basra, Selasa (6/2).
Prof Mulyanto melanjutkan, Pertinasia yang saat ini beranggotakan 214 Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia mengadakan pertemuan di kampus Untag. Acara tersebut dihadiri oleh 13 perwakilan anggota, di antaranya Rektor Untag Banyuwangi, Rektor Universitas Wijaya Putra, Rektor Universitas PGRI Adi Buana, Ketua Stiesia, Ketua Stikosa AWS, Rektor Universitas Hayam Wuruk, Rektor Universitas Sunan Bonang Tuban, Rektor STIE Dewantara Jombang, Rektor STIE Mahardika, Rektor Universitas WR Supratman, Rektor STIE Pemuda, dan Rektor Universitas Dr Soetomo.
ADVERTISEMENT
"Segenap para Rektor/ Ketua/ Direktur Perguruan Tinggi yang tergabung dalam Pertinasia merasa prihatin atas kondisi sosial, politik, dan kelangsungan negara Republik Indonesia menjelang Pemilihan Umum 2024 karena telah terjadi pencederaan demokrasi dan pengebirian hak demokrasi masyarakat dengan berbagai propaganda dan paparan yang cenderung destruktif dan mengancam keutuhan NKRI," ungkapnya.
Prof Mulyanto melanjutkan, pihaknya menilai telah terjadi degradasi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai fundamental etika keadaban publik dilanggar sejak proses pencalonan pemimpin melalui legalisasi yang seharusnya inkonstitusional dan merendahkan martabat bangsa.
"Padahal, Pesta demokrasi melalui penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 seharusnya menjadi peristiwa demokrasi yang melibatkan partisipasi rakyat tanpa rasa takut dan intimidasi demi mendapatkan pemimpin dan perwakilan terbaik yang akan memperjuangkan kesetaraan, kemerataan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat," terangnya.
ADVERTISEMENT
"Kami mengajak semua anggota masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan keadaban dalam sistem demokrasi, mendorong Presiden dan pemimpin negara lainnya agar mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, kelompok, atau keluarga," sambungnya.
Prof Mulyanto menegaskan, masa depan bangsa dan negara tidak boleh dipertaruhkan oleh kepentingan sekelompok orang, dengan mengabaikan aturan dan moralitas.
Menyikapi perkembangan politik, hukum, serta kehidupan berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini yang sangat mengkhawatirkan, maka segenap para Rektor / Ketua/ Direktur Perguruan Tinggi yang tergabung dalam Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia menyampaikan pernyataan sikap dan ajakan sebagai berikut:
1. Menentang keras tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta segala bentuk turunannya berupa politik dinasti yang mengabaikan norma hukum dan moralitas.
2. Menuntut Presiden memastikan netralitas penyelenggara negara, baik Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri) maupun penyelenggara negara yang lain serta harus memberikan teladan terbaik;
ADVERTISEMENT
3. Menuntut penghentian upaya politisasi kebijakan negara yang berpotensi merusak proses demokrasi dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam pemilihan umum;
4. Menuntut penegakan aturan pemilihan umum dan etika penyelenggaraan pemilihan umum yang menjunjung tinggi asas kebebasan, kejujuran dan keadilan serta berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pihak-pihak tertentu;
5. Memberikan sanksi tegas terhadap segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara dan tindakan intimidasi yang bertentangan dengan upaya penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil;
6. Mengajak civitas akademika perguruan tinggi terlibat bersama rakyat untuk terus mengawal pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.