Konten Media Partner

Ramai Kasus Bullying Oleh Anak Selebritis, Pakar di Surabaya Ungkap Hal Ini

26 Februari 2024 9:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korban bullyng. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban bullyng. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Media sosial belum lama ini dihebohkan dengan kasus perundungan yang diduga melibatkan salah satu anak selebriti ternama tanah air. Kasus perundungan atau bullying masih menjadi salah satu permasalahan krusial di lingkungan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Ramainya kasus tersebut ditanggapi Samsul Arifin Dosen Fakultas Hukum UM Surabaya. Ari menyebut usia remaja, rasa ingin tahu cenderung sangat tinggi, dan kondisi ini dibarengi dengan munculnya keinginan untuk menjadi “si paling nomor satu”.
“Pada masa ini, banyak anak remaja yang haus akan validasi eksternal, sehingga mereka cenderung untuk berani melakukan segala sesuatu, bahkan cenderung ekstrem, agar bisa mendapatkan validasi eksternal itu,” ujar Ari dalam keterangannya, seperti dikutip Basra, Senin (26/2).
Ari menilai bahwa persoalan utamanya adalah tidak adanya instrumen khusus yang dibuat untuk mencegah hal tersebut. Secara teknis sebenarnya sudah ada UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, dan UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Akan tetapi, 2 UU tersebut lebih banyak mengatur terkait dengan penindakan, bukan pencegahan secara masif.
ADVERTISEMENT
Pasal 54 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan, anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, sesama peserta didik dan atau pihak lain.
Terkait apakah pelaku bullying dapat diminta pertanggungjawban pidana? Ari menuturkan, secara tidak langsung siapa yang yang berbuat ia yang harus bertanggungjawab. Namun dalam UU SPPA menganut restorative justice, yang dikenal dengan istilah “Diversi”.
"Hal ini sebenarnya bagus, karena diversi bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara pidana dengan tetap menjaga tumbuh kembang seorang anak," tuturnya.
“Persoalan muncul karena tidak semua orang tua memiliki perspektif yang sama, sehingga proses diversi menjadi ajang adu kekuatan antar orang tua anak," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, undang-undang mengatur bahwa tidak bisa dengan mudah untuk melakukan penahanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, bahkan dalam pasal 32 ayat (2) UU SPPA mengatur terkait dengan syarat penahanan, bahwa seorang anak yang berhadapan dengan hukum bisa ditahan manakala, (1) anak tersebut telah berusia minimal 14 tahun, dan (2) tindak pidana yang dilakukan harus diancam dengan pidana penjara minimal 7 tahun atau lebih.
“Dalam kasus perundungan ini seharusnya menjadi bahan evaluasi, bahwa dalam perkara anak, UU perlindungan anak dan UU SPPA belum utuh dapat menjadi solusi terhadap persoalan perundungan anak yang sampai saat ini masih sering terjadi di sekolah,” pungkasnya.