Konten Media Partner

Ramai Soal Pagar Laut HGB, Pakar Kelautan Ingatkan Dampak Mengerikan Ini

27 Januari 2025 7:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Adanya pagar laut yang menjadi sorotan publik. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Adanya pagar laut yang menjadi sorotan publik. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Lautan Indonesia yang membentang sebagai salah satu kekayaan maritim terbesar di dunia, kini menghadapi persoalan serius dengan munculnya kasus pembangunan pagar laut berbasis Hak Guna Bangunan (HGB). Dalam perspektif kelautan, tindakan ini dinilai tidak hanya mencederai keadilan sosial, tetapi juga berpotensi merusak tatanan ekologis dan ekonomi masyarakat pesisir.
ADVERTISEMENT
Pakar kelautan sekaligus Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (Unair), Prof Muhammad Amin Alamsjah Ir M Si PhD, mengungkapkan aksi memasang pagar laut HGB ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
“Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, wilayah laut tidak dapat dimiliki secara pribadi atau perusahaan,” tegas Prof Amin, dalam keterangannya, seperti dikutip Basra, Senin (27/1).
Pembangunan pagar laut ini tidak hanya melanggar prinsip konstitusi, tetapi berisiko menimbulkan kerusakan ekosistem perairan. Menurutnya, pembatasan pagar laut dapat mempercepat sedimentasi, mengurangi carrying capacity wilayah perairan dan merusak nursery ground.
“Dampak jangka panjangnya yakni merusak nursery ground dari benih ikan dan mengancam habitat biota laut seperti terumbu karang dan padang lamun,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Para nelayan yang sehari-hari menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut juga menghadapi ancaman serius. Dengan akses yang terbatas karena pagar laut, mereka harus mencari wilayah baru untuk melaut, yang sering kali jauh dari rumah dan membutuhkan biaya operasional lebih besar.
“Kawasan pesisir yang menjadi sumber penghidupan nelayan tradisional bisa terdegradasi. Akibatnya, produktivitas perikanan menurun, dan mata pencaharian masyarakat terganggu,” tuturnya.
Indonesia memiliki batasan maritim yang diakui secara internasional, mulai dari perairan teritorial hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE). Menurutnya, tindakan privatisasi seperti ini menciptakan konflik kepentingan yang bertentangan dengan fungsi laut sebagai media pemersatu bangsa dan penyokong kesejahteraan masyarakat secara kolektif.
“Wilayah laut harus dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Ketika pengelolaannya melanggar hukum atau merugikan masyarakat luas, negara memiliki kewenangan untuk membatalkan kebijakan tersebut,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Kasus pagar laut HGB menjadi pengingat bahwa laut bukan hanya sekadar ruang fisik, tetapi juga sumber kehidupan bagi jutaan masyarakat Indonesia.
Prof Amin menegaskan bahwa pelanggaran terhadap tatanan kelautan harus dihentikan.
“Jika pembangunan pagar laut HGB melanggar hukum dan merugikan rakyat, maka negara wajib mengambil tindakan tegas untuk membatalkannya,” tutupnya.
Ke depan, perlindungan laut harus menjadi prioritas nasional. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa lautan tetap menjadi berkah bagi seluruh rakyatnya, bukan hanya milik segelintir pihak.