Konten Media Partner

Remaja Menjadi Kelompok Paling Rentan Penyalahgunaan Obat-obatan

15 Januari 2025 14:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi obat. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Masalah ketimpangan fasilitas kesehatan belum juga selesai di Indonesia, kini muncul persoalan lain, penyalahgunaan obat-obatan oleh oknum di beberapa daerah. Obat-obatan yang pasokannya sudah terbatas malah dicampur dengan minuman keras untuk menambah sensasi efek memabukkan dari minuman tersebut. Hal ini jelas semakin merugikan masyarakat yang membutuhkan obat untuk swamedikasi.
ADVERTISEMENT
Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Irma Gustiana Andriyani, S.Psi., M.Psi. menyebutkan bahwa remaja menjadi kelompok paling rentan.
“Otak remaja belum sempurna proses perkembangannya, sehingga belum dapat mengukur risiko dan sering bertindak impulsif. Selain itu, upaya konformitas dengan teman sebaya juga memberikan kecenderungan melakukan hal-hal yang kurang bijak,” ungkap Irma, seperti dikutip Basra, Rabu (15/1).
Ia menambahkan minimnya edukasi dari keluarga, sekolah, dan lingkungan memperburuk situasi ini.
“Kurangnya pengetahuan dasar mengenai hidup sehat dan penggunaan obat yang aman di rumah dan di sekolah memberikan celah bagi remaja untuk mencoba hal-hal berbahaya, termasuk penyalahgunaan obat. Perlu keterlibatan banyak pihak, bukan hanya keluarga, tetapi anggota masyarakat, pemerintah juga sekolah untuk memberikan edukasi terkait penggunaan obat yang bijak sejak usia dini,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun, sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab masih tetap ada dan mencari kesempatan penyalahgunaan. Apabila peredaran obat dibatasi tentu salah satu konsekuensinya mempersulit akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Pada praktiknya, untuk membatasi penyalahgunaan obat, sering kali dilakukan upaya penegakan hukum berupa razia terhadap apotek di beberapa tempat, namun, langkah ini pun tidak lepas dari problema.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) apt. Noffendri Roestam, S.Si., menilai razia sebenarnya tidak tepat dilakukan pada apotek dan toko obat.
“Apotek dan toko obat beroperasi dengan regulasi dan dalam pengawasan dinas kesehatan dan balai POM daerahnya, sehingga jika ada pelanggaran tentunya yang menindak adalah kedua badan tersebut di daerah masing-masing. Karena itu razia yang dilakukan di apotek dan toko obat, sama sekali tidak tepat. Apotek adalah sarana distribusi kefarmasian, bukan diskotek atau tempat nongkrong yang ada kemungkinan penyalahgunaan, kenapa harus dilakukan razia?” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Jika kita tilik lebih dalam tentang bagaimana cara oknum mendapatkan obat untuk disalahgunakan, umumnya bukan di distributor resmi, melainkan pengedar obat tidak resmi atau malah gelap, mungkin itu yang harusnya jadi fokus penindakan, bukan razia ke sarana distribusi kefarmasian," imbuhnya.