Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Riset: 1 dari 5 Penderita Nyeri Kronis Berusia di Bawah 30 Tahun
18 Maret 2022 14:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Nyeri kronis merupakan salah satu kasus rawat jalan yang banyak dijumpai di berbagai fasilitas kesehatan, dan membutuhkan penanganan ahli saraf. Diungkapkan dokter spesialis rehabilitasi medik Dr. Sa’ad Budijono, SpKFR, nyeri kronis adalah rasa nyeri persisten yang dirasakan secara terus menerus atau timbul dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
"Nyeri merupakan alasan paling umum yang mendorong seseorang mencari solusi kesehatan. Namun di tengah situasi pandemi seperti sekarang, kunjungan ke klinik, fisioterapis atau mendatangkan tenaga medis ke rumah, merupakan pilihan berisiko," jelasnya dalam webinar yang digelar Omron Healthcare Indonesia, Jumat (18/3).
Riset Global Pain Index Report 2020 menyebutkan bahwa nyeri masih menjadi masalah global. Dari 19 ribu responden yang disurvei, 93% mengaku memiliki masalah nyeri, dengan sepertiganya menderita rasa nyeri setiap hari. Kondisi ini tidak hanya dialami lansia, karena 1 dari 5 nyeri kronis juga dialami oleh mereka yang berusia di bawah 30 tahun.
Beberapa studi menambahkan bahwa nyeri kronis memberikan beban pribadi dan ekonomi yang sangat besar, serta mempengaruhi 30 persen populasi dunia. Selain berdampak pada kondisi psikologis, nyeri kronis dapat menurunkan produktivitas kerja, mengganggu aktivitas sehari-hari dan berdampak signifikan secara sosial dan ekonomis.
ADVERTISEMENT
Adapun Riset Kesehatan Dasar (2018) menyebutkan bahwa prevalensi penyakit muskuloskeletal (nyeri sendi dan otot) yang pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan mencapai 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7%. Tingginya prevalensi nyeri ini menunjukkan bahwa manajemen nyeri masih mengalami berbagai hambatan.
“Rasa nyeri dapat terjadi di berbagai bagian tubuh seperti di leher, lengan, kaki, serta di punggung baik di bagian atas maupun punggung bagian bawah. Nyeri punggung bawah merupakan nyeri neuropatik yang berdampak cukup signifikan pada penderitanya karena bersifat kronis dan sulit ditangani,” jelas Sa’ad.
Gangguan muskuloskeletal (nyeri sendi dan otot) ini, lanjutnya, bisa dipicu oleh posisi duduk yang salah, duduk yang terlalu lama, hingga kurangnya aktivitas fisik.
Penyebab gangguan muskuloskeletal lainnya seperti cidera saat berolahraga atau saat melakukan aktivitas fisik lainnya, kelebihan berat badan, mengalami penyakit tertentu, kesalahan postur tubuh saat beraktivitas, juga akibat kerusakan sel-sel tubuh saat seseorang bertambah tua.
ADVERTISEMENT
Mengkonsumsi obat pereda nyeri biasanya menjadi pertolongan pertama, tetapi tidak semua orang cocok dengan solusi ini karena alasan tertentu seperti alergi obat atau efek samping yang ditimbulkan.
"Selain mengonsumsi obat-obatan, terapi ke dokter, ahli fisioterapi, atau pijat bisa menjadi pilihan. Namun di tengah pandemi COVID-19, opsi ini cukup berisiko. Terapi manajemen nyeri secara mandiri yang bisa dilakukan dengan aman dan efektif di rumah menjadi pilihan tepat untuk meminimalisir risiko penularan COVID-19," paparnya lagi.
Dikatakan Sa'ad, terapi transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dapat menjadi salah satu terapi yang efektif untuk mengatasi nyeri akut, baik pada otot maupun sendi. Terapi ini sering kali digunakan dalam pengobatan untuk orang-orang yang mengalami reaksi alergi pada penyembuhan menggunakan obat seperti analgesik.
ADVERTISEMENT
"Alat ini efektif meredakan nyeri tanpa perlu pasien meminum obat," imbuhnya.
Dijelaskan Sa'ad, melalui aktivasi sel-sel saraf di bawah kulit, aliran listrik bertegangan rendah dapat menunda efek nyeri untuk sampai ke saraf pusat. Selain itu, TENS juga bisa membantu tubuh mengeluarkan hormon endorfin.
"Hormon ini merupakan penghilang rasa sakit alami yang dimiliki tubuh," tukasnya.