Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten Media Partner
Riset: Kasus Anak Down Syndrome di Indonesia Cenderung Meningkat
21 Maret 2021 14:07 WIB
ADVERTISEMENT
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI mencatat, kasus Down Syndrome di Indonesia pada anak usia 24-59 bulan cenderung meningkat, dari 0,12 persen pada 2010 menjadi 0,13 persen pada 2013, dan mencapai 0,21 persen pada 2018.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan kasus Down Syndrome terjadi dalam 1:1.000-1.100 kelahiran di dunia, dengan angka harapan hidup mencapai di atas 50 tahun," ungkap Lensi Mursida, Chief of Party USAID Mitra Kunci, dalam talkshow online 'Anak dengan Down Syndrome Bisa Berkarya', Minggu (21/3). Talkshow ini digelar untuk Hari Down Syndrome Sedunia.
Lebih lanjut Lensi mengungkapkan, pandemi COVID-19 yang kini tengah merebak turut memperburuk kondisi kalangan disabilitas, tak terkecuali Down Syndrome. Karena adanya pembatasan sosial, mereka (disabilitas) tak bisa lagi leluasa bersosialisasi.
Masa pandemi, kata Lensi, menuntut pemahaman dan pemanfaatan teknologi yang lebih dari sebelumnya agar orang-orang tetap dapat terhubung satu sama lain, sedangkan tidak semua kalangan masyarakat mampu mengakses teknologi tersebut. Hal ini yang dirasakan disabilitas.
ADVERTISEMENT
"Sehingga tahun ini perayaan Hari Down Syndrome Sedunia mengangkat tema #CONNECT. Ini untuk mengusung pentingnya terhubung dengan orang-orang dengan Down Syndrome dan disabilitas intelektual dalam konteks pandemi COVID-19 yang memperburuk kondisi ketimpangan yang telah ada sebelumnya," jelas Lensi.
Sejak 2006, lanjut Lensi, dunia merayakan Hari Down Syndrome yang diperingati setiap 21 Maret. Bukan tanpa alasan tanggal 21 Maret dipilih sebagai Hari Down Syndrome Sedunia.
"Ini sebagai simbol tiga salinan kromosom nomor 21 atau trisomy21, penyebab utama Down Syndrome," tukasnya.
Mitra Kunci sebagai inisiatif pengembangan ketenagakerjaan inklusif dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), dikatakan Lensi, turut mendukung agar disabilitas dapat bekerja dan berkarya tanpa bergantung pada orang lain. Ini diwujudkan dalam program Pemberdayaan Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan bagi Penyandang Disabilitas (Employment and Economic Empowerment of Persons with
ADVERTISEMENT
Disabilities atau EEE-PWD).
USAID Mitra Kunci mengimplementasikan program EEE-PWD di tujuh kota/kabupaten di Jawa Timur, yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kota Malang, Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi.
"Program ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan untuk meningkatkan pengembangan tenaga kerja inklusif berbasis-pasar," imbuhnya.
Talkshow online 'Anak dengan Down Syndrome Bisa Berkarya' sendiri digelar selain untuk mengampanyekan kesadaran bagi masyarakat agar bisa hidup berdampingan bersama orang-orang dengan Down Syndrome, juga diadakan untuk melihat peluang bagi mereka bekerja di sektor formal maupun informal.
Diungkapkan Lensi, menurut data National Center on Health, Physical Activity and Disability (NCHPAD) Amerika Serikat pada 2015, 57 persen orang dewasa dengan Down Syndrome memiliki pekerjaan, namun hanya 3 persen di antaranya yang bekerja purnawaktu, dan kurang dari 3 persen yang berwirausaha.
ADVERTISEMENT
"Di Indonesia, keadaannya tak jauh
berbeda. Namun, dari yang segelintir itu, tersimpan potensi yang menyiratkan harapan," tegas Lensi.
Sementara itu Pinky Saptandari, Ketua Umum BK3S Jawa Timur, menyebut beberapa nama anak muda dengan Down Syndrome di Surabaya yang telah berdaya dan mandiri menyapa dunia kerja. Ada Faisal (26), seorang model yang kerap memeragakan busana karya perancang lokal. Kemudian Edward (20) yang suka melukis dan kini berjualan masker kain bergambar karya-karyanya. Adapula Aswin (29), yang berbisnis kue kering dan mahir main piano.
“Dalam konteks ketenagakerjaan dan kewirausahaan, orang-orang dengan Down Syndrome dapat dilibatkan karena mereka bekerja dengan sangat baik untuk pekerjaan yang sifatnya rutin dan berulang. Hanya saja, kurangnya edukasi tentang Down Syndrome membuat banyak pemberi kerja belum berani merekrut orang-orang dengan Down Syndrome,” ungkap Pinky.
ADVERTISEMENT