Konten Media Partner

Seperti PHP, Ghosting Bisa Bikin Korban Trauma

10 Maret 2021 15:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi remaja korban perilaku ghosting. Seperti PHP, ghosting bisa bikin korban trauma. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi remaja korban perilaku ghosting. Seperti PHP, ghosting bisa bikin korban trauma. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Kata ghosting sempat viral di jagat media sosial Tanah Air dalam minggu ini. Menurut Psikolog Tiara Diah Sosialita, ghosting sejatinya sudah sejak lama ada, hanya berbeda pengungkapannya.
ADVERTISEMENT
"Sudah lama ada ya, dulu nyebutnya PHP atau Pemberi Harapan Palsu. Nah, ghosting ini tidak berbeda dengan PHP," ujar Psikolog Klinis, Dosen Psikologi Unair, dan anggota Kelompok Kajian Gender & Anak ini, kepada Basra, Rabu (10/3).
Lebih lanjut dituturkan Tiara, ghosting adalah kata dalam bahasa gaul yang berasal dari Bahasa Inggris, yakni Ghost. Secara makna kamus, arti ghosting adalah berbayang, tapi ghosting yang sering digunakan di media sosial sekarang bukan yang memiliki arti secara bahasa (berbayang).
"Disini secara istilah, ghosting adalah keadaan di mana seseorang tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa penjelasan.
Padahal sebelum-sebelumnya sering berkomunikasi, ada di sekitar kita," imbuhnya.
Dikatakan Tiara, perilaku ghosting merupakan tindakan yang bisa dibilang cukup menyakitkan bagi korbannya. Bagaikan ketika datang mengetuk pintu hati, lalu pergi tak pamit. Mungkin saja perilaku ini benar menurut mereka yang melakukannya. Tetapi dampaknya akan berbekas bagi korban perilaku ghosting ini.
ADVERTISEMENT
"Ibaratnya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Apalagi tanpa ada kabar sama sekali," tukasnya.
Pada umumnya ghosting, lanjut dia, akan mengakibatkan perasaan tak dihargai bahkan ketika hubungan sudah terlalu jauh akan lebih traumatis akibatnya. Seseorang akan merasa tidak dihargai ketika ditinggalkan begitu saja, sehingga akan dapat menimbulkan emosi negatif.
Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk selalu memberikan dukungan kepada korban perilaku ghosting. Tiara lantas mencontohkan kasus yang pernah ditanganinya, yakni kliennya yang menjadi korban ghosting ketika sudah pada tahap memesan undangan pernikahan.
"Jadi saya ada klien, perempuan. Dia jadi korban ghosting pasangannya ketika sudah dalam tahap memesan undangan dan juga sudah foto prewed. Dukungan keluarganya sangat luar biasa, sehingga dia bisa bertahan dan berusaha untuk move on," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dukungan keluarga dalam hal ini orang tua, dapat sebagai teman curhat dari korban ghosting tersebut. Menurut Tiara, akan lebih baik berbagi masalah kepada orang terdekat (keluarga) daripada menyimpannya sendiri.
"Kalau suasana hati sudah mendingan, emosi sudah mereda, bisa melakukan kegiatan yang menyenangkan diri. Misalnya jalan-jalan, atau kegiatan menyenangkan lainnya," ujarnya.
Tiara pun menuturkan pentingnya untuk selalu berpikiran positif. Korban perilaku ghosting dapat mengambil sisi positif dari apa yang dialaminya.
"Bisa ambil sisi positifnya. Anggap saja dia (pelaku ghosting) bukan orang yang baik. Lebih baik dia menghilang sekarang daripada nanti ketika hubungan sudah melangkah lebih jauh," simpulnya.