Konten Media Partner

Soal Kata Anjay, Ahli Bahasa: Semakin Dilarang, Semakin Sering Diucapkan

1 September 2020 10:33 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Soal Kata Anjay, Ahli Bahasa: Semakin Dilarang, Semakin Sering Diucapkan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pada Sabtu (29/8) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengeluarkan keterangan resmi untuk masyarakat menghentikan penggunaan kata 'anjay'.
ADVERTISEMENT
Menurut Komnas PA, kata 'anjay' yang digunakan untuk merendahkan martabat seseorang maka itu termasuk dalam kekerasan verbal dan dapat dipidanakan.
Sementara, kata 'anjay' yang digunakan untuk menunjukkan kekaguman, rasa salut, pujian, dan sebagainya, maka tidak ada masalah karena tidak mengandung kekerasan dan tidak berpotensi menimbulkan ketersinggungan, sakit hati, atau kerugian.
Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait dan Sekretaris Jenderal, Dhanang Sasongko menyatakan, apabila ada unsur kekerasan dalam penggunaan istilah dan dinilai dapat merendahkan martabat orang lain atau mengandung makna perisakan atau bullying maka pelaku dapat dipidanakan. Hal ini mengacu pada UU No 34 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak.
Menyikapi hal itu, Prof. Dr. Kisyani Laksono selaku Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni dari Univeristas Negeri Surabaya (Unesa) menjelaskan, kata 'anjay' merupakan plesetan dari suatu kata yang digunakan oleh remaja untuk menunjukkan keakraban atau memuji temannya.
ADVERTISEMENT
"Suatu kata itu bisa bermakna A atau B tergantung konteksnya. Kata ini kan bagian dari bahasa. Bahasa ini merupakan konvensi. Kalau masyarakat setuju ya boleh dipakai, kalau tidak ya tidak pakai," jelas Prof Kis ketika dihubungi Basra, Selasa (1/9).
Prof Kis mengungkapkan, sebelum ada kata 'anjay' banyak digunakan terdapat juga kosakata 'gila' yang mempunyai makna kurang bagus. Namun, kata tersebut justru digunakan untuk memuji.
"Misal 'gile lu', itu kan kalau waktu angkatan saya dulu biasanya digunakan buat memuji seseorang. Semua bergantung pada konteksnya," ucapnya.
Menurut Prof Kis, di era disrupsi saat ini bahasa tumbuh dan berkembang mengikuti masyarakatnya. Sehingga banyak kosakata dibuat mengikuti perkembangannya.
Oleh sebab itu, ia menyayangkan adanya larangan dalam penggunaan kosakata. Seharusnya larangan tersebut digunakan sebagai suatu himbauan, agar kata-kata yang diucapkan tidak menyinggung orang lain.
ADVERTISEMENT
"Karena agak aneh aja ada kata kok dilarang. Kan itu memperkaya bahasa. Harusnya larangan itu bukan untuk menggunakan kata, tapi karakter. Bagaimana kita menggunakan kata untuk hal-hal yang baik. Karena anak sekarang kalau dibilangin 'jangan' justru malah dilakukan. Karena mereka ingin menunjukkan jati dirinya," tutur Prof Kis.
Untuk itu Prof Kis berpesan agar seluruh masyarakat, khususnya generasi muda untuk menggunakan kata yang santun, berkarakter dan bermartabat ketika berbicara.
"Semua itu ada tempatnya, misal kalau bicara sama yang lebih tua menggunakan kata baku. Sama teman seperti apa. Kalau bisa gunakan kata-kata yang mampu menginspirasi orang," pungkasnya.