Konten Media Partner

Sudah Ada Sejak Tahun 1930, Tambak Bayan Jadi Kampung Pecinan Tertua di Surabaya

9 Februari 2024 13:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gerbang Kampung Tambak Bayan. Foto-foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Gerbang Kampung Tambak Bayan. Foto-foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Di Surabaya terdapat kampung Pecinan yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan keberadaan kampung tersebut masih eksis hingga sekarang. Kampung tersebut adalah Tambak Bayan, yang terletak di RT 2 RW 2, Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan.
ADVERTISEMENT
Menurut Suseno, Wakil Ketua RT Kampung Tambak Bayan, kampung Pecinan ini sudah ada sejak sebelum tahun 1930 dengan mayoritas profesi warganya sebagai tukang kayu.
"Sudah ada sejak sebelum tahun 1930. Dulu mayoritas warganya banyak yang jadi tukang kayu, ada juga yang jadi penjahit," ujar pria yang kerap disapa Seno ini saat ditemui Basra, Jumat (9/2).
Seno mengungkapkan saat ini kampung Pecinan Tambak Bayan dihuni sekitar 70 kepala keluarga (KK) dan sudah sampai pada generasi kelima.
Banguan utama kampung Tambak Bayan yang merupakan kandang kuda di zaman Belanda.
Yang menarik, warga keturunan Tionghoa di kampung ini tidak lagi didominasi satu agama. Mereka berasal dari berbagai latar belakang agama. Ini karena mereka secara turun menurun telah menikah dengan warga pribumi.
"Banyak yang Islam di sini tapi ya tetap sembahyang untuk leluhur kalau jelang Imlek. Bahkan setiap rumah warga di sini memiliki altar doa untuk leluhur, termasuk warga Tionghoa yang muslim," jelas Seno.
ADVERTISEMENT
Warga keturunan di kampung Tambak Bayan sejatinya menempati satu bangunan besar yang digunakan sebagai kandang kuda pada zaman kolonial Belanda. Hingga kini bangunan seluas 3.800 meter persegi tersebut masih berdiri kokoh. Padahal bangunan tersebut didirikan sejak tahun 1866.
"Sudah ada sejak tahun 1866, tapi baru dihuni warga keturunan (Tionghoa) pada tahun 1930. Sampai sekarang belum pernah direnovasi. Nah bangunan ini yang disekat-sekat jadi tempat tinggal warga, sedangkan ruang utama seperti hall di tengah ini difungsikan sebagai tempat pertemuan warga, semacam Balai RW," terang Seno.
Altar doa di rumah petak warga Tambak Bayan.
Bekas kandang kuda tersebut disekat menjadi rumah petak berukuran 4×6 meter persegi. Berimpitan dengan perabotan rumah seperti lemari, kasur, televisi, kompor, sepeda motor, dan lain-lain. Seno sendiri merupakan generasi ketiga yang mendiami bangunan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sepanjang dinding gang kampung semarak dengan adanya mural. Macam-macam gambarnya, didominasi ornamen naga dengan warna-warna cerah, mengubah tembok-tembok bangunan menjadi meriah.
Menjelang Imlek seperti sekarang, suasana di kampung Tambak Bayan kian semarak dengan adanya berbagai ornamen khas Cina, seperti lampion, patung naga, hingga bunga plum.
Seno mengatakan, warga keturunan di Tambak Bayan mayoritas adalah ekonomi menengah ke bawah. Ini tidak lepas dari sejarah nenek moyang mereka yang merupakan tukang kayu.
Meski demikian, warga setempat cukup antusias menyambut datangnya tahun baru Imlek. Ini ditandai dengan adanya pentas Barongsai saat puncak perayaan Imlek.
"Ada pentas Barongsai yang keliling kampung, ini sudah jadi tradisi kami. Bahkan pentas Barongsai di kampung kami selalu menarik perhatian pengunjung dari luar. Mereka pasti datang ke sini untuk nonton pentas Barongsai," simpul Seno.
ADVERTISEMENT