Tak Siap Mental dan Keuangan Goyah Jadi Penyebab Perceraian Pasangan Muda

Konten Media Partner
19 Januari 2023 11:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Di samping kasus pengajuan Dispensasi Kawin (Diska) yang dilakukan ratusan anak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, juga mencatat, sepanjang tahun 2022 terdapat 1.982 sidang sengketa perkara perceraian.
ADVERTISEMENT
Alasan perceraian terjadi didominasi oleh faktor ekonomi dan faktor usia yang belum matang.
Menanggapi fenomena itu, sosiolog keluarga Siti Mas'udah SSos MSi, menyebut, jika faktor penyebab perceraian dinilai sangat kompleks. Namun, tingginya perceraian di Ponorogo yang terjadi disebabkan oleh finansial keluarga yang belum stabil.
Perempuan yang akrab disapa Uud ini menuturkan, jika angka perceraian didominasi oleh pasangan muda, dan belum ada kesiapan matang secara ekonomi.
"Pernikahan dini yang terjadi bisa memutus akses untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Akibatnya, kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak relatif cukup kecil," tuturnya, Kamis (19/1).
Uud mengatakan, usia yang relatif muda juga berpengaruh pada kesiapan mental yang masih labil dalam menghadapi masalah rumah tangga. Sehingga ketidaksiapan dan ketidakmampuan menyelesaikan masalah keluarga bisa memicu terjadinya perceraian.
ADVERTISEMENT
“Pilihan menikah oleh pasangan muda bisa saja karena hanya luapan emosi sesaat, romantisme cinta. Wacana masyarakat daerah pedesaan juga menganggap bahwa pernikahan dianggap sebagai cara melanjutkan hidup dan menghindari perilaku menyimpang. Apalagi para wanita desa yang sudah memasuki usia matang dan belum menikah akan mendapatkan cap sebagai perawan tua,” ucapnya.
Dosen FISIP Unair ini menjelaskan, bahwa pernikahan menjadi salah satu pintu sakral dalam menjadi bagian kelompok sosial yaitu keluarga. Sehingga proses perceraian sebisa mungkin akan dihindari oleh masyarakat.
Namun, memasuki kehidupan modern saat ini, perempuan juga mendapatkan beban ganda sebagai pekerja dan mengurus rumah tangga. Berkembangnya kebudayaan materi juga membuat perempuan memiliki kuasa untuk memutuskan pilihan hidup.
Menurutnya, hal itu memberi perempuan kesempatan untuk melakukan gugatan cerai apabila sudah dirasa tidak bisa meneruskan bahtera rumah tangga yang dijalani.
ADVERTISEMENT
“Bergesernya makna perceraian di masyarakat sekarang bukan dianggap tabu. Hal ini menunjukkan adanya perubahan sosial di masyarakat yang awalnya menganggap perceraian sebagai kegagalan dalam pernikahan, namun juga bisa menjadi penyelesaian dalam konflik rumah tangga yang dialami,” jelasnya.
Guna mencegah hal itu, Uud menegaskan, bahwa dalam pernikahan tidak hanya membutuhkan perasaan cinta saja.
Menurutnya, pernikahan adalah langkah untuk memasuki fase kehidupan baru bersama pasangan, meniti kehidupan bersama sebagai partner hidup dengan komitmen yang kuat.
“Menikah bukan selalu tentang cinta, tapi kemampuan untuk saling memahami, saling mengenali dan berkomitmen untuk hidup bersama. Menikah tidak selayaknya dijadikan solusi dari masalah, namun menikah adalah pondasi awal memasuki kehidupan dewasa,” tukasnya.