Konten Media Partner

Terungkap, Ini Sebab Ibu Tidak Bisa Menyusui Bayi Secara Eksklusif

27 Agustus 2024 16:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekan ASI yang diselenggarakan oleh Dinkes Jatim. Foto: Humas Dinkes Jatim
zoom-in-whitePerbesar
Pekan ASI yang diselenggarakan oleh Dinkes Jatim. Foto: Humas Dinkes Jatim
ADVERTISEMENT
Seorang ibu perlu memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. Ini untuk mencegah masalah stunting pada buah hatinya.
ADVERTISEMENT
“Salah satu intervensi dalam menurunkan angka stunting adalah pemberian ASI eksklusif," ujar Kepala Dinas Kesehatan Jatim Erwin Astha Triyono, usai peringatan Pekan Menyusui Sedunia tahun 2024, (26/8).
Erwin menuturkan, isu menyusui jangan sampai hanya menjadi isu program, melainkan harus menjadi gaya hidup. Menurutnya isu menyusui atau pemberian ASI eksklusif bukan hanya tugas pemerintah, namun masyarakat sekitar.
“Saya sering menanyakan kenapa program ASI hanya fotonya ibu dan bayinya saja. Seharusnya juga ada foto bapak. Karena bapak juga harus tahu bagaimana menyusui yang baik,” jelasnya.
Erwin melanjutkan, lingkungan kerja juga harus mendukung kebijakan memberikan ASI yang baik. Kemudian ada fasilitas untuk menyusui dan penyimpanan ASI.
“Yang terpenting adalah support dari rekan kerjanya. Kalau support, diharapkan pekerjaannya bisa diatur sedemikian rupa,” tukasnya
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, terdapat beberapa alasan ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya. Antara lain, 67,7 persen ASI tidak keluar, 8,4 persen rawat pisah, 6,6 persen bayi tidak menyusu, dan 5,7 persen alasan medis.
Pekan menyusui sedunia ini merupakan kampanye global dalam meningkatkan kesadaran dan menggalang aksi untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama pada anak.
“Pekan Menyusui ini bertujuan untuk mendorong dan mendukung semua ibu untuk dapat memberikan ASI kepada anaknya serta tidak ada kesenjangan yang terjadi, baik dari RAS, status sosial, ekonomi, serta budaya,” tandasnya.