Konten Media Partner

Tes Calistung Saat Masuk SD Dihapus Sama Artinya Melindungi Hak Anak

3 April 2023 15:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak menulis. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak menulis. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Secara resmi, tes baca tulis dan hitung (calistung) untuk masuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dihapus oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Keputusan ini disambut positif Pakar Pendidikan Isa Anshori.
ADVERTISEMENT
Menurut Isa, saat anak belajar di Taman Kanak-kanak (TK) yang menjadi titik berat adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan kecerdasan emosional anak.
"Pengembangan kecerdasan emosional itu misalnya kemandirian anak saat sekolah dengan tidak ditungguin orang tuanya, beradaptasi (dengan lingkungan baru), sehingga dari sana akan muncul kemampuan menghargai orang lain. Nah hal-hal yang seperti ini yang harus dipersiapkan (saat TK)," jelasnya kepada Basra, Senin (3/4).
Isa mengungkapkan, untuk kemampuan anak terkait baca tulis dan hitung bisa didapatkan anak saat memasuki jenjang pertama sekolah dasar.
"Yang perlu dipahami adalah kemampuan berhitung itu seperti apa? Jangan mengartikan kemampuan berhitung sebagai rumus Matematika. Ini bisa menghambat tumbuh kembang anak. Yang mestinya ada proses-proses membangun kecerdasan emosional tapi ini sudah melompat ke kecerdasan akademis," paparnya.
ADVERTISEMENT
Isa menegaskan jika kecerdasan akademis dipaksa muncul ketika belum saatnya dan kecerdasan emosional yang harus dimiliki anak justru diabaikan, maka yang terjadi adalah kemandirian anak yang berkurang, penghargaan kepada orang lain juga berkurang.
Yang lebih fatal justru orang tua lebih mendukung munculnya kemampuan akademis anak.
"Yang menuntut anak TK bisa calistung itu kan sebenarnya orang tua. Sehingga kemudian sekolah pun mengikuti apa yang diinginkan orang tua. Ada asumsi yang menganggap sekolah yang baik adalah yang anak didiknya bisa baca tulis dan hitung," tukasnya.
Isa melanjutkan, asumsi tersebut harusnya ditiadakan. Orang tua harus memahami jika memaksa anak (bisa calistung) justru akan menghambat tumbuh kembang anak.
Isa menegaskan seharusnya lembaga pendidikan TK lebih menekankan kepada perkembangan emosional anak, kemandirian belajar itu seperti apa.
ADVERTISEMENT
"Itu fondasi dasar yang harus diajarkan kepada anak. Masalah anak bisa calistung itu kan berproses," tandasnya.
Demikian halnya dengan SD, jangan hanya karena ingin disematkan sebagai sekolah favorit lantas tetap memberlakukan tes calistung sebagai syarat anak masuk sekolah.
"Ingin dianggap sebagai sekolah favorit lalu tes masuknya juga begitu (ada calistung). SD juga harus mengikuti apa yang menjadi keputusan Kemendikbud (meniadakan calistung). Tesnya bisa diganti, misalnya tes kemandirian saat anak dilepas, orang tua tidak menunggu. Itu bisa menjadi bagian penilaian," jelasnya.
Isa menuturkan, sekolah tidak boleh menolak anak didik yang belum bisa mandiri. Menurutnya sudah menjadi tugas sekolah menjadikan anak mandiri saat sekolah. Begitu pula saat anak tidak bisa menghargai temannya, tugas sekolah mengedukasi bagaimana anak bisa menghargai proses-proses di sekolah.
ADVERTISEMENT
Di mata Isa penghapusan tes calistung untuk masuk SD menjadi keputusan yang bijak. Ini menjadi bagian dari perlindungan hak anak dan kepentingan terbaik untuk tumbuh kembang anak.
Meski keputusan tersebut cukup terlambat, namun Isa mengapresiasinya sebagai salah satu upaya perbaikan sistem pendidikan di Tanah Air.
"Kalau dibilang terlambat iya, tapi sebagai upaya perbaikan kan tidak apa (daripada tidak sama sekali)," pungkasnya.