'Toko Buku Peneleh', Tempat Favorit Sukarno Saat Sekolah di Surabaya

Konten Media Partner
18 Agustus 2019 9:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampak depan Toko Buku Peneleh.  Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Tampak depan Toko Buku Peneleh. Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
ADVERTISEMENT
Kalau jalan-jalan ke kampung Peneleh Surabaya, jangan hanya mampir ke rumah Raden Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto saja. Tapi sempatkan mampir ke 'Toko Buku Peneleh', salah satu toko buku tertua di Surabaya yang dibangun sejak pertengahan tahun 1800-an.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini Toko Buku Peneleh masih mempertahankan arsitekturnya yang bergaya kolonial klasik. Bahkan, saat memasuki ruangan seluas 3x9 meter itu, masih ditemukan perabot dan ornamen yang orsinial.
Di bagian atas dinding terpampang foto Ir. Sukarno, bukti bahwa presiden pertama RI tersebut pernah berkunjung ke Toko Buku Peneleh tanggal 18 Desember 1956.
Bahkan sebelum menjadi seorang presiden, Sukarno yang sempat jadi anak kos di rumah Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, adalah pengunjung tetap Toko Buku Peneleh. Maklum, dari rumah Tjokroaminoto ke Toko Buku Peneleh hanya sekitar 10 meter saja. Di toko buku inilah Soekarno belajar tentang nasionalisme dan pergerakan Islam.
Pemilik Toko Buku Peneleh adalah Abdul Latif Zein, sosok di balik berkembangnya ajaran Muhammadiyah di Surabaya. Pada tahun 1920-an, toko buku ini jadi tempat percetakan sekaligus etalase memajang buku tentang agama Islam, fiqih, dan syariah. Salah satu buku yang pernah dicetak yaitu 'Kumpulan Khutbah Jumat' karya K.H. Mas Mansjoer, seorang tokoh besar Muhammadiyah di era Pergerakan Nasional saat itu.
ADVERTISEMENT
“Dulu sebelum menjadi toko buku, tempat ini digunakan sebagai percetakan buku. Seiring berjalannya waktu, karena sang pemilik berkeinginan mencerdaskan anak bangsa jadi beralih menjadi toko buku," kata Muhammad, pegawai yang sehari-hari menjaga toko buku, ketika ditemui Basra, Jumat (16/8).
Toko Buku Peneleh menyediakan buku yang jumlahnya tak terlalu banyak, selain karena ruangan yang tidak luas, juga karena buku yang dijual hanyalah tentang buku-buku syariat Islam dan sejarah bangsa.
Toko buku yang buka setiap hari pukul 08.00-16.00 WIB ini terlihat tetap dalam kondisi terawat meskipun termakan zaman. Namun, jumlah pembelinya semakin menurun.
Muhammad pun mengaku setiap harinya rata-rata hanya ada lima orang yang berkunjung ke toko buku tersebut.
"Karena kondisi sudah dimakan zaman, kita hanya meneruskan wasiat orang tua. Jangan sampai dijual atau tutup. Sekarang sudah generasi ketiga yang meneruskan. Alhamdulillah sampai sekarang masih ada orang yang mencari," kata Muhammad (Reporter: Amanah Nur Asiah / Editor: Windy Goestiana)
ADVERTISEMENT