Konten Media Partner

Tren Kasus Gangguan Panggul pada Perempuan di Jatim Meningkat Tiap Tahun

13 Februari 2025 7:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahli uroginekologi asal Thailand, Prof Jittima Manonai Bartlett, MD, MHM (tengah) dan Guru besar uroginekologi rekonstruksi Fakultas Kedokteran (FK) Unair, Prof Dr dr Eighty Mardian Kurniawati SpOG(K) (kiri). Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Ahli uroginekologi asal Thailand, Prof Jittima Manonai Bartlett, MD, MHM (tengah) dan Guru besar uroginekologi rekonstruksi Fakultas Kedokteran (FK) Unair, Prof Dr dr Eighty Mardian Kurniawati SpOG(K) (kiri). Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Tren gangguan panggul pada perempuan cenderung meningkat setiap tahun. Di Jawa Timur, perempuan yang mengalami gangguan panggul terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Guru besar uroginekologi rekonstruksi Fakultas Kedokteran (FK) Unair, Prof Dr dr Eighty Mardian Kurniawati SpOG(K) mengungkapkan, angka kasus gangguan panggul pada perempuan di Jatim setiap tahun mengalami peningkatan. Di tahun 2024 saja, angkanya naik 20 persen jika dibanding tahun sebelumnya.
"Angka pasti di Jatim (datanya) gak ada, tapi yang pasti di Surabaya terutama di RSUD Dr Soetomo dan RS Universitas Airlangga (RSUA) angkanya dari tahun ke tahun meningkat terus. Kunjungan pasien setahun bisa 300-an, tindakan (operasi) seminggu bisa dua kali, jadi sekitar 70-100 tindakan setiap tahunnya," jelas Prof Eighty, saat ditemui Basra disela kegiatan adjunct profesor FK Unair yang menghadirkan Prof Jittima Manonai Bartlett, MD, MHM dari Thailand, (12/2).
Ia melanjutkan, rata-rata perempuan yang mengalami gangguan panggul berusia 50 tahun ke atas. Sedangkan yang berusia rentang 35-40 tahun rata-rata disebabkan persalinan yang sulit sebagai penyebab terbanyak.
ADVERTISEMENT
"Kebanyakan memang berusia di atas 50 tahun, tapi bukan berarti di bawah usia 50 tahun itu tidak ada ya. Mereka yang berusia di bawah 50 tahun dan mengalami gangguan panggul penyebab terbanyak karena persalinan," terangnya.
Ia lantas mengutip penelitian yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara kondisi bobot bayi yang besar saat dilahirkan dengan terjadinya gangguan panggul.
“Penelitian bilang, ada hubungan bayi besar dengan gangguan panggul. Bayi berbobot lebih dari 3.650 gram, persalinannya mengejan terlalu lama. Lama-lama (mulut rahim) sobek atau kalau enggak sobek, melar tapi enggak bisa kembali. Ini yang menyebabkan gangguan panggul,” tukasnya.
Melihat peningkatan tren kasus gangguan panggul pada perempuan di Jawa Timur, Prof Budi Santoso Dekan FK Unair pun menggandeng ahli uroginekologi asal Thailand, Prof Jittima Manonai Bartlett, MD, MHM. Kolaborasi ini sebagai upaya menurunkan angka kasus ini.
ADVERTISEMENT
"Prof Jittima ahli bidang uroginekologi. Kasus-kasus gangguan panggul banyak terjadi tapi masyarakat malu untuk mengungkapkan padahal penting untuk segera ditangani,” terang Prof Bus, demikian ia kerap disapa.
Prof Bus melanjutkan, kolaborasi ini untuk menggabungkan metode atau teknik operasi baru di Indonesia.
"Pentingnya kolaborasi dengan dunia luar, kita bisa bertukar pengalaman, teknik baru operasi. Beliau akan memberi kuliah operasi bersama kita," tukas Prof Bus.
Sementara itu, Prof Jittima mengatakan sebenarnya standar penanganan gangguan panggul di Indonesia dan Thailand tak jauh berbeda. Hanya saja ia akan membagikan metode pengobatan menggunakan kursi magnetik dan laser.
"Saya pikir kita punya penanganan standar tapi ada metode kursi magnetik, laser dan sebagainya, jangan malu menyampaikan (gangguan panggul) itu, harus periksa dan diperbaiki," tandasnya.
ADVERTISEMENT