Konten Media Partner

UN Akan Digelar Lagi, Pakar di Surabaya: Jangan Jadi Syarat Kelulusan

8 Januari 2025 7:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelaksanaan ujian nasional. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelaksanaan ujian nasional. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana mengadakan kembali ujian nasional (UN). Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan, pelaksanaan kembali UN akan menggunakan sistem evaluasi baru yang berbeda dengan UN sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Guru Besar dan Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Tuti Budirahayu Dra MSi mengatakan, perlu ada kajian menyeluruh terkait urgensi pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) ini.
Kajian harus pemerintah lakukan secara
menyeluruh di berbagai wilayah di Indonesia dan mencakup tren hasil belajar siswa sejak 2021 hingga 2024 pasca penghapusan UN.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) itu juga menyebut bahwa penerapan Asesmen Kompetensi Minimum
(AKM) secara teori terbilang efektif dalam mengukur kompetensi siswa sepanjang proses pembelajaran.
Sebaliknya, UN model lama sering kali membuat siswa merasa tertekan karena penilaian dilakukan di akhir masa pendidikan.
Prof Tuti menilai bahwa penerapan UN model lama tidak lagi efektif dan relevan sebagai alat evaluasi pendidikan nasional.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pendekatan tersebut lebih banyak memberikan dampak negatif. Ia mengatakan bahwa UN model lama merupakan bentuk kekerasan simbolik dan regimentasi yang memengaruhi siswa, guru, hingga sekolah.
“Nilai ujian akhirnya bias dan subjektif. Parameter keberhasilan pendidikan adalah dengan nilai rata-rata UN yang tinggi,” tutur Prof Tuti, dalam keterangannya, seperti dikutip Basra, Rabu (8/1).
Secara tegas, Prof Tuti menyatakan tak setuju apabila UN model lama berlaku. Menurutnya, hal tersebut menjadikan peserta didik sebagai individu yang hanya untuk menuruti standar tertentu sehingga tidak tergali potensinya.
Kondisi tersebut juga membuat banyak peserta didik mengandalkan bimbingan belajar untuk menguasai soal ujian secara instan daripada mendalami proses berpikir kritis.
"UN model lama bahkan hampir menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Terkait pelaksanaan kembali UN baru nanti, Prof Tuti juga menyoroti tantangan besar terkait kurangnya pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
“Jika UN akan diadakan kembali, maka jangan lagi menggunakan cara-cara lama, dan selenggarakan UN sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada di masing-masing sekolah,” ujarnya.
Oleh karena itu, Prof Tuti mengharap adanya kesiapan pemerintah, sekolah, guru, siswa, hingga orang tua. Pasalnya, perubahan kebijakan pendidikan setiap pergantian menteri kerap masih menjadi hambatan dalam membangun sistem yang kokoh.
“Kelemahan kebijakan pendidikan di Indonesia, tidak ada blueprint yang cukup baik dan berdurasi lama. Padahal secara historis, Indonesia memiliki pengalaman mengelola pendidikan yang sudah cukup baik," jelasnya.
Prof Tuti juga mengingatkan bahwa parameter keberhasilan belajar siswa bisa terukur dari berbagai dimensi, tidak hanya dari skor ujian formal saja.
ADVERTISEMENT
“Perkuat habitus belajar siswa melalui berbagai program-program literasi dan belajar di kelas yang dikembangkan oleh guru. Sehingga siswa enjoy, tanpa tekanan atau paksaan,” pungkasnya.