Usulan Dekan FK Se Indonesia untuk Pemerataan Distribusi Dokter di Tanah Air

Konten Media Partner
18 Februari 2024 8:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(kiri ke kanan) Ketua AIPKI, Prof. Dr. dr. Budi Santoso, SpOG (K), Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., dan Dekan FK Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) sekaligus Bendahara AIPKI, Dr. Handayani, dr., M.Kes. Foto: Humas Unusa
zoom-in-whitePerbesar
(kiri ke kanan) Ketua AIPKI, Prof. Dr. dr. Budi Santoso, SpOG (K), Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., dan Dekan FK Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) sekaligus Bendahara AIPKI, Dr. Handayani, dr., M.Kes. Foto: Humas Unusa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peningkatan kualitas dan pemerataan dokter di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan layanan kesehatan berkualitas untuk semua. Pada pertemuan Forum Dekan (FORDEK) AIPKI yang digelar di Surabaya turut membahas pemerataan distribusi dokter di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) merupakan forum komunikasi institusi penyelenggara pendidikan kedokteran di Indonesia untuk berkumpul, berbagi pengetahuan, dan berdiskusi mengenai isu-isu penting dalam bidang pendidikan kedokteran.
Ketua AIPKI, Prof. Dr. dr. Budi Santoso, SpOG (K) menyampaikan, pemerataan distribusi dokter di Indonesia belum maksimal. Meningkatnya jumlah lulusan kedokteran tiap tahunnya, diperlukan upaya pemerataan untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan, utamanya di daerah terpencil, namun juga perlu disertai dengan kebijakan pemerintahan pusat.
“Distribusi pemerataan juga menjadi concern kami saat ini. Hal ini sering menjadi kendala dan terindikasi di daerah-daerah terpencil. Kami juga perlu dukungan pemerintah dalam mengatur pendistribusian ini,” ujar Prof Budi, saat penutupan FORDEK AIPKI, Sabtu (18/2) sore
Ditambahkannya, berkaitan dengan pendirian Fakultas Kedokteran (FK) baru, sebaiknya dilakukan di luar pulau Jawa, Sumatera, dan Bali, dengan demikian keberadaan FK akan lebih merata dan memenuhi rekomendasi. Jika pendistribusian hanya berkutat di kota-kota besar, maka berapa pun jumlah dokter tidak akan menyelesaikan permasalahan pelayanan kesehatan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Prof Budi juga mengungkapkan, pihaknya turut pula membahas terkait retaker atau mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) yang susah lulus dalam Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).
FORDEK AIPKI menetapkan Uji Panel sebagai solusi baru untuk mempermudah para retakter membuktikan penguasaan kompetensi minimal.
Prof Budi menyampaikan bahwa perlu penegasan pada batas tertentu untuk retaker mahasiswa sebagai tanggung jawab institusi terhadap mahasiswanya. Uji Panel diharapkan dapat menemukan kemampuan clinical reasoning minimal yang diperlukan bagi seorang dokter.
“Selama ini masih banyak mahasiswa kedokteran yang belum mampu memenuhi kompetensi di tahap akhir, bahkan ada yang sampai 33x belum lulus retaker. Melihat permasalahan tersebut kami menetapkan adanya Uji Panel untuk mempermudah mendapat standar kompetensi minimal, hal tersebut juga berpengaruh terhadap kualitas dokter di Indonesia,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Prof Budi mengatakan, selain menjalankan Uji Panel, AIPKI akan melakukan audiensi dengan kementerian kesehatan supaya ada batasan bagi mahasiswa profesi kedokteran, hal tersebut agar tidak membebani institusi dan mempermudah mahasiswa retaker untuk lulus. Saat ini, retaker dibatasi hingga 10x namun ke depan akan diperpendek menjadi 5x batasan.
Uji Panel yang nantinya akan dilakukan merupakan uji studi kasus penyakit untuk menilai bukan hanya pemahaman akademik namun kemampuan praktek penyelesaian, hal ini juga untuk menilai passion mahasiswa sebagai seorang dokter nantinya. Melihat hal tersebut, diperlukan juga adanya seleksi ketat awal pendaftaran kedokteran di beberapa institusi, tidak hanya pemahaman akademisi tetapi juga kesiapan mental untuk menjadi seorang dokter.
Sementara itu Dekan FK Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) sekaligus Bendahara AIPKI, Dr. Handayani, dr., M.Kes., mengungkapkan, selain pendistribusian yang merata, diperlukan pula dokter yang berkualitas dan berkompeten untuk bisa melayani masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Sebagai institusi pendidikan kedokteran, kami mensyaratkan kualitas tidak hanya sekedar kuantitas. 2024 ini telah ada 15 Fakultas Kedokteran baru, namun peningkatan FK baru setiap tahunnya juga tetap harus menjaga mutu pendidikan, hal ini berpengaruh pada bagaimana masyarakat dilayani seorang dokter dengan kualitas yang terbaik,” tukasnya.
Diharapkan, hasil dari FORDEK AIPKI 2024 dapat menjadi landasan bagi implementasi perubahan positif dalam pendidikan kedokteran di Indonesia. Kerja sama antar institusi, penerapan inovasi dalam proses pembelajaran, dan peningkatan kualitas pengajaran dapat menjadi titik fokus yang muncul dari diskusi ini.
"Semua ini bertujuan untuk membentuk lulusan-lulusan yang tidak hanya memiliki pengetahuan medis yang mendalam tetapi juga keterampilan inter personal dan kepemimpinan yang kuat, sesuai dengan tuntutan zaman yang terus berkembang," tukasnya.
ADVERTISEMENT