Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Viral Selebgram Alami KDRT, Tak Mudah Tapi Ini Bisa Bantu Pulihkan Mental Korban
18 Agustus 2024 7:05 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Selebgram Cut Intan Nabila baru-baru ini mengejutkan warganet dengan membagikan sebuah video dirinya yang mengalami aksi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya, Cut Intan Nabila menjadi korban KDRT oleh suaminya, Armor Toreador Gustifante.
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental korban. Lantas bagaimana pemulihan mental korban KDRT?
Dosen Keperawatan Jiwa Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Uswatun Hasanah menjelaskan dampak fisik dari KDRT dapat diobati dengan melakukan pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Namun dampak psikis (trauma) bisa menjadi dampak menetap yang kapan pun bisa kambuh jika berada dalam situasi serupa sehingga memicu munculnya ingatan dan pengalaman tidak menyenangkan saat mengalami KDRT.
Uswatun menjelaskan, trauma merupakan kondisi yang sulit untuk disembuhkan, butuh waktu yang lama bahkan bertahun-tahun agar korban kekerasan dapat betul-betul terlepas dari rasa traumanya.
“Oleh sebab itu perlu segera dilakukan penanganan maupun pendampingan psikologis bagi korban KDRT agar tidak mengalami stress pasca trauma,” tutur Uswatun dalam keterangannya, seperti dikutip Basra, Minggu (18/8).
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan tertulis ia membagikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendampingi proses pemulihan kondisi psikis korban yang baru mengalami KDRT di antaranya:
Pertama, mengamankan diri. Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak kekerasan yang semakin luas adalah dengan mengamankan diri ke tempat aman, termasuk dalam hal menjauhkan diri dari pelaku, sehingga perilaku KDRT tidak berlanjut.
Kedua, mencari dukungan. Dukungan penuh dari orang terdekat adalah salah satu faktor yang dapat menguatkan secara diri terutama secara psikis.
Ketiga, bercerita. Menceritakan peristiwa yang dialami merupakan salah satu bentuk terapi. Tentu saja saat memutuskan untuk bercerita kita memilih orang yang tepat yang bisa dipercaya. Bercerita dapat dilakukan pada orang tua, sahabat, kelompok pendukung, maupun terapis.
ADVERTISEMENT
Keempat, menulis. Menulis merupakan salah satu bentuk pemulihan yang dapat dilakukan jika belum siap menceritakan pengalaman atau kondisi traumatis yang dialami, dengan menulis tekanan emosi dapat diluapkan sehingga stress berkurang.
Kelima mencari atau bergabung dalam kelompok pendukung. Bergabung dalam kelompok pendukung dapat membantu dalam memulihkan trauma, karena seseorang akan menyadari bahwa ia tidak sendiri, dan ada orang lain yang mengalami hal yang sama dan saling memberikan dukungan satu sama lainnya.
Keenam, melatih diri atau belajar tentang seluk beluk KDRT dan cara mengatasinya. Pengetahuan yang cukup terkait kekerasan dan penanganannya sangat diperlukan. Hal tersebut akan sangat membantu jika suatu saat berada dalam situasi yang sama, sehingga tahu apa yang harus dilakukan, siapa yang harus dihubungi atau bahkan cara memberikan kode / tanda bahwa saat ini sedang mengalami kekerasan dan butuh pertolongan.
ADVERTISEMENT
Ketujuh, melakukan kunjungan ke profesional kesehatan mental secara berkala untuk mendapatkan terapi tambahan lain sehingga membantu mempercepat proses pemulihan.
Kedelapan, latihan mengontrol trauma secara bertahap. Saat ada pemicu trauma, upayakan untuk mampu mengontrol gejala trauma yang muncul secara mandiri dengan teknik relaksasi, distraksi, meditasi, atau bahkan melakukan aktivitas yang digemari. Hal tersebut dapat mengalihkan fokus anda terhadap ingatan berkaitan dengan peristiwa traumatis.
Kesembilan, kembali membangun koneksi. Rasa trauma akan membuat seseorang menjadi tidak percaya dengan orang-orang dan lingkungan sekitar sehingga seseorang menarik diri dari lingkungan sosial.
“Rasa trauma dan peristiwa traumatis perlahan dapat ditangani atau dikontrol, mulailah menjalin hubungan kembali dengan lingkungan sosial yang membuat nyaman. Koneksi yang dibangun kembali memungkinkan seseorang mendapatkan dukungan dan dapat mengalihkan ingatan dari peristiwa traumatis,” pungkas Uswatun.
ADVERTISEMENT