Konten Media Partner

Waspada, Game Online Bisa Mematikan Rasa Empati Anak

5 Oktober 2020 17:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Boleh saja anak main game di sela-sela aktivitasnya, tetapi orang tua harus melakukan pengawasan dan pembatasan. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Boleh saja anak main game di sela-sela aktivitasnya, tetapi orang tua harus melakukan pengawasan dan pembatasan. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Sebuah fakta mengejutkan diungkapkan Direktur Pendidikan Indonesia Herritage Foundation (IHF) Florence Yulisinta Jusung terkait penggunaan game online pada anak-anak. Karena sekarang semakin banyak game online mengandung kekerasan yang sangat berbahaya untuk perkembangan psikologis mereka.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan penelitian Iowa State University US, bermain game yang mengandung kekerasan selama 20 menit saja dapat ‘mematikan rasa’. Jika terus menerus hingga kecanduan, bisa dibayangkan dampak buruknya bagi anak," ujar Florence, Senin (5/10).
Anak, lanjut Florence, akan mudah melakukan kekerasan dan kehilangan empati kepada orang lain. Florence lantas mencontohkan jika ada anak yang terlibat geng motor, tanpa rasa empati sedikitpun melukai lawannya hingga tak berdaya.
Atau saat melihat kecelakaan di jalan, bukannya menolong, si anak malah membiarkan korban begitu saja, dan lebih tragisnya malah bisa menjarah barang-barang korban. Ini merupakan beberapa contoh kasus anak yang telah mati rasa.
Besar kemungkinan anak-anak tersebut, kata Florence, sering menyaksikan adegan kekerasan pada game online. Sehingga ketika menyaksikan kejadian tersebut dalam dunia nyata, nuraninya menjadi tumpul.
ADVERTISEMENT
"Ketika seorang anak sejak dini sudah terpapar hormon-hormon negatif maka nantinya akan mengalami masalah kejiwaan," tegasnya.
Boleh saja anak main game di sela-sela aktivitasnya. Tetapi orang tua harus melakukan pengawasan dan pembatasan. Orang tua harus mengetahui konten dari game yang dimainkan anak. Untuk menghindarkan anak kecanduan perlu ada aturan dan menentukan batasan atau screen time.
"Screen time adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jumlah waktu yang diperbolehkan untuk melihat 'layar', termasuk televisi, komputer, smartphone, tablet, dan konsol game. Screen time difungsikan untuk mengontrol waktu anak-anak agar tidak berlebihan menggunakan perangkat elektronik," jelasnya.
WHO, kata Florence, telah merekomendasikan tentang waktu menatap layar. Dalam rekomendasi itu disebutkan, untuk anak berumur di bawah 2 tahun tidak diperbolehkan berinteraksi dengan gawai sama sekali. Sedangkan bagi anak usia 3-5 tahun maksimal 1 jam dengan pendampingan.
ADVERTISEMENT
"Nah untuk anak usia 6 tahun ke atas bisa selama 2 jam namun tetap dengan pendampingan dan pengawasan penuh orang tua," imbuhnya.
Mengajak anak-anak untuk disiplin menggunakan screen time tidak akan mudah. Partisipasi yang baik dari seluruh anggota keluarga untuk menerapkan aturan ini sangatlah diperlukan.