Konten Media Partner

Proses Permohonan Itsbat Nikah dan Urgensinya #3

10 Mei 2019 10:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustras: Pernikahan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustras: Pernikahan
ADVERTISEMENT
Pengertian Itsbat Nikah
ITSBAT berasal dari bahasa Arab atsbata-yutsbitu-itsbatan yang artinya adalah penguatan.
ADVERTISEMENT
Sedang dalam kamus ilmiah populer kata itsbat diartikan sebagai memutuskan atau menetapkan. Sedang Nikah dalam kamus hukum diartikan sebagai akad yang memberikan faedah untuk melakukan mut’ah secara sengaja, kehalalan seorang laki laki untuk beristimta’ dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi sahnya pernikahan tersebut secara syari.
Secara bersambung, penulis akan menyajikan tulisan terkait Proses Permohonan Itsbat Nikah dan Urgensinya.
Landasan Yuridis Pengadilan Agama terkait Itsbat Nikah
Ketentuan pasal undang-undang yang menjadi landasan yuridis bagi Pengadilan Agama untuk melakukan itsbat nikah adalah penjelasan Pasal 49 Ayat (2) angka 22 dan Pasal 7 Ayat (2) dan Ayat (3) huruf d Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan kedua ketentuan tersebut membatasi perkawinan yang dapat dimohonkan itsbat ke Pengadilan Agama hanya perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
ADVERTISEMENT
Dengan pembatasan tersebut, maka Pengadilan Agama tidak mempunyai payung hukum untuk menjalankan fungsinya secara optimal melakukan itsbat nikah. Sedangkan animo masyarakat untuk mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama terus meningkat seiring dengan adanya persyaratan administrasi dari sekolah-sekolah yang mewajibkan setiap anak yang akan masuk sekolah melampirkan foto kopi Akta Kelahiran, dan salah satu syarat adminsitrasi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Akta Nikah adalah Buku Nikah orang tua yang bersangkutan
Namun oleh karena itsbat nikah sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka hakim Pengadilan Agama melakukan “ijtihad” dengan menyimpangi tersebut, kemudian mengabulkan permohonan itsbat nikah berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (3) huruf e Kompilasi Hukum Islam, Apabila perkawinan yang dimohonkan untuk diitsbatkan itu tidak ada halangan perkawinan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka Pengadilan Agama akan mengabulkan permohonan itsbat nikah meskipun perkawinan itu dilaksanakan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Padahal, Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak termasuk dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu, penetapan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama tersebut, tidak lebih hanya sebagai kebijakan untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur tentang itsbat nikah terhadap perkawinan yang dilaksanakan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut diambil karena ternyata itsbat nikah oleh Pengadilan Agama itu, karena pertimbangan mashlahah bagi umat Islam. Itsbat nikah sangat bermanfaat bagi umat Islam untuk mengurus dan mendapatkan hak-haknya yang berupa surat-surat atau dokumen pribadi yang dibutuhkan dari instansi yang berwenang serta memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum terhadap masing-masing pasangan suami istri, termasuk perlindungan terhadap status anak yang lahir dari perkawinan itu, dan perlindungan terhadap akibat hukum yang akan muncul kemudian.
Dari kenyataan tersebut itu pula, Dirjen Badilag kemudian menjadikannya sebagai salah satu justice for all, khususnya bagi masyarakat Muslim yang miskin dan mereka yang termarjinalkan dalam bentuk sidang keliling di dalam maupun di luar negeri. (bersambung). */imm)
ADVERTISEMENT
Penulis: Drs. H. Sholikhin Jamik SH MH*
Editor: Imam Nurcahyo
*Penulis adalah Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro.
Artikel ini pertama kali terbit di: https://beritabojonegoro.com