Konten dari Pengguna

Efektivitas Subsidi KRL Berbasis NIK: Mungkinkah Ini Solusinya?

Bima Aditya
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPNVJ
16 Oktober 2024 19:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bima Aditya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kereta Rel Listrik. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kereta Rel Listrik. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Kereta Rel Listrik menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan mobilisasi kemanapun. Mulai dari pergi bekerja, sekolah, hingga ke tempat-tempat rekreasi sekalipun, Kereta Rel Listrik menjadi pilihan yang diminati masyarakat. Dengan jangkauan tempat yang meluas ke beberapa daerah hingga tarif yang relatif murah, layanan serta fasilitas yang nyaman dan aman, menjadikan Kereta Rel Listrik pilihan yang baik bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Namun beberapa bulan kebelakang ini, banyak sekali portal berita serta media yang memberitakan perihal subsidi tarif KRL yang dulunya berbasis Public Service Obligation (PSO), kini direncanakan untuk dirubah menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada tahun 2025. Kebijakan ini ditemukan pada Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025. Isi pada dokumen tersebut berupa perencanaan anggaran 2025 dan beberapa yang nantinya akan ditujukan kepada PT Kereta Api Indonesia guna peningkatan kualitas dan inovasi layanan kereta api. Namun hal yang menarik perhatian media dan masyarakat ialah poin yang menyatakan adanya perubahan pada kebijakan yang dikatakan akan menerapkan tiket elektronik berbasis NIK pada pengguna KRL. Tujuan utama dari perubahan kebijakan ini adalah agar subsidi yang diberikan pemerintah kepada pengguna KRL menjadi tepat sasaran, tetapi kebijakan ini memunculkan pertanyaan, apakah betul perbaikan kebijakan ini adalah solusinya?
Ilustrasi Peron Kereta Rel Listrik. Foto: Pexels
Polemik ini menuai opini pro dan kontra tetapi sepengelihatan penulis, ada beberapa opini yang menyatakan ketidaksetujuan atas perubahan kebijakan ini. Pada dasarnya kebijakan ini akan memberlakukan tarif yang berbeda-beda pada setiap penggunanya sesuai dengan tingkat ekonomi seseorang. Singkatnya para pengguna KRL yang memiliki tingkat ekonomi menengah kebawah akan mendapatkan subsidi tarif yang lebih murah apabila dibandingkan dengan pengguna lainnya. Ketidaksetujuan ini berasal dari rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh pengguna KRL itu sendiri. Mengutip dari BBC News Indonesia pada artikel nya yang memberitakan perihal perubahan kebijakan ini, salah seorang pendiri dari media Jalur5 Community, Misael S mengungkapkan ketidaksetujuan beliau atas kebijakan yang direncanakan ini. Beliau sendiri adalah pengguna KRL yang menggunakan layanan transportasi ini sebagai mobilisasi ke tempat kerjanya.
ADVERTISEMENT
“Di mana-mana transportasi massa itu tarifnya satu dan sama, mau kaya atau miskin enggak dibeda-bedakan. Jadi saya bingung dan kaget akan ada pemisahan tarif subsidi bagi yang kurang mampu, padahal layanannya sama,” ucap beliau mengutip dari portal berita BBC News pada, Senin 02/09.
Opini tersebut merupakan satu dari beberapa opini lainnya yang mengungkapkan ketidaksetujuan atas perubahan kebijakan ini. Utamanya menurut pendapat penulis adalah, pemberlakuan tarif subsidi KRL berbasis NIK ini akan menuai konflik sosial berupa kecemburuan dan rasa tidak adil bagi sesama pengguna layanan KRL. Penulis sendiri menggunakan layanan transportasi umum di luar KRL dan tidak pernah adanya ketimpangan dalam segi tarif yang diberlakukan pada tiap-tiap penggunanya. Setiap penumpang mendapatkan layanan yang sama, fasilitas yang sama, sehingga sudah sepatutnya tarif yang diberikan pun sama kepada seluruh pengguna layanan transportasi umum.
ADVERTISEMENT
Ketika suatu kebijakan ekonomi seperti ini akan diberlakukan, pastinya tidak hanya berjalan satu hingga dua tahun saja. Kebijakan seperti ini akan berlangsung dalam waktu yang panjang, sampai pada akhirnya ditemukan kebijakan baru yang dirasa lebih menguntungkan untuk jangka waktu yang lebih panjang. Ibarat kata, ketika tidak adanya pemberlakukan kebijakan subsidi baru, otomatis anggaran akan naik secara terus menerus. Kebijakan ini dianggap tepat sasaran karena subsidi memang seharusnya diberikan kepada kalangan menengah kebawah. Masyarakat yang memiliki kelebihan dari segi ekonomi seharusnya tidak mendapatkan subsidi. Namun kembali lagi kepada konflik yang bisa saja terjadi, layanan yang didapatkan oleh setiap pengguna itu sama dan tidak ada yang lebih diuntungkan daripada yang lainnya. Sehingga konsep ini harus dikaji secara mendalam dan dilihat kembali kemana target sasaran ini tertuju dan bagaimana pengimplementasiannya ketika di lapangan.
Ilustrai Kereta Rel Listrik. Foto: Pexels
Rasanya kebijakan ini harus kembali dipikirkan secara lebih matang agar betul-betul subsidi yang diberlakukan tepat sasaran. Yang ditakuti pula adalah nantinya kebijakan ini akan sulit untuk diberlakukan terutama bagi masyarakat menengah kebawah. Mereka yang secara tidak langsung tidak dekat dengan dunia digital bisa saja mengalami kesulitan dalam segi mendaftarkan NIK mereka agar mendapatkan layanan subsidi tersebut. Akibat daripada itu adalah akan timbulnya masalah-masalah baru dan protes dari masyarakat yang terus menerus berdatangan. Kenyataannya implementasi kebijakan baru membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Merealisasikannya pun bukan tugas mudah bagi pemerintah maupun bagi masyarakat pengguna layanan KRL itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun di luar itu semua, kebijakan ini masih terus dikaji dan didiskusikan oleh pihak Kemenhub mengenai penggunaan NIK dan juga kenaikan tarif KRL. Tentu saja pada setiap kebijakan akan ada kelebihan dan kekurangannya tersendiri, tetapi yang dapat dilihat pula adalah bagaimana pihak KAI sendiri juga siap untuk memberlakukan kebijakan apa saja, yang menurut pemerintah akan memberikan dampak yang baik terutama dalam segi ekonomi, apabila membicarakan perihal subsidi kepada masyarakat.
Tentunya harapan yang diinginkan oleh pemerintah juga merupakan implementasi terbaik yang nantinya akan dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat luas, oleh karena itu dibutuhkan juga suara-suara, opini, gagasan, kritik, serta saran dari masyarakat terkhusus lagi yang secara aktif menggunakan layanan transportasi umum tersebut, guna memberikan masukan terbaik kepada setiap kebijakan yang akan diberlakukan.
ADVERTISEMENT