Konten dari Pengguna

Globalisasi Makanan: Bagaimana Gastrodiplomacy Bisa Mengangkat Kuliner Nusantara

Moehammad Bintang Aimar Andika
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret Surakarta
27 April 2025 14:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moehammad Bintang Aimar Andika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini, di Indonesia, kita bisa melihat fenomena globalisasi makanan yang ditandai dengan semakin banyaknya makanan dari Jepang dan Barat yang digemari, terutama di kota-kota besar. Makanan seperti sushi, ramen, pizza, dan burger kini menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban yang serba cepat dan praktis. Hal ini terjadi karena pengaruh globalisasi yang memudahkan akses terhadap berbagai budaya dan teknologi, sehingga makanan internasional menjadi mudah ditemukan dan banyak diminati, terutama oleh generasi muda yang lebih terbuka terhadap tren global.
Ilustrasi Foto Kuliner Nuansa Nusantara (Foto dibuat oleh AI)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto Kuliner Nuansa Nusantara (Foto dibuat oleh AI)
Globalisasi kuliner memiliki dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, makanan cepat saji dan makanan asing yang mudah didapatkan mulai menggantikan beberapa makanan tradisional yang biasanya memerlukan waktu lebih lama untuk disiapkan dan memiliki rasa yang khas. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang hilangnya keunikan dan keberadaan kuliner tradisional Indonesia yang merupakan bagian dari identitas budaya kita. Namun, di sisi lain, globalisasi juga memberikan kesempatan besar bagi makanan tradisional Indonesia untuk dikenal di tingkat internasional. Dengan bantuan teknologi dan media sosial, promosi kuliner lokal ke pasar global menjadi lebih cepat. Makanan tradisional seperti rendang, nasi goreng, dan rawon kini mulai dijual dan dihargai di luar negeri, sehingga menjadi bagian dari daya saing Indonesia di era revolusi industri 4.0.
ADVERTISEMENT
Gastrodiplomacy adalah sebuah konsep diplomasi yang memanfaatkan makanan sebagai cara untuk membangun hubungan antarnegara dan memperkenalkan budaya suatu bangsa kepada dunia. Dengan gastrodiplomacy, negara bisa mempromosikan kuliner khasnya sebagai simbol identitas budaya sekaligus sebagai alat diplomasi budaya yang efektif. Misalnya, Indonesia dapat menggunakan gastrodiplomacy untuk memperkenalkan makanan tradisionalnya di kancah internasional, yang tidak hanya dapat meningkatkan citra budaya, tetapi juga membuka peluang ekonomi melalui pariwisata dan ekspor makanan. Selain itu, gastrodiplomacy juga bisa menjadi strategi untuk melestarikan kuliner tradisional di tengah derasnya pengaruh makanan asing akibat globalisasi. Dengan memahami pentingnya gastrodiplomacy, kita bisa melihat bagaimana makanan bukan hanya sekadar kebutuhan sehari-hari, tetapi juga alat yang kuat untuk menjalin hubungan antarbangsa dan melestarikan warisan budaya. Mari kita eksplor lebih dalam tentang bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan konsep ini untuk memperkuat posisinya di dunia internasional.
ADVERTISEMENT
Secara singkat, munculnya dominasi makanan Jepang dan Barat di Indonesia adalah salah satu dampak dari globalisasi yang mengubah pola konsumsi dan budaya makan masyarakat. Namun, dengan menggunakan pendekatan gastrodiplomacy, Indonesia bisa memanfaatkan globalisasi ini sebagai kesempatan untuk memperkuat identitas kuliner lokal dan meningkatkan daya saing di tingkat internasional. Kunci untuk memastikan makanan khas Indonesia tetap ada dan dikenal di dunia adalah melalui adaptasi dan inovasi dalam memperkenalkan kuliner tradisional, sehingga tetap mempertahankan nilai budaya aslinya.

Tinjauan Pustaka

Putra, V. (2025). Kuliner tradisional dan globalisasi: Ancaman atau peluang bagi identitas budaya. kumparan.com.