Konten dari Pengguna

Eling lan Waspada, Perubahan, dan Ilusi Taken for Granted

Bintang Corvi Diphda
Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya.
24 Juli 2024 14:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bintang Corvi Diphda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dibuat dengan Chat GPT
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dibuat dengan Chat GPT
ADVERTISEMENT
Ada sebuah pepatah yang mengatakan, “manusia itu tempatnya salah dan lupa.” Pepatah tersebut mungkin ada benarnya. Manusia memang sering lupa terhadap hal-hal di sekitarnya. Hal itu termanifestasi dalam ketidaksadaran terhadap existing condition yang sedang dialami.
ADVERTISEMENT
Manusia sering lupa, lupa bahwa segala sesuatu dan kondisi yang ada di kehidupannya merupakan hal temporer. Itu berarti bahwa semua hal yang ada selalu dalam keadaan in the making, ongoing, atau dinamis. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semua hal pasti akan berubah. Seperti ungkapan Heraclitus yang berbunyi “Change is the only constant
Seseorang yang lupa terhadap adanya perubahan akan menganggap bahwa segala hal yang ada di sekitarnya akan selalu sama seperti apa yang ada di masa sekarang. Ia menganggap bahwa semua hal itu akan selalu tetap seperti itu, semua hal yang dimiliki adalah pemberian yang akan selalu ada bersamanya, atau istilah yang lebih populer dikenal dengan “taken for granted

Sikap Taken for Granted

Taken for granted merupakan sebuah idiom dalam bahasa Inggris. Idiom tersebut dapat dipahami sebagai suatu sikap menerima sebuah hal secara cuma-cuma, merasa bahwa hal tersebut sudah pasti akan selalu seperti itu dan tidak merasa bahwa hal tersebut bisa tergantikan ataupun berubah.
ADVERTISEMENT
Hal seperti ini dapat menimbulkan berbagai implikasi, seperti sikap kurang apresiatif ataupun kurang bersyukur. Karena, seseorang yang taken for granted terhadap suatu hal akan menganggap bahwa hal tersebut akan selalu seperti itu, dan memang seharusnya akan selalu seperti itu. Sehingga, ia akan menganggap bahwa hal tersebut biasa-biasa saja, atau bahkan tidak bernilai baginya.

Risiko Terlalu Taken for Granted

Sikap seperti ini tentu berbahaya. Mengapa demikian, tentu saja karena setiap hal atau keadaan tidak akan selalu sama, semua hal itu temporer dan dinamis. Ketika seseorang merasa bahwa keadaan tidak akan pernah berubah, ia akan menganggap remeh usaha dan upaya yang harus dilakukan agar keadaan tersebut bisa dipertahankan.
Seperti seseorang yang terlahir dari sebuah keluarga kaya raya, seseorang yang terlahir dalam keadaan yang damai dan tentram, atau seseorang yang berada pada keadaan yang baik-baik saja. Ketika orang tersebut tidak sadar akan potensi perubahan pada keadaannya, maka ia bisa saja tidak mau melakukan upaya untuk mempertahankan keadaan itu.
ADVERTISEMENT
Contohnya, keadaan damai dan tentram, hal ini dapat terlihat dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang taken for granted dengan keadaan damai dan tentram dalam suatu masyarakat akan berpotensi menjadi tidak peduli dan tidak berupaya untuk terus menjaga dan mempertahankan kondisi damai dan tentram itu. Bahkan, ia bisa saja melakukan hal-hal yang menimbulkan konflik.
Ia lupa, bahwa keadaan damai dan tentram itu harus selalu diperjuangkan dan dipertahankan, seperti dengan menjalin komunikasi yang baik dengan sesama anggota masyarakat, saling menghargai perbedaan dalam kehidupan keseharian. Hal-hal tersebut perlu dilakukan secara terus menerus agar keadaan damai dan tentram dapat terjaga.
Contoh lain yang dapat digunakan adalah keadaan damai dan tentram pada suatu negara. Kita sekarang sering melihat berbagai pemberitaan mengenai konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah, yang mana konflik tersebut menimbulkan banyak korban jiwa. Tentunya, hal tersebut terjadi karena pihak-pihak yang berkonflik tidak mau memperjuangkan kedamaian dan ketentramannya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang berada pada situasi damai dan tentram tentu patut bersyukur serta selalu memperjuangkan dan mempertahankan kondisi ini, jangan taken for granted dengan keadaan yang damai dan tentram ini.

Eling Lan Waspada

Lalu, bagaimana kemudian agar seseorang bisa terhindar dari sikap taken for granted tersebut? Menurut hemat saya, untuk menghindari sikap tersebut, seseorang bisa menerapkan sebuah konsep lama dari kebudayaan Jawa. Konsep tersebut adalah “eling lan waspada
Eling lan waspada dapat dipahami sebagai ajaran agar manusia selalu ingat dan waspada dalam kehidupannya, eling yang berarti ingat dan waspada yang berarti waspada, atau secara lebih sederhana, konsep tersebut dapat dipahami seperti konsep “mawas diri”
ADVERTISEMENT
Konsepsi ini sendiri muncul dari khazanah tradisi Jawi/tasawuf akhlaqi. Istilah ini diambil dari satu bait akhir tembang sinom Serat Kalatida karya Raden Ngabehi Ronggo Warsito; “Sak begja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling lan waspada!” (Seberuntung- beruntungnya orang yang lalai, lebih beruntung orang yang tetap ingat dan waspada).
Terdapat banyak sumber yang membahas mengenai tafsiran eling lan waspada dalam kehidupan sehari-hari, mayoritas bahasan tersebut membahas dalam lingkup spiritual atau keagamaan. Eling lan waspada ditafsirkan sebagai keharusan seorang manusia untuk selalu ingat terhadap Tuhan agar kemudian ia tidak tersesat dalam perjalanan.
Namun, di sini saya akan coba memberikan pandangan saya mengenai pemaknaan eling lan waspada dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk melawan sikap taken for granted dalam diri seseorang.
ADVERTISEMENT

Eling Lan Waspada untuk Menghindari Sikap Taken for Granted

Sederhananya, untuk melawan sikap taken for granted, eling lan waspada perlu dimaknai bahwa sebagai seorang manusia, dalam kehidupan sehari-hari, ia harus selalu ingat bahwa segala sesuatu itu dapat berubah, tidak ada yang tetap dan abadi. Maka dari itu, dari adanya sikap ingat terhadap adanya perubahan, maka akan muncul kewaspadaan terhadap segala potensi perubahan dan dinamika di masa mendatang.
Hal tersebut yang kemudian menjadi landasan utama. Sehingga, ia harus selalu siap terhadap perubahan itu, atau jika memang ia tidak mau keadaan tersebut berubah, maka ia harus melakukan upaya untuk dapat mempertahankan keadaan tersebut.
Jika seseorang dapat memahami prinsip dasar ini dengan sangat baik, niscaya dia akan selalu mempunyai semangat untuk terus berusaha dalam kehidupannya. Hal tersebut didasari oleh pemahaman bahwa jika ia tidak berusaha, maka keadaan yang dia miliki sekarang dapat berubah ke arah yang tidak diinginkan. Begitu pula dengan waspada, jika ia tidak waspada, maka kapan saja ia dapat dihempaskan oleh perubahan.
ADVERTISEMENT

Menjadi Manusia yang Selalu Ingat, Waspada, Bersyukur dan Berjuang

Sebagai penutup, konsep eling lan waspada dapat menjadi suatu pintu masuk bagi seseorang untuk tidak terlena dengan keadaan yang dimilikinya. Memang, terdapat banyak konsep serupa seperti eling lan waspada. Namun, konsep eling lan waspada, setidaknya menjadi salah satu instrumen untuk memperkuat fondasi pemahaman seseorang sehingga ia tidak akan menjadi manusia yang selalu taken for granted. Serta, ia akan menjadi manusia yang selalu ingat, waspada, bersyukur, dan berjuang.