Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Cerpen: Dermaga Terakhir
14 November 2022 21:41 WIB
Tulisan dari BINTANG WIJAYA AS DARMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aroma tanah bekas hujan semalam masih tersisa di indra penciuman Bani. Sudah hampi empat puluh menit dirinya menunggu di teras rumah Rita yang belum juga kunjung keluar karena belum mendapatkan izin dari suaminya. Sudah tiga tahun lebih rumah tangga Rita dan Sukri berjalan dengan harmonis dan dikaruniai gadis cantik dan lucu berusia dua tahun satu bulan bernama Amina, gadis yang baru bisa mengeja beberapa kata dan terlihat gembira lari-larian dihalaman rumah sembari memetik beberapa bunga yang masih basah air hujan.
ADVERTISEMENT
“Aminah, jangan main kotor yah kamu sudah mandi loh!” Kata Sukri, pria tiga puluh tahun kepada gadis cantik yang mengorek tanah dengan batu yang runcing ujungnya.
“Cantik sekali dia” Puji Bani kepada Amina untuk Sukri.
“Jadi persingkat saja maksud Tuan kemari!” tegas Sukri menghiraukan pujian tersebut.
“Tidak ada yang aneh bung, saya hanya ingin bertamu. Bukankah dalam memuliakan tamu, tuan rumah menawarkan minum?” tanya Bani.
“Air putih saja sudah cukup” jelas Sukri.
Tidak ada satu titik wajah senang Sukri menerima Bani sebagai tamunya. Sukri tahu, Bani dulu memiliki hubungan spesial dengan Rita dan hingga saat ini dua insan tersebut masih belum saling melupakan. Sukri tidak ingin ada hubungan antara mereka berdua lagi mengingat Rita telah memiliki anak dari Sukri. Dari dalam rumah Rita terus meneteskan air matanya karena merasa tidak adil jika dia tidak diperkenankan bertemu dengan Bani namun pada satu sisi dia juga sadar kini tubuh serta hatinya sepenuhnya milik pria yang lamarannya diterima oleh orang tua Rita.
ADVERTISEMENT
“Mas, izinkan diriku bertemu dengannya. Rita tahu, tidak sopan jika perempuan milik pria yang telah menjadi istrinya bertemu dengan masa lalunya yang pernah jadi indah. Rita janji tidak ada hal lebih yang akan terjadi di antara kami berdua selain bertemu dan menanyakan kabar. Kamu boleh mendampingi diriku, suamiku” dengan isak tangis dari bibir Rita yang gemetar meminta restu suaminya.
“Lantas bagaimana dengan hatiku? Tidak adakah malu dalam dirimu meminta izin seperti itu kepada suamimu?” tegas Sukri.
“Mas, Rita bahagia hidup dengan Mas Sukri. Tidak ada harapan lebih lagi dalam hati Rita kepada Bani. Saya hanya ingin menemuinya untuk menghakimi kesalahannya” jelas Rita.
“Tidak kuat hati ini akan kecemburuan yang dilihatnya, Rita. Aku mengizinkan namun jangan di rumah ini, dan jangan pula kamu mengizinkannya melewati daun pintu itu. Aku ingin kamu dan dirinya menikmati pertemuan ini dalam waktu dua jam saja. Aku telah kehilangan harga diri mengizinkanmu, namun aku teringat akan janjiku kepadamu ketika kupinang bahwa aku berjanji akan membuatmu bahagia” hati Sukri tetap cemburu meskipun tidak melihat secara langsung namun lebih hancur lagi jika dirinya melihat.
ADVERTISEMENT
Dengan pipi yang masih basah, Rita mencium tangan suaminya dan pamit berjalan bersama Bani. Hina dalam diri Rita berjalan bersama pria yang tidak sah namun dirinya adalah istri sah dari seorang pedagang besar di dusun tersebut, istri sah dari pria yang benar-benar mencintainya.
Dalam perjalanan tersebut Rita tidak ingin berjalan sejajar dengan Bani. Rita membiarkan Bani memipin arah perjalanan tersebut. Dalam tunduknya, Rita tidak lagi menangis namun terus bertanya-tanya tentang apa yang harus dirasakannya sekarang? Dia bahagia namun malu juga dilihat oleh warga dusun yang mulai membisik tentang Bani yang baru saja muncul setelah sekian lamanya dia menghilang. Semua warga dusun mengetahui kisah cinta yang sakit dari Bani dan Rita.
ADVERTISEMENT
Perjalannya makin menurun dan mengarah ke sungai yang besar dan dapat dilalui kapal-kapal yang menjadi kendaraan angkutan bahan pangan dan kebutuhan warga dusun serta jadi satu-satunya jalur yang menjadi akses penghubung antar dusun agar jarak tempuhnya lebih singkat dibanding menggunakan jalur darat.
“Mengapa dirimu membawaku ke tempat ini, Bani?” tanya Rita.
“Aku mendengar dari nelayan di sini, katanya kembang desa di dusun ini sudah lama tidak berkunjung ke dermaga ini, katanya lagi terakhir kali dirinya mengunjungi ini ketika diriku berpamitan dengannya. Apakah kehadiranku tidak ditunggu olehnya?” tanya Bani.
“Apakah itu dirimu anggap sebagai perbuatan yang jahat?” tanya Rita yang mulai meneteskan air mata.
“Jika tidak jahat, lantas apa yang mesti ku katakan melihat wanita yang sangat kucintai kini melahirkan anak dari hubungan sah dengan laki-laki yang dulu tidak dicintainya, dari pria hasil perjodohan orang tuanya?” Bani mulai ikut meneteskan air matanya.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada pilihan lain, Bani. Aku sudah mulai menua, orang tuaku telah menuntut cucu dari rahimku. Sukri telah berjanji akan membuatku bahagia, Bani” jelas Rita.
“Apakah aku tidak bisa membuatmu bahagia, Rita?” tanya Bani dengan nada tinggi.
“Jika kamu akan membuatku bahagia, kamu tidak akan meninggalkanku dalam kerinduan, Bani. Lantas sekarang siapakah yang menjadi pelaku atas kejahatan ini?” tanya Rita yang mulai memanas.
“Aku rela menunggu jandamu demu mempersuntingmu, Rita” Bani terus terang.
Tangan Rita menampar pipi Bani. Tangisan Rita kini berganti kecewa dengan perkataan Bani barusan, kini raut wajahnya seperti membenci Bani dalam dendam. Namun Bani tidak menunjukkan mimik candaan dalam dirinya.
“Ini dermaga terakhirku, aku ingin kamu ikut denganku. Kita membangun rumah tangga di tempat lain Rita. Aku sangat sayang kamu, Rita” jelas Bani.
ADVERTISEMENT
“Bani, kamu sudah gila akan cinta. Bagaimana dengan anakku, Bani? Aku tidak akan menjadi perempuan khianat kepada suamiku. Jangan buat aku membencimu, Bani!” Rita semakin kecewa.
“Aku tidak akan menginjakan kaki di dermaga ini lagi. Aku tidak mengancam, namun aku akan ke negeri yang berjarak tiga bulan ke sana. Aku minta maaf telah menjadi penjahat dalam kisah cintamu. Kisah cinta yang kita mulai delapan tahun yang lalu, saat aku pertama kali bertemu denganmu di dermaga ini, saat kamu duduk di tepi sana dan membaca buku keluaran tahun 1878 yang katamu akan membangun cinta yang kasih dan indah sampai akhir hayatmu seperti tokoh perempuan dalam cerita tersebut bersamaku. Kamu tidak berjanji akan itu, namun aku ingin mewujudkannya. Kini sekarang aku telah membenci diriku. Jika Tuhan turun dihadapanku dan menjanjikan satu permintaan, maka yang kuminta waktu diubah ketika pertama kali kita berjumpa” dengan gemetar dan menangis Bani menjelaskan.
ADVERTISEMENT
“Cukup, Bani. Setiap katamu akan menyakitiku. Aku sungguh masih mencintaimu namun itu tidak pantas aku ucapkan, aku telah menjadi istri pria lain. Bani, jangan sakiti diriku lagi” mohon Rita.
“Rita, apakah kamu tidak sadar kamu juga menyakitiku?” tanya Bani semakin menangis.
“Bani, aku izin pamit. Anakku pasti mencariku” dengan tangisan Rita membalik badannya dan meninggalkan dermaga tersebut.
“Rita, izinkan aku memelukmu untuk yang terakhir. Aku memohon” bujuk Bani.
“Bani, aku menjaga kehormatan suamiku dan diriku. Untuk permohonanmu itu aku tidak menerima. Bani, selamat tinggal” tangisannya terdengar menjauh.
Bani terus melihat Rita berjalan menjauh dari dirinya hingga tidak terlihat lagi satu helai kain yang melekat dalam dirinya. Dengan kecewa dan terus teringat dengan anak perempuan yang menghampirinya pagi tadi di teras rumah Rita, dalam benaknya anak itu harus lahir dari rahim Rani namun hasil dari hubungannya, bukan dari pria lain. Tidak ada air mata lagi yang menetes di pipi Bani, kini dirinya hanya terdiam, kecewa, dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi. Tidak ada kata maaf untuk dirinya, hingga akhir hayatnya, Bani tidak memaafkan dirinya.
ADVERTISEMENT
Dalam pelukan Sukri, Rita menangis akan apa yang terjadi. Bagi Sukri, Rita telah menjadi wanita hebat karena berani mempertahankan kehormatan keluarganya dibanding mengikuti ego untuk pria yang telah meninggalkannya selama bertahun-tahun. Keduanya dalam trauma yang sama, dan dermaga tersebut menjadi dermaga terakhir bagi Bani karena kapal yang ditumpangi menuju Portugis tidak pernah bersandar di dermaga mana pun. Laut telah menenggelamkan kisah cinta mereka dan menjadikan tubuh Bani bagian dari laut tersebut.