Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Urgensi Penguatan Industri Pertahanan Nasional
10 April 2021 7:24 WIB
Tulisan dari Boy Anugerah LUSOR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Industri pertahanan merupakan industri nasional, baik milik pemerintah (BUMN) maupun swasta, yang produk-produknya dimaksudkan untuk kepentingan pertahanan negara. Eksistensi industri pertahanan sendiri merupakan respons dari tuntutan pemenuhan akan Minimum Essential Forces (MEF) di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI), sekaligus langkah mitigatif atas kemungkinan embargo dari negara lain, seperti yang pernah dialami oleh Indonesia yang pernah terkena embargo pemerintah Amerika Serikat pada dekade 1990-an.
ADVERTISEMENT
Suatu negara yang memiliki industri pertahanan yang tangguh diproyeksikan akan memiliki keuntungan komparatif dalam lingkungan strategis global karena dianggap memiliki kapasitas untuk melakukan efek penangkal (deterrence) serta kemampuan untuk menjawab ancaman dan tantangan yang kerap berubah.
Secara historis, Indonesia sudah sejak lama mengembangkan industri pertahanan. Puncaknya adalah pada zaman orde baru di bawah kepemimpinan Menteri Riset dan Teknologi RI pada waktu itu, Prof. Dr. B.J. Habibie. Selama mengemban tugasnya, Habibie memperkenalkan rencana progresif untuk industri pertahanan dan menetapkan industri pertahanan sebagai sektor yang strategis. Pada masa itu, banyak perusahaan yang saat ini berperan sebagai pelaku kunci industri pertahanan didirikan. Salah satunya adalah PT. IPTN (sekarang bernama PT. Dirgantara Indonesia), tempat Habibie mengembangkan pesawat CN-235 bersama CASA dari Spanyol pada 1980-an. PT. IPTN juga hampir memproduksi pesawat penumpang pertama Indonesia bernama N-250. Hanya saja krisis moneter pada 1998 telah menghancurkan industri tersebut.
ADVERTISEMENT
Keberadaan industri pertahanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan alutsista sangatlah penting dan diharapkan dapat menjadi salah satu ujung tombak dalam pengembangan sistem pertahanan negara secara mandiri guna memenuhi kualitas dan kuantitas dari kebutuhan alutsista negara sesuai dengan potensi dan kondisi ancaman yang dinamis. Industri pertahanan nasional juga sangat diperlukan dalam rangka efisiensi dan diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi negara karena dapat memproduksi alutsista secara mandiri dan mengurangi ketergantungan alutsista dari negara-negara lain.
Kemajuan sebuah industri pertahanan juga dipengaruhi oleh perkembangan dan penerapan teknologinya. Hal tersebut berkorelasi dengan ancaman yang semakin bervariasi dan kompleks sehingga menuntut industri pertahanan untuk terus melakukan inovasi .
Secara umum, pemain industri pertahanan Indonesia meliputi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swatsa. Bisnis utama mereka adalah produksi peralatan militer, produksi komponen, suplai bahan baku, serta pelayanan purna jual yang meliputi perawatan dan perbaikan. Pemain-pemain utama di sektor industri pertahanan Indonesia antara lain PT. Pindad yang menangani senjata militer di darat, PT. PAL Indonesia untuk produksi alat-alat militer di laut serta galangan kapal, serta PT. Dirgantara Indonesia untuk produksi alat-alat militer di udara. Yang menjadi konsumen produk-produk mereka antara lain Kemenhan RI, TNI, Polri, serta pihak-pihak luar melalui skema ekspor. Sebagai contoh, PT. Pindad telah mengeskpor senapan serbu ke Bangladesh dan Uni Emirat Arab. Perusahaan ini juga telah mengeskpor panser Anoa ke Brunei Darussalam, Pakistan, dan Timor Leste.
ADVERTISEMENT
Meskipun industri pertahanan sudah lama eksis di tanah air dan memberikan kontribusi yang tidak bisa dikesampingkan, namun tidak dimungkiri bahwa masih banyak hal yang harus dikembangkan dan ditingkatkan agar bisa mengimbangi pesatnya kebutuhan di bidang pertahanan keamanan serta semakin canggihnya ancaman keamanan yang dihadapi. Beberapa kendala dalam pengembangan industri pertahanan di dalam negeri antara lain, kapasitas industri pertahanan yang lebih didominasi aktivitas merakit (assembling) ketimbang produksi mandiri, ketergantungan bahan baku dari negara lain (lebih dari 80 persen bahan baku masih diimpor), alih teknologi yang belum optimal dari negara eksportir, belum adanya badan khusus yang melakukan penelitian dan pengembangan di bidang industri pertahanan, serta belum adanya kerja sama yang strategis dan berkesinambungan dengan para konsumen seperti Kemenhan RI, TNI, dan Polri sehingga belum ada kesesuaian antara produksi dan permintaan (supply and demand).
ADVERTISEMENT
Permasalahan lainnya yang paling krusial, serta menjadi induk kelemahan dari kapasitas alutsista nasional adalah belum idealnya postur anggaran pertahanan yang dimiliki. Dengan kondisi sedemikian, sulit mengharapkan industri pertahanan dalam negeri menjadi tulang punggung bagi ketersediaan alutsista yang memadai bagi Kemenhan RI, TNI, dan Polri sebagai komponen utama pertahanan dan keamanan negara serta menopang kokohnya ketahanan nasional.
Sebagai contoh empirik, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, kapasitas alutsista yang dimiliki oleh Indonesia secara kuantitatif masih relatif lebih banyak. Tetapi jika melihat dari aspek kualitas, yakni modernitas dan kemajuan teknologi, bisa dikatakan tergolong rendah. Apalagi jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, dua negara tetangga di kawasan, sehingga secara tidak langsung menjadi warning signal bagi Indonesia terkait potensi terjadinya pelanggaran dan gangguan keamanan, terlebih lagi di wilayah perbatasan. Sistem pertahanan yang tangguh diyakini dapat meningkatkan bargaining position sebuah negara di mata dunia internasional. Oleh karena itu, penguatan industri pertahanan menjadi sangat penting di era globalisasi dan revolusi industri 4.0 saat ini guna menopang kokohnya ketahanan nasional di segala bidang, khususnya pertahanan dan keamanan.