Konten dari Pengguna

Program Kampung Iklim sebagai Upaya Lokal dalam Mendukung Paris Agreement

Febrianti Nur Qothimah
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret Surakarta
8 April 2025 17:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Febrianti Nur Qothimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: https://www.shutterstock.com/shutterstock/photos/1803261499/display_1500/stock-photo-symbol-for-limiting-global-warming-male-hand-turnee-a-cube-and-changes-the-expression-c-to-1803261499.jpg
zoom-in-whitePerbesar
Source: https://www.shutterstock.com/shutterstock/photos/1803261499/display_1500/stock-photo-symbol-for-limiting-global-warming-male-hand-turnee-a-cube-and-changes-the-expression-c-to-1803261499.jpg
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini, yang menyebabkan berbagai dampak negatif pada aktivitas manusia. Fenomena ini menyebabkan peningkatan suhu global, ketidakpastian pola curah hujan yang mengancam produksi pangan, serta naiknya permukaan air laut yang meningkatkan risiko banjir. Tidak hanya mengancam kesehatan manusia, meningkatkan angka kematian, dan mempengaruhi angka produktivitas, tetapi juga memperburuk frekuensi bencana alam, seperti kekeringan dan kebakaran hutan yang diakibatkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK). Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka perubahan iklim akan semakin buruk terhadap kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari Global Carbon, total emisi CO2 Indonesia mencapai lebih dari 700 juta ton (Mt) pada tahun 2023. Tingginya emisi CO2 yang dihasilkan memberikan tantangan yang besar bagi Indonesia dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi perubahan iklim, diperlukan pendekatan global dan lokal yang terkoordinasi. Mitigasi dan adaptasi menjadi upaya utama dalam menangani permasalahan tersebut. Mitigasi berfokus pada pencegahan atau pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer, seperti penggunaan energi terbarukan dan membangun sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan. Sementara itu, adaptasi bertujuan untuk meminimalisir kerusakan atau dampak yang ditimbulkan dengan memanfaatkan berbagai peluang yang akan muncul, seperti peningkatan ketahanan infrastruktur terhadap cuaca ekstrem dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Menangani Perubahan Iklim Melalui Paris Agreement
Pada tahun 2015, terdapat 196 negara yang mengadopsi perjanjian terkait perubahan iklim pada saat Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP21) di Paris. Perjanjian ini mulai berlaku pada tahun 2016, dengan tujuan untuk membatasi peningkatan suhu global dibawah 2°C, serta berupaya maksimal agar peningkatannya tidak melebihi 1,5°C dibandingkan pada masa pra-industri.
ADVERTISEMENT
Dalam perjanjian ini, setiap negara harus menetapkan Rencana Aksi Iklim Nasional yang disebut Nationally Determined Contributions (NDC). Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasi perjanjian tersebut. NDC Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK mencapai sebesar 29% dengan upaya domestik dan 41% dengan dukungan internasional. Untuk mencapai target tersebut, APBN Indonesia menganggarkan sebesar 3,4 triliun dari total kebutuhan iklim. Indonesia menyerahkan dokumen NDC untuk pertama kalinya pada tahun 2016.
Implementasi Program Kampung Iklim sebagai Perwujudan Rencana Aksi Iklim Nasional
Untuk mencapai target NDC, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Indonesia membentuk Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon (RK2IK) sebagai pusat pelayanan konsultasi mengenai upaya-upaya yang mendukung pencapaian NDC, seperti penerapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Sementara itu, salah satu upaya nyata yang dilakukan sebagai bentuk implementasi aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal/komunitas adalah ProKlim (Program Kampung Iklim). Program ini merupakan salah satu strategi pemerintah agar masyarakat dapat berkontribusi langsung dalam aksi pengendalian perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menargetkan pembentukan 20.000 Kampung Iklim di seluruh Indonesia pada tahun 2024 sebagai upaya mengurangi emisi GRK. Aksi-aksi dalam ProKlim, meliputi efisiensi energi, pengelolaan sampah, dan konservasi sumber daya alam.
Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 2.490 lokasi telah terdaftar dalam ProKlim. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 128% dibandingkan dengan tahun 2021. Keberhasilan ProKlim tidak hanya dilihat dari jumlah lokasi yang terdaftar, tetapi juga dari kontribusinya dalam menurunkan emisi GRK. Pada tahun 2023, dari 598 lokasi yang telah diverifikasi, tercatat potensi penurunan emisi sebesar 343.534,43 ton CO₂e. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan lokal berbasis komunitas merupakan salah satu cara efektif dalam mendukung upaya nasional dalam pengendalian perubahan iklim.
Source: https://www.shutterstock.com/image-photo/reduce-greenhouse-gas-emission-climate-change-308558309
Desa Bodeyan, Sukoharjo sebagai Contoh Perwujudan ProKlim
ADVERTISEMENT
Sejak diluncurkan pada tahun 2022, Kabupaten Sukoharjo terus mengembangkan ProKlim dan berhasil meraih penghargaan Top 45 Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) atas inovasi “Semangat Bangun Desa melalui Program Kampung Iklim” (Sembada ProKlim) yang diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Salah satu desa yang menjadi wujud nyata keberhasilan program ini adalah Desa Bodeyan pada tahun 2017. Beberapa permasalahan lingkungan telah terjadi di desa ini sehingga mendorong masyarakat setempat untuk melakukan sejumlah tindakan mitigasi perubahan iklim, seperti pemasangan filter sampah dan penanaman pohon. Untuk mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik dan mencegah praktik open-dumping, masyarakat juga membentuk program Bank Sampah.
Atas berbagai upaya tersebut, Desa Bodeyan berhasil meraih Sertifikat ProKlim Utama dari KLHK. Program ini terus berkembang hingga pada akhirnya diluncurkan inisiatif baru yang disebut dengan Smart Garden, yang bertujuan untuk mengintegrasikan pertanian perkotaan dengan pengelolaan limbah organik secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT