Konten dari Pengguna

Pengalaman Pertama Liburan Murah ke Labuan Bajo

Brigita Talentiana M
Tourism Student - Gadjah Mada University
15 Juni 2022 14:11 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Brigita Talentiana M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tren liburan mengunjungi Labuan Bajo mulai mencuat kembali pasca terjadi penurunan angka penyebaran Covid-19 di Indonesia. Banyak dari artis, influencer, dan beberapa orang yang memiliki power di sosial media membagikan aktivitas wisatanya di Labuan Bajo.
ADVERTISEMENT
Pembangunan yang masif juga sedang dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super prioritas. Yahhh, walaupun eksekusi pembangunan ini menimbulkan pro-kontra, terutama potensi dampak negatif bagi lingkungan dan flora fauna yang semakin hari semakin terlihat ancamannya secara nyata.
Rencana untuk liburan ke Labuan Bajo pertama kali tercetus pada bulan Februari 2021. Liburannya sendiri terlaksana pada November 2021. Sebagai mahasiswa, liburan ini dibuat dengan cara “mencicil”. Tapi tenang, “mencicil” dalam konteks ini bukan berarti meminjam uang atau berhutang ke orang lain untuk sekadar liburan.
Akan tetapi, setiap bulan, mulai dari akhir bulan Maret, kami mencicil untuk membeli satu per satu hal yang dibutuhkan untuk berlibur, mulai dari penyusunan itinerary, mempertimbangkan mana yang lebih worth it untuk dibeli, tiket pesawat pergi dan pulang, akomodasi yang dibutuhkan, dan hal-hal pendukung aktivitas wisata.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu, kami mengeluarkan sekitar Rp 780.000,00 untuk penerbangan pesawat Citilink rute Yogyakarta-Labuan Bajo dan Rp 760.000,00 untuk tiket pesawat Labuan Bajo-Yogyakarta. Minimnya penerbangan yang terjadwal mengharuskan kami untuk transit di Jakarta dan Bali di keduanya.
Bandara Komodo, Labuan Bajo -- November, 2021
Kami merencanakan untuk pergi ber-enam ke Labuan Bajo dengan tujuan menikmati live on board di kapal. Berbagai kendala pun muncul, kami ditipu oleh travel agent @cubenomadic di Instagram. Padahal, sebelumnya pernah menggunakan jasa dari agen tersebut dengan fasilitas dan layanan yang memuaskan.
Sebenarnya, pada saat itu kami baru memberikan down payment sebesar Rp 500.000,00/orang dan mungkin saja membeli kembali paket wisata dari agen tour lainnya. Akan tetapi, kami baru mengetahui penipuan ini pada H-7 keberangkatan dan berbagai agen tour lain sudah full-booked pada hari keberangkatan. Akhirnya, hanya tersisa saya dan salah satu teman saya yang berkunjung ke Labuan Bajo.
ADVERTISEMENT
Rencananya, kami akan pergi ke Desa Adat Wae Rebo saja. Namun, keputusan final untuk One Day Sailing Trip di Labuan Bajo diambil ketika bertemu dengan rombongan 5 orang dari Jakarta di Wae Rebo yang mengajak ikut serta dalam trip privat mereka. Dengan biaya kurang lebih Rp250.000,00, termasuk tiket masuk dan makan, penulis dan teman dapat menikmati seharian sailing trip dengan kapal open deck bersama 9 orang lainnya.
Pada aktivitas sailing trip, kami mengunjungi tiga tempat, yakni Pulau Padar, Manta Point, dan Pulau Kanawa. Pulau Padar, yang memiliki ketinggian kurang lebih 400 meter dengan 800 anak tangga, menyimpan pemandangan mempesona di dalamnya, terutama birunya laut dan penampakan 3 pantai yang dapat dilihat dalam satu frame.
ADVERTISEMENT
Kapal open deck non-ac berkapasitas 13 orang ini berangkat pada pukul 07.00 WITA. Terdengar suara mesin kapal yang hidupkan, kapten yang duduk di kemudi, dan satu awak kapal yang mendayung kapal untuk sampai ke tengah menandakan bahwa perjalanan akan segera dimulai. Langit yang cukup mendung tetapi tidak hujan dengan ombak laut berdesir sedikit kencang mengawali langkah kami pada hari ini.
Wajar, bulan ini memasuki musim penghujan sehingga cuaca kadang tak menentu. Kapal berangkat, angin sepoi-sepoi mulai terasa, pemandangan pulau yang mengitari ini satu per satu terlihat dari kejauhan. Satu jam perjalanan kami menuju Pulau Padar, atraksi wisata pertama yang kami kunjungi, sekaligus tempat untuk melakukan pembelian tiket.
Manual dan panas, kata yang bisa menggambarkan suasana di Pulau Padar. Awak kapal mengatakan bahwa di masa liburan terjadi penumpukan wisatawan di sini. Tempat pembelian tiket sangat kecil, mungkin ukurannya hanya 6x3 saja, termasuk ruang tunggu, atau lebih kecil dari itu. Terik matahari sangat terasa, tidak ada antrian untuk wisatawan yang akan melakukan pembelian tiket, membuat saya dan teman-teman harus menunggu sekitar 45 menit. Keringat di tubuh mulai bercucuran, bau keringat dari sekitar pun menusuk hidung karena menunggu terlalu lama.
ADVERTISEMENT
Penyerobotan antrean juga selalu terjadi. Belum lagi, petugas harus menginput manual satu per satu KTP dari tour guide atau awak kapal yang membawa wisatawan menambah lamanya durasi pembelian tiket. Bahkan, terdapat beberapa orang yang sudah naik ke Pulau Padar, tetapi belum melakukan pembelian tiket. Aturan memakai masker dan menjaga jarak hanya digaungkan ketika akan masuk ke loket.
Banyak keluhan dan ketidaksabaran yang terdengar di situasi ini. Alhasil, kami sudah merasa lelah terlebih dahulu karena suasana yang tidak mendukung. Beruntungnya, ada salah satu dari kami yang selalu menjadi penyemangat tanpa memiliki rasa lelah.Selang beberapa lama, tiket pun telah didapatkan. Untuk mengunjungi tiga tempat terkait, dipatok harga sebesar Rp60.000,00.
Kami bergegas untuk menaiki anak tangga satu per satu. Anak tangga pertama yang dilalui memiliki material kayu, cukup kokoh, tetapi tidak terlalu lebar. Cuaca yang terik tidak menghalangi semangat ini. Lelah pun sudah tidak terasa karena hari sebelumnya telah berkunjung ke Desa Adat Wae Rebo dengan trek yang jauh lebih sulit. Rumput-rumput yang tumbuh di sekitaran berwarna coklat menuju ke hijau.
ADVERTISEMENT
Semakin jauh langkah, semakin indah pula pemandangan yang disuguhkan di bawah. Birunya laut benar-benar terlihat biru dan jernih. Keluhan demi keluhan pun terdengar dari wisatawan lain. Panasnya cuaca dan banyaknya anak tangga membuat banyak dari mereka yang kapok dan kelelahan. Butuh waktu 10 menit untuk grup kami sampai ke atas.
Pemandangan di Pulau Padar
Spot untuk melihat salah satu pemandangan tiga pantai yang menjadi satu frame tidak terlalu luas, tetapi tetap indah seperti yang ada di foto-foto sosial media. Meskipun tak mengecewakan, realitanya tetap dipenuhi banyak orang yang saling menyapa dan mengobrol, dengan tujuan utama untuk mengantre berfoto. Setelah puas membuka obrolan, berkenalan, dan berfoto, kami memutuskan untuk turun.
Menariknya, sinyal di sini masih cukup memadai. Lelah tidak seberapa, haus yang menjadi-jadi. Wajah satu per satu dari kami sudah terlihat kemerahan karena panasnya cuaca. Kami memutuskan untuk bersantai sejenak dan membeli es kelapa muda di bawah. Tidak lama setelah itu, kami mendapatkan telepon dari awak kapal karena hari sudah mulai sore.
Manta
Setelah beranjak dari Pulau Padar, kami bergegas menuju Manta Point. Manta ialah salah satu spesies dari ikan pari. Manta tak selalu terlihat setiap saat, beruntungnya pada saat itu kami mendapatkan kesempatan. Sedikit demi sedikit, awak kapal menyusuri laut dan terjun terlebih dahulu untuk mencari keberadaan Manta. Kami merupakan kapal pertama yang berhasil menemukannya. Dengan serius, kami mendengarkan instruksi dari awak kapal untuk turun ke laut.
ADVERTISEMENT
Awalnya, ada ketakutan untuk berenang di laut. Pertama kali turun menggunakan pelampung, nafas terengah-engah. Akan tetapi, gelombang pada saat itu sangat tenang sehingga pelan-pelan menyesuaikan diri. Kapal-kapal lain yang melihat rombongan kami bergegas ikut turun untuk snorkeling dan melihat Manta. Dari satu titik menuju titik lainnya kami berenang mengikuti pergerakan Manta. Hari sudah menunjukkan pukul 15.00, setelah puas berenang, kami bergegas ke atraksi wisata lain.
Snorkeling dengan Manta di Manta Point
Terbatas pada waktu sailing trip hanya satu hari yang berkesan terburu-buru, Pulau Kanawa menjadi lokasi terakhir yang dikunjungi. Di pulau ini, kedalaman air cukup rendah dan banyak bulu babi di dasarnya. Sesampainya di sana, kami melihat bulu babi di bawah kapal. Awak kapal berusaha mengambil bulu babi dengan tongkat.
ADVERTISEMENT
Setelah berhasil, kami memecahkan bulu babi tersebut untuk diambil isinya dan dimakan. Dari segi rasa, tidak terlalu aneh—manis, asam, asin bercampur jadi satu. Setelah bereksperimen mencoba makan bulu babi, kami melanjutkan berenang di sini. Meskipun tidak terlalu dalam, ikan-ikan dan terumbu karang yang indah dapat dilihat dengan snorkeling.
Lucunya, kami bertemu dengan beberapa orang yang dikenal di Yogyakarta juga sedang berlibur ke Labuan Bajo. Sayang, banyaknya wisatawan dan kapal wisata yang bersandar di pulau ini menyebabkan beberapa tempat dipenuhi sampah, tumpahan bensin, dan air laut yang tidak jernih.
Senja di Labuan Bajo
Menjelang sore hari, perjalanan one day sailing trip di Labuan Bajo ini hampir usai. Kami bergegas untuk menuju pelabuhan karena sebentar lagi matahari terbenam. Jika pulang larut malam, kapal yang kami tumpangi memiliki potensi bahaya karam akibat sampah dan ranting yang tidak terlihat sepanjang perjalanan. Hal ini terjadi karena kapal ini bukan kapal khusus untuk menginap atau dikenal dengan live on board.
ADVERTISEMENT
Perjalanan kali ini cukup mengesankan, tetapi rasanya masih kurang puas jika harus menikmati keindahan perairan Labuan Bajo dalam satu hari saja. Seperti ucapan salah satu orang yang kami temui dalam perjalanan ini, “Labuan Bajo menyisakan cerita tersendiri dari setiap perjalanannya, meskipun telah beberapa kali datang.”
Kenyataan tersebut turut dirasakan oleh penulis, tidak hanya teman baru, lingkungan baru, pengalaman baru yang didapatkan saat liburan ini, tetapi juga harapan dan keinginan melakukan perjalanan kembali ke Labuan Bajo untuk cerita baru lainnya.