news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mendeklarasikan 'Bogor Message' dan Perdamaian Semesta

Konten dari Pengguna
4 Mei 2018 10:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Budiharjo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendara Merah Putih (Foto: Unsplash via Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Bendara Merah Putih (Foto: Unsplash via Pixabay)
ADVERTISEMENT
Indonesia memberikan konstribusi penting bagi perdamaian dunia di tengah hiruk pikuk perang di sejumlah negara lain. Melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam Wasathiyah yang diselenggarakan baru-baru ini, cendekiawan muslim dunia berkumpul mendeklarasikan "Bogor Message". Sebuah pesan yang meneguhkan bahwa Islam adalah agama damai dan rahmat yang di dalamnya terdapat prinsip dan ajaran yang mengajarkan cinta, harmoni, kesetaraan dan perdamaian.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, Bogor Message menjadi relevan dengan semangat konstitusi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi "bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Indonesia mengakui bahwa penjajahan di muka bumi menjadi antitesis bagi perdamaian dunia. Oleh sebab itu, politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif demi terwujudnya perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial.
Indonesia memiliki kepentingan atas isu perdamaian dunia karena akan menentukan jalannya keberlangsungan NKRI di masa depan. Dalam konteks Indonesia di masa yang datang tergantung pada kelangsungan dan keberlanjutan negara-negara luar, khususnya di regional ASEAN. Isu kemanusiaan, keadilan dan kebebasan menjadi hal yang sangat urgen.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa menjadi contoh keberhasilan dalam menghadirkan keharmonisan kehidupan agama yang pluralistik. Perjalanan negara-negara di abad 20 diwarnai dengan peperangan mematikan yang melibatkan komunitas agama.
Konflik agama antara kelompok Hindu dan Muslim telah melahirkan Pakistan pada 1947 dan kemudian mengakibatkan perang di Bangladesh pada 1971. Ketegangan-ketegangan religius yang terjadi secara terus menerus telah menyulut berbagai konflik, seperti pemberontakan suku Sikh dan Kashmir untuk menuntut kemerdekaan dari India.
Penulis buku "Why Men Rebel" Ted Robert Gurr menyoroti konflik-konflik dunia berdasarkan realita yang ada. Sejak 1990-an, intensitas konflik di muka bumi kian menunjukkan pada kemungkinan pecahnya perang dunia berdasarkan agama.
Di Timur Tengah, konflik Israel dan Palestina berkobar dan Rusia membangkitkan kembali permusuhan di Chechnya. Tidak bisa dimungkiri, jika konflik di negara-negara tersebut memiliki keterkaitan erat dengan agama. Amerika Serikat menggempur Afghanistan dan Irak dengan alasan memerangi terorisme yang kemudian telunjuknya diarahkan ke komunitas Muslim.
ADVERTISEMENT
Perang sipil di Afrika Utara pun dilatarbelakangi komunitas yang memahami agama secara radikal dan ekstrim. Kelompok Boko Haram masih menghantui rakyat sipil di Nigeria lantaran perilaku keagamaan mereka yang menebar teror ke penghujung negeri. Hal ini juga yang mencoreng wajah Islam karena digambarkan aksi kekerasan, bengis dan brutal, khususnya terhadap perempuan.
Paling anyar adalah perang di Suriah yang semakin tidak menentu dan menyeret negara-negara adikuasa. Diperkirakan sudah 300 ribu lebih warga sipil yang terbunuh dan jutaan lainnya menjadi pengungsi dengan nasib yang tidak jelas. Suriah yang tadinya salah satu negara indah, kini porak poranda dihajar perang tidak berkesudahan. Kelompok yang bertikai pun tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan perang, justru kini api peperangan kian berkobar.
ADVERTISEMENT
Di Asia, ancaman terorisme pun mengintai sejumlah kawasan. ISIS dan simpatisannya menguasai wilayah Filipina Selatan dan sudah tentu mengancam Indonesia dan beberapa negara tetangga lainnya. Join Statement pun dideklarasikan antara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan negara lainnya yang terancam dengan ISIS. Hasilnya dideklarasikan program Our Eyes yang bertujuan menghabisi kelompok teror di ASEAN.
Dengan kondisi dunia yang kian terancam dengan konflik, kekerasan yang kemudian berujung pada perang, maka Bogor Message menjadi “oase di tengah gurun yang tandus”. Para ulama yang tergabung dalam KTT Islam Wasathiyah melakukan refleksi Islam dalam kehidupan nyata yang diperoleh karena kedalaman memahami agama.
Tidak disangkal, konflik antar kelompok agama salah satunya disebabkan pemahaman agama yang parsial dan berdasarkan tafsir keagamaan yang monopolitik. Padahal, dalam khasanah keagamaan, puluhan bahkan ratusan tafsir agama mewarnai perjalanan agama itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Amaliah agama seyogyanya tidak boleh dipisahkan secara hitam putih antara ritual vertikal (hablumminallah) dengan ibadah horisontal (hablum minannaas). Keimanan terhadap agama harus menjadi fondasi bagi cerminan dan tolok ukur kesalehan ibadah sosial. Semakin beriman terhadap Tuhan, maka seharusnya makin sholeh dan bermanfaat bagi umat manusia kebanyakan.
Bogor Message menegaskan bahwa negara harus dibangun dengan semangat persaudaraan sesama Islam (ukhuwah Islamiyah), serta persaudaraan sebangsa dan setanah air (ukhuwah wathoniyah), serta persaudaraan sesama manusia (ukhuwah bashariyah). Pesan lain yang disampaikan para ulama di KTT tersebut adalah Islam mengajarkan kedamaian, yang di dalamnya ada kebersihan hati dan pikiran.
Dimensi ketuhanan merupakan ruh bagi pengembangan spiritualisme kehidupan bangsa dan negara. Sedangkan hubungan sesama manusia lebih bersifat luas, terbuka, rasional dan obyektif sehingga bisa dikembangkan secara adaptif dan interaktif dengan segi-segi kebangsaan dan kenegaraan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kebangsaan ini dibutuhkan upaya mengembangkan nilai-nilai moral universal yang berangkat dari ajaran agama. Ini tugas para pemimpin negara, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menggali dan membumikan substansi ajaran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia pasca reformasi pernah diguncang sejumlah konflik agama. Namun, berkat kesepahaman antar umat agama, konflik tersebut bisa diatasi dan tidak menyebabkan negara ini terpecah belah. Peranan ormas agama, pemerintah, tokoh masyarakat, dan elemen bangsa lainnya yang mampu melewati ujian perpecahan berbasis kelompok agama.
Oleh sebab itu, Indonesia bisa menjadi kiblat dalam menciptakan perdamaian dunia yang saat ini kian terancam. Dialog adalah kunci, selain tentunya nilai-nilai kemanusiaan yang universal seperti saling menghormati, tenggang rasa dan tidak mengklaim kebenaran.
ADVERTISEMENT
Di dalam kitab suci pun disebutkan bahwa manusia pada awalnya diciptakan satu, kemudian berpasang-pasangan, beranak pinak yang kemudian menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Itu semua menunjukkan bahwa manusia pada hakikatnya bersaudara dan diciptakan di muka bumi untuk saling mengenal, bukan membunuh.
Ini juga menjadi argumen tidak dibenarkannya segala perilaku destruktif. Persaudaraan antar manusia semacam ini berisi pesan agama yang bersifat perennial, abadi, otentik sepanjang masa, sehingga perlu dipupuk terus menerus di tengah situasi dunia saat ini. (*)