news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Makna Aksesori Perempuan Asmat sebagai 'Tewerauts'

Konten Media Partner
20 Desember 2019 9:23 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perempuan Suku Asmat dengan aksesorisnya. Penggunaan aksesoris ini biasa disebut tewerauts, yang artinya perempuan hebat. (Foto Abdel)
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan Suku Asmat dengan aksesorisnya. Penggunaan aksesoris ini biasa disebut tewerauts, yang artinya perempuan hebat. (Foto Abdel)
ADVERTISEMENT
Asmat, BUMIPAPUA.COM – Hermina Ewenkos diprediksi akan menjadi seorang perempuan hebat dan tangguh. Hermina bukan perempuan biasa. Ia merupakan salah satu perempuan dari Suku Asmat keturunan bangsawan dari darah sang kakek.
ADVERTISEMENT
Fitalis Asinek adalah nama kakek dari Hermina. Fitalis merupakan panglima perang dari Atsj, salah satu rumpun dari Suku Asmat.
Sebagai seorang perempuan yang memiliki darah bangsawan, Hermina kecil mulai dididik menjadi perempuan tangguh yang kelak menjadi pemimpin dan menjadi panutan bagi perempuan lainnya.
Sejak kecil pula, Hermina telah dijodohkan dengan pria bernama Amandus Datipits. Biasanya sebuah perjodohan dilakukan karena masih ada hubungan kekerabatan, walaupun dari calon istri atau suami itu tak berdarah bangsawan.
Hermina menceritakan perjodohan yang dilakukan saat usianya masih di bangku sekolah dasar ini, dilakukan atas permintaan kakek dan neneknya. Perjodohan berlangsung di rumah adat atau biasa disebut Jew oleh masyarakat setempat.
Lak-laki Suku Asmat dengan Tifa, alat musik pukul tradisional. (Foto Abdel)
Pada perjodohan itu juga dilakukan serangkaian ritual adat, guna meminta restu kepada sang leluhur, diiringi dengan bunyi-bunyian Tifa, alat musik pukul khas Papua.
ADVERTISEMENT
“Perjodohan itu dilakukan atas perintah adat. Saat perjodohan itu, saya dipertemukan dalam satu tungku dengan seorang pria remaja. Kalau tak salah, umur lelaki itu 11 tahun lebih tua dari saya,” kata Hermina yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Asmat.
Usai dijodohkan, Hermina tetap menjalankan kehidupan seperti layaknya anak seusianya. Ia tetap bersekolah, hingga pendidikan tertinggi didapatnya, yakni Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
“Saat kami dipertemukan Jew dalam satu tungku, menandakan bahwa pria itu dikenal hebat oleh para tokoh adat. Pria itu juga telah dianggap mampu melihat keluarga kami lainnya. Usai tamat SPG di Jayapura, saya kembali ke kampung dan menikah dengan pria yang telah dijodohkan kepada saya di Jew,” ujarnya.
Perempuan Suku Asmat dengan pakaian adatnya. (Foto Abdel)
Sejuta Aksesoris pada Perempuan Asmat
ADVERTISEMENT
Perempuan Asmat dikenal patuh dan tunduk pada aturan adat. Seperti halnya Hermina, telah menjalani prosesi adat perjodohan sejak 1970, hingga menikah pada tahun 1998.
Usai menikah pun, perempuan Asmat diharuskan menggunakan berbagai aksesoris yang kebanyakan diambil dari alam sekitar. Aksesoris yang digunakan pun memiliki tingkatan dan makna.
Misalnya saja dalam kehidupan sehari-hari, perempuan Suku Asmat menggunakan daun pucuk sagu, untuk menutupi kemaluannya. “Daun pucuk sagu akan dianyam menyerupai celana dalam yang biasa disebut Awer,” kata Hermina.
Selain Awer, perempuan Suku Asmat juga mengunakan kalung gigi anjing, anting dari kulit siput, hingga tulang hewan di hidung. Sejumlah aksesoris ini menandakan perempuan tersebut bukan dari kalangan masyarakat biasa.
“Kebanyakan yang memakai aksesoris seperti ini adalah istri kepala perang atau istri ketua adat. Penggunaan aksesoris ini biasa disebut Tewerauts, yang artinya perempuan hebat,” jelas Hermina.
Salah satu Kepala Suku Asmat dengan pakaian adatnya. (Foto Abdel)
Penggunaan aksesoris ini, kata Hermina, juga dimaksudkan agar perempuan itu menjadi contoh teladan bagi kaumnya, lalu menggambarkan ketangguhan perempuan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi perempuan Suku Asmat yang belum menikah, tak diwajibkan mengunakan aksesoris. Perempuan yang belum menikah hanya bisa menggunakan aksesoris pada upacara ritual adat tertentu. Hal ini juga dimaksudkan agar perempuan itu bisa menarik perhatian kaum laki-laki.
“Namun, bagi perempuan yang sudah menikah, diwajibkan menggunakan aksesoris setiap hari. Hanya saja, jika perempuan yang sudah menikah itu hendak ke hutan untuk mencari sagu, maka dilarang menggunakan aksesoris,” ujar Hermina.
Perempuan Asmat, kata Hermina, memiliki peranan penting dalam keluarga. Selain menjaga anak, dan melayani suami, perempuan Suku Asmat dituntut mencari nafkah, guna kebutuhan keluarganya.
Perempuan Asmat biasa mencari sagu di dalam hutan, hingga mencari ikan di sungai, guna pemenuhan gizi dalam keluarganya. Sementara, kaum adam di Asmat hanya duduk di rumah adat, melakukan ritual, berkomunikasi dengan leluhur hingga bernyanyi dan membunyikan Tifa.
Masyarakat dari Suku Amat-Foto Abdel
Makna Aksesoris dan Riasan Perempuan Asmat
ADVERTISEMENT
Kurator Musium Asmat, Erick Sakrol menyebutkan, dalam merias wajah dan bagian tubuhnya, perempuan Asmat, biasa mengikuti kaum lelaki. Agar terlihat cantik dan menarik perhatian laki-laki, kaum perempuan menggunakan berbagai macam aksesoris, mulai dari celana yang dibuat dari pucuk daun sagu, hingga penggunaan mahkota dari bulu kus-kus, bulu burung bangau ataupun bulu burung Pombo.
Ditambahakan Erick, jika merujuk pada sejarah peradaban Suku Asmat, perempuan yang sudah berumur tua, biasanya menggunakan kalung rahang manusia. Hal ini sebagai simbol bahwa suami dari perempuan itu adalah seorang jagoan dan pandai berperang.
Selain kalung dari rahang manusia, perempuan di Asmat menggunakan aksesoris tulang hewan di hidung dan memakai gelang dan kalung yang terbuat dari gigi babi, yang merupakan simbol kecintaan terhadap makhluk hidup yang sudah mati. “Aksesoris ini semua juga melambangkan penghormatan kepada leluhur,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Erick, sangat mudah mengenali Suku Asmat dalam tatanan adat. Misalnya saja, untuk kepala suku, kepala perang atau tua-tua adat biasa dikenali dari mahkota yang digunakan.
Untuk seorang pimpinan, kata Erick, biasa mengunakan mahkota dari bulu burung Kasuari. Lalu, pada tatanan adat, perempuan Asmat harus pintar berdansa, untuk menarik perhatian laki-laki. Termasuk perempuan Asmat harus kuat kuat dan tangguh, sebagai ujung tombak dalam keluarga.