Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Angka Kemiskinan di Papua Hanya Turun 0,02 Persen dari Tahun 2017
20 Juli 2018 17:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Warga di wilayah Kabupaten Paniai, Papua. (BumiPapua.com/Lazore)
Kota Jayapura, BUMIPAPUA.COM – Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Papua, Bagas Susilo, mengatakan Pemerintah Provinsi Papua perlu melakukan penanganan secara serius terkait masalah kemiskinan di Papua.
ADVERTISEMENT
“Persentase penduduk miskin di Papua kurun waktu enam bulan terakhir, dari September 2017 sebesar 27,76 persen menjadi 27,74 persen pada Maret 2018. Atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya 0,02 persen. Walau turun, cuma tak signifikan,” kata Bagas di Kota Jayapura, Papua, Jumat (20/7).
Penduduk miskin, kata dia, didefinisikan sebagai penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan yang terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan.
Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari. Dengan paket kebutuhan diwakili 52 jenis komoditi, yaitu padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, buah-buahan, minyak, dan lemak.
ADVERTISEMENT
Sementara garis kemiskinan bukan makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Menurut Bagas, banyak faktor yang memengaruhi, antara lain biaya hidup tinggi yang dipengaruhi inflasi tinggi atau terbesar se-Indonesia berjumlah 4 persen.
“Jadi masih besarnya masyarakat miskin di Papua perlu ditangani secara serius. Saya kalau berkoordinasi dengan provinsi tak ada yang namanya tim koordinasi penanggulangan kemiskinan daerah seperti daerah lain di Indonesia," ungkap Bagas.
Jika diakitkan dengan adanya dana desa, kata Bagas, seharusnya dana desa telah diprogramkan untuk membantu masyarakat agar lebih sejahtera. Namun, pada kenyataannya masyarakat Papua tetap saja hidup sulit untuk memenuhi kebutuhan.
“Kemiskinan berkurang ketika konsumsi energi kalori meningkat atau pembagian beras miskin dan hal lain. Fluktuasi pergerakan garis kemiskinan itu sendiri,” ungkap Bagas.
ADVERTISEMENT
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. “Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu."
"Lalu pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada. Kemudian digunakan sebagai dasar estimasi menggambarkan wilayah, sehingga data yang dihasilkan adalah data agregat,” ungkapnya. (Fitus Arung)