Pohon Sagu Sentani Terancam Punah

Konten Media Partner
18 Juli 2021 14:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanaman Pohon Sagu milik warga di Sentani, Kabupaten Jayapura. (BumiPapua.com/Lazore)
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman Pohon Sagu milik warga di Sentani, Kabupaten Jayapura. (BumiPapua.com/Lazore)
ADVERTISEMENT
Jayapura, BUMIPAPUA.COM- Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Sentani. Pembangunan infrastruktur di Kabupaten Jayapura yang begitu pesat menjadi salah satu penyebab banyaknya pohon sagu di sekitar Danau Sentani yang ditebang.
ADVERTISEMENT
Pohon sagu banyak ditebang guna pembangunan jalan alternatif dan venue PON XX serta perumahan.
Pohon sagu juga cepat punah karena masyarakat Sentani telah menggunakan mesin pengolah sagu modern yang dinilai efisien, sehingga proses pembuatan pati sagu dapat dilakukan relatif singkat. Hal ini tidak sebanding dengan pertumbuhan pohon sagu yang lambat.
Dengan mesin ini dapat memproses lebih banyak batang sagu untuk digiling. Namun produksi yang cepat ini tidak dibarengi dengan penanaman kembali bibit pohon sagu.
Sagu yang ada di kawasan Danau Sentani sudah ada sejak zaman nenek moyang, tumbuh alami tidak ditanam.
Penelitia Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan bukti arkeologi menunjukkan bahwa pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan sudah ada sejak zaman prasejarah. Penelitian di situs-situs arkeologi kawasan Danau Sentani ditemukan artefak gerabah dan alat batu penokok sagu. Gerabah ini berfungsi untuk memasak papeda atau bubur sagu.
ADVERTISEMENT
"Melestarikan hutan sagu berarti menjaga ketahanan pangan. Jika pohon sagu tidak ada lagi di Sentani, maka masyarakat Sentani jika ingin membuat papeda harus mengimpor sagu dari Papua Nugini. Lebih parah lagi, kuliner sagu akan tergantikan oleh nasi," katanya, Minggu (18/7).
Untuk melestarikan keberadaan hutan sagu dan tradisi budaya berkaitan dengan sagu, maka perlu kampanye tentang pelestarian hutan sagu dan penanaman kembali pohon sagu di kawasan Danau Sentani.
Selain itu berbagai festival yang terkait dengan sagu harus dilanjutkan sesuai kalender event dan perlu didukung oleh semua pihak, baik itu Festival Sagu Kwadeware, Festival Ulat Sagu Yoboi dan Festival Makan Papeda dalam Gerabah Abar.
Olahan sagu yang dibuat menjadi papeda yang disantap dengan ikan kuah. (Dok Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua)
Naftali Felle, Kepala Suku Kampung Abar menyebutkan daerahnya memiliki festival rutin makan papeda dalam Gerabag Abar. Tapi, karen apandemi COVID-19 menyerang, festival tertunda di tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Naftali bilang, walau tertunda, pengrajin gerabah Abar tetap membuat gerabah untuk festival tahun ini.
"Kami berharap tanggal 30 September, Festival Makan Papeda dalam Gerabah Abar dapat dilakukan, termasuk dengan prokes yang ketat. Kami ingin festival ini tak dilupakan oleh masyarakat dan wisatawan, menyantap sagu dan ikan lokal hasil olehan masyarakat adat," jelasnya.

Tanam Sagu

Mengolah sagu di hutan sagu Sentani. (BumiPapua.com/Lazore)
Kepala Kampung Bambar, Orgenes Kaway mengatakan terancamnya populasi hutan sagu di Kabupaten Jayapura, khususnya di Sentani diduga akibat ulah manusia.
"Orang Sentani selama ini hidup dengan hutan sagu, tetapi orang Sentani juga yang menyerahkan hutan sagu itu untuk dihancurkan demi kepentingan pribadinya," kata Orgenes Kaway belum lama ini.
Ia berharap dengan program penanaman ulang pohon sagu oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura yang dimulai dari lahan kosong di samping GOR Toware, Distrik Waibu dapat menjawab kebutuhan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kata Orgenes, lahan pohon sagu yang telah diserahkan oleh masyarakat untuk kepentingan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Kabupaten Jayapura tidak ada salahnya. Namun pemerintah harus bisa membedakan mana hutan sagu yang bisa digunakan untuk infrakstruktur PON dan mana hutan sagu yang tidak boleh di gunakan.
"Sagu itu makanan pokok, jadi harus dipertahankan dalam kondisi apapun untuk anak cucu pada masa yang akan datang,” jelasnya.