Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Reforma Agraria Daerah Istimewa
10 Mei 2024 14:53 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Bung Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemberian status daerah istimewa atau otonomi khusus, sejatinya tidak dalam rangka menciptakan dualisme hukum agraria khususnya hukum pertanahan. Oleh karenanya, bagi daerah yang berstatus satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, pelestarian bangunan sejarah yang memiliki sistem nilai atau filosofi yang terkait dengan keistimewaan atau kekhususan daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal ini biasanya disertai dengan penataan kawasan di sekitarnya, selaras dengan latar belakang dan tujuan pemberian status daerah khusus atau daerah istimewa, yaitu dalam rangka kemakmuran atau kesejahteraan rakyat.
Dengan menempatkan untuk sebesar-besar kemakmuran sebagai indikator keberhasilan dalam kebijakan agraria/pertanahan di daerah istimewa atau otonomi khusus, secara otomatis sesungguhnya menjalankan mandat UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) yang merupakan bentuk operasional dari Pasal 33 UUD 1945.
Kemakmuran Rakyat
Pasal 33 UUD 1945 dan UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) memandatkan bahwa tujuan dari penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemberian status daerah istimewa atau daerah otonomi khusus, tidaklah menghilangkan mandat tersebut.
ADVERTISEMENT
Pemberian status daerah istimewa bagi provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berdasarkan UU No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY adalah karena eksistensi, peran, dan sumbangsih yang besar dari Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Republik Indonesia.
Salah satu urusan Keistimewaan DIY adalah Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dapat memiliki hak atas tanah yang dikenal sebagai Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, di mana urusan Keistimewaan DIY diselenggarakan berdasarkan kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat, serta pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Adapun pemberian status daerah otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh dilatarbelakangi oleh peranan Aceh dalam perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, dan ketidakadilan yang diterima Aceh.
ADVERTISEMENT
Di dalam UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, disebutkan bahwa salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi yang bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat.
Sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI. Namun, seperti disebutkan dalam UU Pemerintahan Aceh, bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Aceh belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan serta pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM.
Agar perekonomian di Aceh dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan dengan dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia melalui proses penciptaan nilai tambah yang sebesar-besarnya.
ADVERTISEMENT
Masalah ketidakadilan dalam pengelolaan sumber-sumber agraria juga menjadi latar belakang pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Disebutkan dalam UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (telah diubah dua kali terakhir dengan UU No.2/2021), bahwa karena pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara Provinsi Papua dan daerah lain, serta merupakan pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua.
Untuk itu UU Otsus Papua memberikan mandat kepada Pemerintah dan penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat. Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apa pun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat. Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana..
ADVERTISEMENT
Memperhatikan bahwa pemberian status daerah istimewa dan otonomi khusus adalah untuk kesejahteraan rakyat, maka Pemerintah dan Pemda terkait perlu menyusun tolok ukur (indikator) atau pedoman untuk pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten untuk kesejahteraan masyarakat DIY; Partisipasi rakyat dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat Aceh; Dan pengakuan hak-hak masyarakat adat Papua, penghormatan usaha bisnis kepada hak-hak masyarakat adat, dan penyelesaian sengketa/konflik agraria di Tanah Papua.
Berdasarkan uraian di atas, maka kebijakan reforma agraria sangat diperlukan di daerah istimewa/Otsus guna mengakhiri ketidakadilan agraria dan mewujudkan sumber sumber agraria dapat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana cita cita pemberian status daerah istimewa/Otsus.
Percepatan Reforma Agraria
Di Provinsi NAD, DIY, dan Papua, pemerintah daerah telah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria dan melaksanakan reforma agraria di daerah. Di Aceh dilakukan dengan meredistribusikan tanah ke mantan kombatan GAM, narapidana politik, dan masyarakat korban konflik Aceh sebagai bagian dari penguatan perdamaian Aceh. Di DIY, terkait kepastian hukum pemanfaatan Tanah Kasultanan oleh masyarakat dan Desa, serta enclave Tanah Kasunanan Solo yang berada di DIY. Adapun di Tanah Papua, reforma agraria dilaksanakan dalam konteks Papua, berupa pendaftaran tanah ulayat.
ADVERTISEMENT
Tentu capaian reforma agraria sebagaimana tersebut di atas perlu dinilai berdasarkan latar belakang dan tujuan pemberian status daerah istimewa atau daerah otonomi khusus, serta tujuan reforma agraria.
Keberlanjutannya reforma agraria membutuhkan komitmen yang kuat dari Pemda. Kini komitmen pemerintah daerah istimewa atau daerah otonomi khusus kepada reforma agraria sebagaimana diatur dalam Perpres No.62/2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, harus diwujudkan dengan Pemda harus memasukkan program dan kegiatan reforma agraria ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Serta dengan mengalokasikan anggaran pendapatan belanja daerah progam dan kegiatan tersebut, yang pelaksanaannya sebagai salah satu indikator penilaian kinerja Pemerintah Daerah yang dinilai Kemendagri.