Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Outsourcing di Industri Keuangan: Ancaman Keamanan Data dan Masa Depan Pekerja
10 Mei 2025 11:37 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Cahya Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam lanskap ekonomi modern saat ini yang dibalut jargon efisiensi, sistem kerja outsourcing atau alih daya, sering dipuja sebagai solusi pragmatis. Namun, di balik efisiensi semu itu, tersembunyi bom waktu yang bisa merusak tatanan industri keuangan (khususnya perbankan) kita dari dalam: ketidakamanan kerja, eksploitasi tenaga manusia, dan yang paling mengkhawatirkan : ancaman serius terhadap keamanan data nasabah.
ADVERTISEMENT
Rantai Masalah yang Tak Selesai
Industri keuangan dan perbankan di Indonesia tidak kebal terhadap praktik outsourcing. Bahkan, menurut data OJK (2022), lebih dari 40% tenaga kerja di industri perbankan bukanlah pegawai tetap. Banyak dari mereka bekerja sebagai petugas call center, analis kredit entry-level, petugas administrasi, hingga tenaga IT level dasar, fungsi yang langsung bersinggungan dengan informasi dan data nasabah.
Sayangnya, status sebagai “pekerja outsourcing” seringkali berarti upah minimum, tanpa jaminan kerja, tanpa jaminan sosial memadai (biasanya jaminan sosial yang sifatnya wajib dari BPJS seringkali diklaim sebagai benefit tambahan) dan tanpa pelatihan, baik dasar ataupun berkelanjutan. Dalam praktiknya, sistem ini menciptakan ketimpangan, ketidakloyalan, bahkan perasaan keterasingan yang memperbesar risiko pelanggaran etika kerja dan keamanan data.
ADVERTISEMENT
Kebocoran Data: Celah yang Terbuka Lebar
UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) menyatakan dalam Pasal 39 bahwa pengendali data pribadi wajib memastikan pihak ketiga (dalam hal ini pekerja outsourcing atau vendor) tunduk pada prinsip perlindungan data yang sama. Tapi dalam kenyataan, kontrol atas pihak ketiga sering longgar atau hanya formalitas administratif.
Bukan fiksi, pada 2023, OJK pernah menyelidiki dugaan kebocoran data nasabah pada salah satu bank besar di Indonesia yang diduga melibatkan pekerja pihak ketiga. Walau bank bisa berdalih dengan banyak alasan namun publik tetap melihat bahwa tanggung jawab hukum dan moral tetap berada di pundak bank sebagai pemilik data.
Konsekuensi Hukum yang Melekat
UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003 jo. UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020) menyatakan bahwa pekerja outsourcing hanya diperbolehkan untuk pekerjaan yang sifatnya sebagai kegiatan penunjang, bukan core business atau pekerjaan utama/inti. Namun dalam praktiknya, penempatan pekerja outsourcing di fungsi pelayanan nasabah atau operasional IT perbankan sejatinya telah melanggar semangat hukum tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 bahkan menegaskan bahwa hubungan kerja harus menjamin kepastian status, hak, dan perlindungan yang adil.
ADVERTISEMENT
Ketika pekerja outsourcing di industri keuangan, khususnya perbankan, dibiarkan tanpa kejelasan dan perlindungan, negara turut abai terhadap amanat konstitusi: menciptakan sistem kerja yang manusiawi.
Risiko Sistemik: Bukan Lagi Masalah Internal
Yang paling berbahaya adalah ketika penggunaan tenaga outsourcing mengancam public trust atau kepercayaan publik, aset paling berharga dalam industri keuangan. Ketika nasabah merasa data mereka tidak aman, ketika laporan media terus memuat dugaan kebocoran, maka kepercayaan publik bisa runtuh. Ini bukan lagi risiko internal perusahaan, melainkan ancaman sistemik terhadap stabilitas keuangan nasional.
Apalagi dalam konteks digitalisasi bank dan penetrasi layanan keuangan berbasis aplikasi atau digital, titik-titik kerentanan dari tenaga kerja outsourcing semakin banyak dan sulit diawasi. Laporan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat bahwa sektor keuangan menjadi target terbesar serangan siber pada 2023, dan sebagian besar celahnya bersumber dari kelemahan internal, termasuk Sumber Daya Manusia.
ADVERTISEMENT
Seruan untuk Reformasi !
Sudah saatnya negara, regulator, dan pelaku industri menghentikan siklus penggunaan tenaga atau pekerja outsourcing secara semena-mena di sektor vital seperti keuangan, khususnya perbankan. Diperlukan :
Efisiensi atau Kepercayaan Publik?
Efisiensi yang mengorbankan etika kerja dan keamanan data adalah strategi bunuh diri jangka panjang. Jika industri keuangan ingin tetap dipercaya dan relevan dalam era digital, maka integritas, perlindungan data, dan perlakuan adil terhadap pekerja harus menjadi prioritas utama.
ADVERTISEMENT
Karena di balik setiap data yang bocor, ada nasabah yang dikhianati. Dan di balik setiap pekerja outsourcing yang diabaikan (apalagi diperlakukan secara semena-mena atau tidak sesuai kontrak kerja) ada potensi bencana yang sedang menunggu waktu. Reputasi jauh lebih utama dari sekedar materi !