Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.106.0
Konten dari Pengguna
Resign Bukan Berarti Pisah Tanpa Uang: Apakah Uang Pisah Itu Wajib?
18 Mei 2025 11:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Cahya Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pagi ini saya mendapat pesan singkat melalui WA dari seorang teman. Isinya curahan hati : setelah bertahun-tahun kerja menghadapi tenggat mepet, rapat tanpa ujung, dan bos yang hobi chat di luar jam kerja menagih laporan bak debt collector menagih penunggak pinjol, akhirnya dia berani memutuskan: "Sudah cukup. Saatnya saya resign."
ADVERTISEMENT
Lalu dia mengajukan surat pengunduran diri, mengemasi barang-barang, dan berharap pamit dengan manis, lengkap dengan amplop berisi uang pisah sebagai salam perpisahan dari perusahaan.
Tapi… ternyata hanya senyuman dari HR yang dia dapatkan, plus ucapan, “Semoga sukses di tempat baru!”
Tidak ada amplop. Tidak ada transfer. Uang pisah? Tidak masuk dalam cerita.
Dia kecewa.....
Lanjut dia bertanya : "memang uang pisah itu bukan hak ya?"
Saya jawab singkat : "punya Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB)?"
Dia jawab : "ada, Peraturan Perusahaan."
Saya minta dikirimkan softcopy dari hasil foto isi buku Peraturan Perusahaan yang disebutkan diatas. Hasilnya..... tidak ada aturan terkait uang pisah di sana.
Uang Pisah: Antara Hak dan Harapan
ADVERTISEMENT
Bagi banyak pekerja, istilah “uang pisah” terdengar seperti “pesangon versi sopan”, sejumlah uang yang diberikan ketika hubungan kerja berakhir, baik karena PHK yang dilakukan oleh perusahaan maupun resign. Tapi secara hukum, jangan buru-buru berharap seperti ditraktir makan siang saat ulang tahun. Uang pisah bukan otomatis jadi hak pekerja yang mengundurkan diri.
Tunggu dulu, kita bahas dari awal.
Zaman Old: Ketika Uang Pisah Masih di UU Ketenagakerjaan
Dulu, dalam Pasal 162 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja yang resign secara baik-baik berhak atas:
Jadi sejak dulu pun, uang pisah itu bukan wajib secara mutlak, tapi tergantung apakah perusahaan sudah mengaturnya dalam kebijakannya, baik dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
ADVERTISEMENT
Namun pada tahun 2020, muncul sosok baru dalam kehidupan ketenagakerjaan Indonesia: Omnibus Law, alias UU Cipta Kerja.
Dan boom! Pasal 162 dihapus.
Uang pisah? Masih bisa, tapi jadi lebih... conditional.
Zaman Now: Sesuai PP 35/2021
UU Cipta Kerja kemudian punya “anak” bernama Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021. Dalam pasal 50, disebutkan bahwa:
Pekerja yang resign dan memenuhi syarat:
berhak atas:
Jadi kalau kamu berharap uang pisah padahal di aturan internal kantor tidak menyebutkan itu, ya harapan tinggal harapan.
ADVERTISEMENT
Perlu Diingat: Uang Pisah ≠ Pesangon
Jangan salah kaprah. Banyak yang berpikir, "Saya kerja 10 tahun, masa resign nggak dikasih pesangon?"
Pesangon itu khusus untuk PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang call-nya dari perusahaan, kecuali terlibat tindak pidana di tempat kerja. Kalau resign, kamu yang memutus hubungan kerja, jadi kamu tidak berhak atas pesangon.
"Gimana jika dipaksa resign oleh perusahaan?" Kalo yang ini ada bahasan tersendiri nanti. Yang perlu diingat resign itu hak, atas keinginan sendiri. Kalau dipaksa namanya intimidasi.
Lalu Bagaimana Kalau Perusahaan Tidak Bayar Uang Pisah Padahal Ada di PKB?
Nah, cakep tuh pertanyaannya.... ini baru masuk ke wilayah hukum serius.
Kalau perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB menyebutkan bahwa pekerja resign berhak atas uang pisah, maka perusahaan wajib membayarkannya. Kalau tidak?
ADVERTISEMENT
Bayangkan, karena pelit ngasih uang pisah satu bulan gaji, usaha bisa dibekukan. Bukan cuma mantan karyawan yang pisah, tapi perusahaan bisa "berpisah" dari bisnisnya.
Beberapa Kasus Menarik: Yurisprudensi Bicara
Beberapa hakim PHI dan Mahkamah Agung kadang memberikan uang pisah sebagai bentuk keadilan, walau tidak diatur eksplisit dalam aturan perusahaan. Biasanya ini terjadi kalau pekerja resign secara baik, bekerja bertahun-tahun, dan menunjukkan loyalitas tinggi.
Tapi, tentu saja ini tergantung hakim. Dan berharap pada hakim itu seperti berharap mantan balikan: bisa, tapi jangan berharap terlalu tinggi.
ADVERTISEMENT
Pesan Mantan Pengurus SP : Baca Dulu, Baru Resign
Sebelum menyerahkan surat pengunduran diri yang ditulis dengan kalimat sopan tapi hati bahagia, pastikan kamu membaca:
1. Perjanjian kerja kamu,
2. Peraturan perusahaan,
3. PKB (kalau ada serikat pekerja di tempat kerja).
Kalau di sana tertulis kamu berhak atas uang pisah, pastikan syaratnya terpenuhi. Kalau tidak tertulis, ya sudah: pamit baik-baik saja sudah cukup mulia, rezeki kamu sudah menanti di tempat lain.
Ingat ya untuk membaca dan memahami semua aturan di tempat kerja sebelum mulai bekerja di tempat baru. Jangan baru baca dan paham setelah ada perselisihan atau ketika hendak check out dari tempat kerja.
Dan ingat, resign itu hak, tapi uang pisah bukan otomatis ikut.
ADVERTISEMENT
Sedikit nasihat : resignlah dengan tenang. Tapi jangan lupa baca dokumen dulu sebelum melangkah. Karena tidak semua perpisahan perlu diiringi amplop. Kadang senyuman HR (dan pengalaman pahit manis di kantor) sudah cukup jadi kenang-kenangan.
Referensi Hukum: