Konten dari Pengguna

Ketika Jurnalisme Harus Memilih: Cuan atau Independen?

Abdul Khafi Syatra
Penikmat Kopi. Alumnus Magister KS FISIP Universitas Bengkulu (UNIB). Saat ini tinggal di Kota Bengkulu
5 Februari 2025 14:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Khafi Syatra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi fotografer jurnalistik. Foto: Justin Tallis/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi fotografer jurnalistik. Foto: Justin Tallis/AFP
ADVERTISEMENT
Dunia media sedang menghadapi tantangan besar. Di satu sisi, digitalisasi membuka akses informasi seluas-luasnya. Tapi di sisi lain, model bisnis media yang bertumpu pada iklan dan trafik klik sering kali justru membuat kualitas jurnalistik menurun. Banyak media kini berlomba-lomba menciptakan konten yang sensasional demi mendulang klik, sementara kesejahteraan jurnalis sering kali diabaikan.
ADVERTISEMENT
Di tengah situasi ini, muncul pertanyaan: adakah cara agar media tetap hidup tanpa harus tunduk pada tekanan pasar yang tak selalu sehat? Salah satu jawaban yang mulai banyak dibahas adalah model co-op media atau media berbasis koperasi. Konsepnya sederhana: media tidak hanya dimiliki oleh segelintir investor atau konglomerat, tetapi juga oleh pekerjanya sendiri —bahkan oleh pembacanya.
Selama ini, banyak media mengandalkan model bisnis berbasis iklan. Konsepnya, semakin banyak pembaca yang mengklik berita, semakin besar pendapatan iklan yang masuk. Akibatnya, kualitas konten sering kali dikorbankan demi judul-judul bombastis dan artikel yang mudah viral.
Tapi masalahnya, model ini tidak selalu membawa keuntungan bagi jurnalis dan pembaca. Jurnalis kerap dikejar target tanpa kompensasi yang sepadan, sementara pembaca disuguhi berita yang lebih mengutamakan sensasi daripada informasi berkualitas.
ADVERTISEMENT
Di sinilah model co-op media bisa menjadi alternatif. Dengan sistem kepemilikan kolektif, media tak lagi hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga pada kesejahteraan pekerja dan kualitas jurnalisme itu sendiri.

Co-op Media: Bukan Sekadar Wacana

Gagasan media berbasis koperasi bukan sesuatu yang baru. Di beberapa negara, konsep ini sudah berjalan dan terbukti efektif. The Guardian di Inggris, misalnya, menggunakan model kepemilikan oleh yayasan yang menjamin independensi editorialnya. Lalu ada In These Times di Amerika Serikat, yang sebagian besar didanai oleh pembaca dan pekerja medianya sendiri.
Di Indonesia, konsep ini masih tergolong baru, tapi beberapa media independen mulai mencoba pendekatan serupa. Project Multatuli, misalnya, mengandalkan dukungan dari publik dan komunitas untuk tetap berdiri. Begitu pula dengan Mongabay Indonesia, yang fokus pada isu lingkungan dan didanai dari hibah serta donasi pembaca yang peduli.
ADVERTISEMENT
Model seperti ini tidak hanya memberi kebebasan bagi media dalam menentukan arah editorialnya, tetapi juga memastikan bahwa jurnalis mendapatkan kesejahteraan yang layak. Dengan kepemilikan bersama, keputusan bisnis tidak hanya ditentukan oleh kepentingan pemilik modal, tetapi juga oleh mereka yang benar-benar bekerja di dalamnya.

Tantangan dan Peluang di Indonesia

Tentu saja, model co-op media bukan tanpa tantangan. Salah satu hambatan terbesar adalah kebiasaan pembaca Indonesia yang masih cenderung mencari berita gratis. Budaya membayar untuk konten berkualitas masih belum sepenuhnya terbentuk, meskipun beberapa platform seperti Narasi dan Asumsi mulai mendorong tren ini dengan model berbasis membership.
Selain itu, ada juga tantangan dari segi regulasi dan kebijakan. Di beberapa negara, media koperasi mendapat insentif berupa keringanan pajak atau dukungan dana dari pemerintah. Jika model ini ingin berkembang di Indonesia, regulasi yang mendukung juga perlu dipertimbangkan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, peluang untuk mengembangkan model co-op media tetap terbuka. Dengan meningkatnya kesadaran publik tentang pentingnya jurnalisme independen dan bertanggung jawab, bukan tidak mungkin media berbasis koperasi bisa menjadi solusi bagi masa depan industri media yang lebih adil dan berkelanjutan.
Industri media sedang berada di persimpangan jalan. Jika hanya mengandalkan model bisnis lama yang bergantung pada iklan dan trafik, kualitas jurnalisme akan terus tergerus. Co-op media menawarkan alternatif yang lebih sehat: media yang tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga benar-benar peduli pada kesejahteraan jurnalis dan kepentingan publik.
Mungkin saat ini belum banyak media yang berani mencoba model ini di Indonesia. Tapi dengan semakin banyaknya contoh sukses dari berbagai negara, siapa tahu, di masa depan kita akan melihat lebih banyak media yang benar-benar dimiliki oleh pembacanya sendiri.
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Pers Nasional (HPN) 2025!