Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Regime Shift BUMN: Administrative ke Corporate
12 Mei 2025 12:36 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ruslan Effendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Polemik mengenai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sering kali berfokus pada pertanyaan apakah kekayaan BUMN termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara dan apakah Lembaga Negara masih berwenang memeriksa. Meskipun perdebatan ini sah, penting untuk menyadari bahwa pergeseran yang lebih besar sedang berlangsung, pergeseran rezim dalam cara negara mengelola BUMN, dari rezim administratif menuju rezim korporasi.
ADVERTISEMENT
Dalam rezim administratif, BUMN dianggap sebagai bagian dari struktur negara, di mana kekayaannya merupakan bagian dari keuangan negara, tunduk pada regulasi keuangan publik dan mekanisme pengawasan yang ketat. Dalam model ini, negara tidak hanya berperan sebagai pemilik, tetapi juga sebagai penguasa operasional. Proses audit, pengawasan oleh DPR, dan kewajiban pelaporan yang ketat mendominasi.
Namun, negara kemudian berusaha memosisikan diri bukan lagi sebagai pengelola bisnis, tetapi sebagai pemegang saham strategis. Inilah yang dikenal dengan pergeseran menuju rezim korporasi. Negara kini memisahkan kekayaan BUMN dari APBN, memberikan mandat kepada entitas korporasi untuk mengelola BUMN secara mandiri dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran.
Audit tidak lagi sekadar berbasis kepatuhan administratif, tetapi beralih kepada pendekatan pengawasan berbasis kinerja. Dampak dari perubahan ini sangat besar. Meskipun pengawasan tetap diperlukan, bentuk dan pendekatannya telah berubah. Pertanggungjawaban publik bukan hanya tercermin dalam laporan keuangan formal, tetapi juga dalam kinerja korporat yang terukur, dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat, dan kontribusi terhadap demokrasi ekonomi, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Pergeseran BUMN menuju rezim korporasi yang lebih mandiri memunculkan tantangan dalam menyeimbangkan otonomi lembaga dengan kontrol politik, sebagaimana diisyaratkan oleh Christensen dan Lægreid (2007). Pengawasan tidak lagi hanya berfokus pada kepatuhan administratif atau pemeriksaan keuangan, tetapi lebih kepada evaluasi kinerja dan dampak ekonomi yang dihasilkan oleh BUMN. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip GCG. Oleh karena itu, pengawasan harus lebih adaptif, berfokus pada pencapaian tujuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, serta tidak memaksakan pemeriksaan yang bersifat invasif, yang seharusnya menekankan pada evaluasi substansial terhadap kinerja dan dampak yang tercapai.
Konteks yang luas menegarai bahwa modernisasi ekonomi yang melibatkan perubahan struktural pada BUMN telah mengarah pada pergeseran dari ekonomi yang lebih terpusat ke arah pengelolaan yang lebih terdesentralisasi (Sabatino (2023). Negara, yang sebelumnya berperan sebagai pengelola langsung BUMN, kini lebih berfokus pada peran sebagai pemegang saham strategis, memungkinkan entitas korporasi untuk beroperasi dengan otonomi lebih besar dan bertanggung jawab atas kinerjanya dalam pasar global.
ADVERTISEMENT
Filosofi yang dikembangkan oleh negara seperti Singapura juga mengingatkan kita bahwa dalam urusan bisnis, pengelolaan dan keputusan strategis seharusnya berada di tangan para pebisnis yang berkompeten. Birokrat, di sisi lain, memiliki fungsi untuk menjaga agar kebijakan dan proses bisnis tetap mengarah pada kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran rakyat. Negara harus memastikan bahwa meskipun memiliki saham dalam BUMN, kekuasaannya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan mandat konstitusional.
Pertanyaan yang relevan bukan lagi "apakah ini keuangan negara atau bukan", tetapi: apakah tata kelola berjalan dengan baik? apakah manfaat bagi publik tercapai?, dan apakah kekuasaan negara yang terwujud dalam bentuk saham tetap digunakan untuk kemakmuran rakyat?, serta apakah Negara sudah siap?
Bibliografi:
Christensen, T., & Lægreid, P. (2007). Regulatory Agencies – The Challenges of Balancing Agency Autonomy and Political Control. Public Management Review, 9(1), 93–118.
ADVERTISEMENT
Sabatino, G. (2023). The Emerging Trends of the Modernization of State-Controlled Economy in the ASEAN Space: The Case of Indonesian State-Owned Enterprises. Rivista di Diritti Comparati, 1.