Konten dari Pengguna

Partisipasi Politik Perempuan di Jerman: Apakah Parlemen Representatif?

Agrace Sinaga
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Krsiten Indonesia
6 Januari 2025 14:37 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agrace Sinaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Isu kesetaraan gender semakin menjadi perhatian utama, termasuk dalam dunia parlemen. Keterlibatan perempuan dalam parlemen seharusnya dipandang sebagai aspek yang sangat krusial, mengingat hak setiap individu untuk berpartisipasi dalam proses politik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jerman, sebagai salah satu negara dengan sistem politik yang dianggap mapan di Eropa, sering kali dijadikan model bagi demokrasi modern dan kesetaraan gender. Namun, di balik citra sistem politik yang mapan, terdapat kondisi yang masih memprihatinkan, di mana representasi perempuan dalam parlemen dinilai belum memadai. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah Eropa, khususnya Jerman, masih berada di bawah pengaruh struktur patriarki yang menghasilkan situasi rentan bagi perempuan dalam masyarakat serta memfasilitasi ketidakadilan melalui kendali institusi politik dan budaya?
ADVERTISEMENT
Di era modern, lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membentuk unit khusus untuk menangani isu-isu perempuan. Salah satu pencapaian penting dalam menciptakan instrumen gender internasional adalah Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). Konvensi ini menegaskan prinsip dasar partisipasi setara antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan publik. Namun, meskipun konvensi ini telah ditandatangani, realitas menunjukkan bahwa perempuan di berbagai belahan dunia masih mengalami marginalisasi dan kurang terwakili dalam ranah politik. Kondisi tersebut sama dengan yang telah terjadi di negara Eropa, meskipun dianggap yang paling maju dalam merepresentasikan hak-hak perempuan dimana diskriminasi berdasarkan jenis kelamin merupakan hal yang sudah terlarang secara hukum dan Parlemen eropa sendiri dengan 35.2% anggotanya perempuan merupakan yang paling memiliki keseimbangan gender sejauh ini. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan “Apakah parlemen Jerman sudah benar-benar representatif?”
ADVERTISEMENT
Posisi Perempuan dalam Politik Jerman
Jerman telah membuat langkah signifikan dalam meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik tercermin dari kanselir perempuan pertama Jerman, Angela Merkel, menjabat selama 16 tahun dan menjadi salah satu pemimpin yang berpengaruh di dunia. Di Jerman sendiri, Angela Merkel mengakui bahwa sudah banyak yang telah dicapai selama beberapa dekade terakhir dalam jalan menuju kesetaraan gender. Hal tersebut dilihat dengan mulai ramainya menteri, anggota parlemen, dan tokoh politik perempuan yang turut aktif di dalamnya. Namun, kenyataan ini tidak menunjukan adanya peningkatan representasi perempuan di parlemen.
Dari tahun 2019 hingga 2023, data menunjukkan bahwa representasi perempuan di Bundestag (parlemen federal Jerman) masih belum memenuhi target yang diharapkan. Hal ini mencerminkan bahwa kesenjangan gender di parlemen belum mengalami perbaikan yang signifikan, sehingga masih diperlukan berbagai upaya untuk mempercepat kemajuan tersebut. Kendati demikian, jumlah perempuan yang duduk di parlemen nasional Jerman, baik di tingkat majelis rendah maupun majelis tunggal, menunjukkan tren peningkatan secara konsisten dari tahun ke tahun. Pada Januari 2019, jumlah perempuan di parlemen tercatat sebanyak 219 orang, yang kemudian meningkat menjadi 221 orang pada Januari 2020. Tren ini berlanjut dengan bertambahnya jumlah perempuan menjadi 223 orang pada tahun 2021. Peningkatan yang lebih signifikan terjadi pada Januari 2022, di mana jumlah perempuan mencapai 257 orang, dan angka ini sedikit meningkat lagi menjadi 258 orang pada Januari 2023. Meski angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dekade sebelumnya, namun masih jauh dari target kesetaraan gender. Hambatan struktural, stereotip gender, dan kurangnya dukungan institusional sering kali menjadi penghalang bagi perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam politik.
ADVERTISEMENT
Keterkaitan dengan Sustainable Development Goals (SDGs)
Partisipasi politik perempuan secara langsung berkaitan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDGs 5 (Gender Equality) dan SDGs 16 (Peace, Justice and Strong Institutions). SDGs 5 berfokus pada pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta anak perempuan. Target utama SDGs 5 adalah memastikan partisipasi penuh dan efektif perempuan serta kesempatan yang setara untuk kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan publik. Dalam hal ini meskipun Jerman memiliki kemajuan representasi dibandingkan dekade sebelumnya namun angka keterwakilan ini masih jauh dari kata ideal. Dengan hanya 35,2% kursi di parlemen yang diisi oleh perempuan, kondisi ini menunjukan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi untuk mencapai target SDGs 5. Keterwakilan yang rendah ini tidak hanya mencerminkan ketidakadilan sosial, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu gender dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Sumber foto: dokumen pribadi
Sementara itu, SDGs 16 menekankan pentingnya membangun masyarakat yang damai dan inklusif serta menyediakan akses ke keadilan untuk semua. Salah satu sub-targetnya adalah memperkuat institusi di semua tingkat untuk mempromosikan keadilan yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam konteks partisipasi politik perempuan, keberadaan perempuan dalam posisi pengambilan keputusan tidak hanya penting untuk mencapai kesetaraan gender tetapi juga untuk memastikan bahwa perspektif perempuan diakomodasi dalam pembuatan kebijakan. Ketika perempuan memiliki suara dalam proses politik, hal ini dapat mengarah pada kebijakan yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan seluruh populasi, termasuk isu-isu seperti kekerasan berbasis gender, kesehatan reproduksi, dan kesejahteraan anak.
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Solusi
Partisipasi perempuan dalam politik di Jerman masih tergolong rendah meskipun ada beberapa upaya untuk meningkatkan representasi mereka. Beberapa hambatan utama yang dihadapi perempuan dalam mencapai posisi politik yang setara:
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah dapat diambil:
Kesimpulan
Peningkatan representasi perempuan di parlemen Jerman tidak semata-mata mengenai pemenuhan kuota, tetapi lebih jauh merupakan upaya untuk menciptakan institusi yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kehadiran perempuan dalam jumlah yang lebih signifikan di parlemen memungkinkan isu-isu yang sebelumnya kurang mendapat perhatian untuk diidentifikasi dan ditangani secara lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, peningkatan partisipasi politik perempuan dapat menjadi preseden positif bagi negara-negara lain, sekaligus memperkuat posisi Jerman sebagai pemimpin dalam mendorong kesetaraan gender dan demokrasi yang inklusif di tingkat global. Dalam konteks Sustainable Development Goals (SDG) 5 tentang kesetaraan gender dan SDG 16 tentang perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh, langkah ini merupakan elemen kunci dalam mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan harmonis.Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan harus menjadi prioritas bagi semua pemangku kepentingan, baik di tingkat nasional maupun global.