Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pendidikan sebagai Jalan Inovasi Bangsa
2 Mei 2025 13:41 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Cely Julianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Tiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Di balik upacara di halaman sekolah dan pidato pejabat, hari ini sesungguhnya adalah pengingat bahwa pendidikan bukan sekadar kewajiban formal. Ia adalah nadi peradaban. Dan lebih dari itu, pendidikan adalah jantung dari riset dan inovasi dua hal yang makin krusial dalam menjawab tantangan zaman.
ADVERTISEMENT
Tanggal 2 Mei dipilih karena bertepatan dengan hari lahir Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, yang telah menanamkan benih pemikiran bahwa pendidikan bukan alat kekuasaan, melainkan ruang pembebasan. “Tut wuri handayani” tak hanya semboyan yang terpajang di dinding kelas. Ia adalah filosofi bahwa setiap manusia harus didorong untuk berkembang, menemukan dirinya, dan memberi makna bagi masyarakatnya.
Kita sering menyebut pendidikan sebagai tulang punggung bangsa. Tapi apakah kita telah benar-benar merawat tulang punggung itu? Pendidikan hari ini menghadapi berbagai tantangan: kesenjangan akses di daerah terpencil, kualitas pengajaran yang belum merata, beban administratif bagi guru, hingga jurang antara teori dan praktik. Di tengah semua itu, dunia bergerak cepat. Teknologi berkembang, pekerjaan berubah, dan problem sosial kian kompleks. Pendidikan tak bisa lagi berjalan lambat dan linier.
ADVERTISEMENT
Kita butuh pendidikan yang adaptif, berbasis masalah, dan mendorong kreativitas. Dan yang tak kalah penting: pendidikan harus menjadi ekosistem yang melahirkan riset dan inovasi. Mengapa negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Jerman bisa begitu unggul dalam teknologi? Karena mereka memiliki budaya riset yang hidup, dan itu ditanam sejak bangku sekolah.
Di Indonesia, riset dan inovasi masih sering dipandang sebagai ranah akademik tinggi yang terpisah dari pendidikan dasar dan menengah. Padahal, minat meneliti tumbuh dari hal kecil: pertanyaan-pertanyaan sederhana di kepala anak-anak yang diberi ruang untuk dijawab lewat eksplorasi. Sayangnya, sistem pendidikan kita masih terlalu menekankan pada hafalan dan nilai ujian. Kurangnya laboratorium, keterbatasan guru dalam membimbing riset kecil, serta minimnya penghargaan terhadap penemuan-penemuan lokal menjadikan riset terasa jauh dari keseharian siswa. Padahal, dari ruang kelas sederhana pun bisa lahir inovasi besarbasal diberi ruang dan dukungan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga pengelola riset terpusat. Namun, agar BRIN tidak berjalan sendiri dalam menara gading, harus ada jembatan kuat dengan dunia pendidikan. Kerja sama antara BRIN dan institusi pendidikan penting untuk menjaring peneliti muda sejak awal. Sekolah menengah atas bisa menjadi ladang eksperimen. Universitas bukan hanya tempat menulis skripsi, tetapi wahana penciptaan teknologi dan solusi lokal. Guru dan dosen bisa menjadi mentor inovasi, bukan hanya pengajar kurikulum.
Pemerintah perlu memberi insentif agar lembaga pendidikan dan lembaga riset bersinergi. Program magang riset, beasiswa inovasi, hingga kompetisi ilmiah berbasis tantangan sosial bisa menjadi pemantik. Inovasi tidak lahir dari ruang kosong. Ia membutuhkan ekosistem yang sehat: pendidikan yang membebaskan pikiran, riset yang diberi ruang gagal, dan masyarakat yang menghargai ilmu.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, budaya ilmiah di masyarakat kita masih lemah. Tak jarang inovator lokal dipandang sebelah mata, sementara produk luar negeri dijadikan standar kehebatan. Ini tantangan mental kolektif yang harus kita ubah bersama. Pendidikan bisa memulainya: dengan mengajarkan siswa berpikir kritis, memberi ruang bertanya, dan membiasakan metode ilmiah sejak dini. Pemerintah bisa membantu lewat anggaran riset yang memadai, fasilitas yang memadai, dan kebijakan yang berpihak pada inovator.
Industri juga perlu hadir: menjadi mitra, bukan sekadar pengguna hasil riset. Dunia usaha harus membuka diri terhadap inovasi dari dalam negeri, memberi tantangan nyata bagi para peneliti muda, dan menciptakan pasar bagi produk berbasis pengetahuan.
Refleksi dan Harapan
Hari Pendidikan Nasional tahun ini harus kita rayakan dengan refleksi yang jujur dan harapan yang konkret.
ADVERTISEMENT
Pertama, pendidikan Indonesia harus melepaskan diri dari sekadar rutinitas administrasi. Ia harus menjadi ruang pencarian makna, laboratorium kehidupan, dan tempat lahirnya gagasan-gagasan pembaruan.
Kedua, riset harus ditanamkan sejak dini bukan sekadar di jenjang S2 atau S3. Anak-anak perlu dilatih untuk bertanya, merancang percobaan, mencatat hasil, dan berani gagal. Budaya ilmiah harus menjadi bagian dari kebiasaan belajar.
Ketiga, kita perlu sistem pendidikan yang lebih inklusif terhadap teknologi. Di era digital ini, akses ke pengetahuan tidak lagi terbatas di ruang kelas. Internet, AI, dan platform daring bisa menjadi jembatan baru dalam membangun generasi pembelajar sepanjang hayat.
Keempat, mari kita pastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan diarahkan untuk memperkuat daya saing bangsa. Tanpa riset dan inovasi, kita akan terus bergantung pada negara lain. Dengan riset dan inovasi yang kuat, Indonesia bisa berdiri di garis depan peradaban.
ADVERTISEMENT
Ki Hadjar Dewantara pernah berkata bahwa pendidikan harus memerdekakan. Merdeka dalam berpikir, merdeka dalam berinovasi, dan merdeka dalam menentukan masa depan.
Kini, setelah Indonesia merdeka, kita punya kesempatan besar untuk menjadikan pendidikan sebagai lokomotif riset dan inovasi. Momentum Hari Pendidikan Nasional bukan hanya untuk mengingat masa lalu, tapi menyalakan semangat baru.
Mari kita jadikan setiap ruang kelas sebagai laboratorium kecil. Jadikan setiap anak Indonesia sebagai peneliti masa depan. Jadikan pendidikan sebagai pintu masuk menuju bangsa yang mandiri, unggul, dan mampu menciptakan solusi atas masalah-masalahnya sendiri.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Saatnya belajar, meneliti, dan berinovasi untuk Indonesia yang lebih cerdas.