Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Sains Bukan Sekadar Rumus, Tapi Harapan Masa Depan
6 April 2025 13:39 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Cely Julianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Fenomena menurunnya minat anak muda terhadap ilmu sains mulai menjadi sorotan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pelajaran yang dulu dianggap sebagai jendela masa depan, kini justru banyak dihindari oleh generasi muda. Mereka lebih memilih bidang yang dianggap lebih praktis, kreatif, atau cepat menghasilkan uang, seperti bisnis digital, seni visual, atau konten media sosial. Kondisi ini tentu menimbulkan kekhawatiran, terutama di tengah kebutuhan dunia terhadap generasi yang melek teknologi dan sains.
ADVERTISEMENT
Ilmu sains yang mencakup fisika, kimia, biologi, dan matematika bukan sekadar pelajaran sekolah, tapi landasan bagi berbagai inovasi dan teknologi yang digunakan setiap hari. Sayangnya, banyak anak muda merasa sains adalah pelajaran yang rumit, membosankan, dan tidak relevan dengan kehidupan nyata mereka. Persepsi ini diperkuat oleh sistem pembelajaran yang masih kaku, terlalu teoritis, dan minim praktik menyenangkan.
Banyak siswa merasa pelajaran sains hanya berisi rumus, hafalan, dan soal-soal sulit. Buku pelajaran yang berat dan gaya mengajar yang tidak variatif membuat mereka kehilangan semangat. Alih-alih menjelaskan konsep secara visual atau melalui eksperimen, materi sains sering kali disampaikan dengan cara konvensional yang sulit dimengerti. Padahal, sains seharusnya menyenangkan dan penuh rasa ingin tahu.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, budaya populer juga ikut mempengaruhi pilihan minat anak muda. Dunia digital yang serba cepat, instan, dan viral membentuk pola pikir baru tentang kesuksesan. Banyak remaja melihat figur idola yang sukses tanpa harus melalui jalur akademik yang panjang dan rumit. Mereka pun lebih tertarik mengejar profesi yang tampak menarik di media sosial, ketimbang menekuni bidang sains yang membutuhkan waktu dan dedikasi tinggi.
Turunnya minat terhadap sains berdampak langsung pada masa depan bangsa. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan kekurangan tenaga ahli di bidang riset, teknologi, dan inovasi. Negara akan kesulitan bersaing dalam industri berbasis sains dan teknologi, karena generasi penerusnya tidak cukup tertarik untuk mengembangkan keahlian di bidang tersebut. Ketergantungan pada teknologi asing pun bisa meningkat, karena kurangnya inovasi lokal yang berbasis sains.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rendahnya minat terhadap sains juga memengaruhi daya pikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah. Ilmu sains pada dasarnya melatih logika, ketelitian, dan nalar ilmiah. Tanpa itu semua, akan sulit membentuk masyarakat yang tangguh dalam menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim, krisis energi, hingga kesehatan publik.
Meski begitu, situasi ini bukan tanpa solusi. Diperlukan pendekatan baru dalam mengenalkan sains kepada generasi muda. Pembelajaran sains harus lebih menyenangkan, kontekstual, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, siswa bisa diajak untuk membuat proyek sederhana, seperti menciptakan alat penjernih air, membuat sabun alami, atau mengamati tumbuhan di sekitar rumah. Dengan begitu, mereka bisa melihat langsung bagaimana sains bekerja dalam kehidupan nyata.
Peran guru juga sangat penting. Guru tidak hanya menjadi penyampai materi, tetapi juga inspirator dan pembuka wawasan. Guru yang antusias dan kreatif bisa menularkan semangat cinta sains kepada murid-muridnya. Begitu juga dengan orang tua yang bisa mendukung minat anak melalui kegiatan edukatif di rumah, seperti bermain permainan sains, menonton dokumenter, atau mengunjungi pusat ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Media dan teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan minat sains. Saat ini banyak kanal YouTube, podcast, dan aplikasi edukasi yang membahas sains dengan cara yang seru dan mudah dipahami. Dengan mengemas sains dalam bentuk visual, cerita, dan humor, anak-anak muda bisa lebih tertarik dan merasa bahwa sains bukan sesuatu yang asing atau menakutkan.
Tak kalah penting, pemerintah dan lembaga pendidikan juga harus terus berinovasi. Dukungan terhadap kegiatan penelitian siswa, lomba sains, atau akses ke laboratorium dan alat peraga sangat diperlukan. Selain itu, penting untuk membangun ekosistem pendidikan yang menghargai proses, bukan hanya hasil akhir. Dengan demikian, siswa bisa lebih fokus belajar dengan rasa ingin tahu, bukan sekadar mengejar nilai.
Masa depan sains di Indonesia sangat bergantung pada generasi mudanya. Jika mereka diberikan ruang, cara, dan motivasi yang tepat, bukan tidak mungkin akan muncul kembali gelombang minat terhadap dunia sains. Dari sana, lahir inovasi baru, solusi bagi berbagai masalah bangsa, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT