Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
![Masyarakat adat Ternate saat menyambut malam Ela-ela dengan membawa obor pada ramadahan tahun 2019. Foto: Nurkholis Lamaau/jmg](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1620310188/cy2bc3fqo1pmwxwdf6jg.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua DPRD Kota Ternate, Muhajirin Bailussy mengatakan, larangan pawai obor tersebut merupakan tindak lanjut dari surat edaran pemerintah pusat. Meski begitu, katanya, pawai obor bisa saja dilakukan apabila tidak melangar protokol kesehatan.
“Karena saat ini COVID-19 belum melandai. Pada prinsipnya, kegiatan pawai obor tersebut bisa disederhanakan dengan tidak menimbulkan kerumunan. Jadi bisa dibikin, tapi dalam bentuk yang sederhana,” ujar Muhajirin, Kamis (6/5).
Menurutnya, pawai obor di malam ela-ela merupakan sebuah tradisi keislaman. “Jadi bagi saya tidak masalah. Tapi kan kondisi saat ini kita lagi diperhadapkan dengan pandemi COVID-19. Jadi dibuat sederhana saja," ujarnya.
ADVERTISEMENT
DPRD, Malam Ela-ela, Tradisi yang Dipelihara
Secara terpisah, Presidium Keluarga Malamo Tarnate (KARAMAT), Iksan Badruddin mengatakan, pawai obor di malam ela-ela adalah tradisi yang sudah dipelihara sejak ratusan tahun silam.
"Seperti tradisi kolano uci sabea (sultan turun salat) yang dimulai dengan beberapa ritual adat, yakni oro (ambil) waktu dari sigi lamo (masjid besar Kesultanan Ternate) menuju Kedaton sampai selesai. Begitu juga pembuatan lampion (lampu ela-ela) di rumah-rumah," ujar Iksan.
Prosesi adat tersebut, menurut Iksan, juga dibuat di setiap soa atau wilayah, dan itu sudah berlangsung lama sampai saat ini.
"Jadi ritual menyambut malam 27 Ramadhan adalah hal yang tidak bisa dilarang. Karena itu tradisi yang sudah dijaga sejak ratusan tahun silam," tandasnya.
ADVERTISEMENT
---
Julfikar Sangaji