Konten Media Partner

Kisah Sarif Robo, Anak Petani Ternate yang Jatuh-Bangun Menempuh Pendidikan

7 Oktober 2020 8:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sarif Robo saat wisuda dengan teman-temannya. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Sarif Robo saat wisuda dengan teman-temannya. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Keadaan fisik tak punya sangkut-paut dengan tekad seseorang. Keterbatasan fisik tak serta-merta membatasi mimpi. Sarif Robo, pria asal Kelurahan Kulaba, Ternate Utara, Maluku Utara, membuktikan itu.
ADVERTISEMENT
Lahir dengan tubuh yang lebih kecil dari kebanyakan orang, Sarif boleh dibilang kenyang dengan perundungan. Namun, dengan kondisi itulah, ia terus menghidupkan mimpi; membawa kebanggaan masuk dan menyala di dalam rumahnya.
Cermat menemui Sarif usai gelaran Mini Fesival Kulaba Tempo Dulu. Perannya dalam kegiatan ini begitu krusial. Ide-idenya banyak yang dirumuskan menjadi konsep dari gelaran yang rencananya rutin dilakukan setiap tahun itu. Tak ada kata minder yang terpancar dari dirinya. Sebaliknya, Sarif tampak cekatan mengatur ini dan itu. Ia didaulat sebagai Wakil Ketua Pemuda Kulaba.
“Saya bertanya ke diri saya, kalau saya tidak melanjutkan studi lalu saya bisa bekerja apa dengan kondisi fisik yang seperti ini,” ucap pria kelarihan Tidore Kepulauan 30 tahun lalu itu.
ADVERTISEMENT
Sarif berkisah, usai menamatkan sekolah di SMA N 6 Kota Ternate, Sarif dihadapkan dengan kebuntuan. Ia kebingungan mencari pekerjaan, yang bisa membantu ekonomi orangtuanya. Pada titimangsa 2008, ia hanya bekerja sebagai pencari buah pala.
“Bahkan ada yang bilang; itu su tra sekolah kong pigi bacari buah pala (itu sudah tidak sekolah makanya pergi mencari buah pala). Tapi saya tidak peduli, bagi saya itu adalah motivasi untuk tetap optimis melanjutkan pendidikan,” kisah Sarif.
Dengan segala upaya dan tekat yang kaut, setahun setelahnya, Sarif mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Ilmu Tanah di Universitas Khairun Ternate. Dalam menjalani studi sarjana itu, ia berhasil lolos mengikuti beberapa program beasiswa, seperti Bantuan Buat Mahasiswa (BBM) dan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).
ADVERTISEMENT
Sarif cukup menonjol dalam perkuliahan maupun organisasi kemahasiswaan. Terbukti, ia dipilih sebagai perwakilan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Unkair dalam pertemuan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia di Universitas Sumatera Utara.
Sarif menyelesaikan studi di Unkhair dengan gelar cumlaude. Semakin yakin dengan kemampuannya, ia kembali memupuk mimpi untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
“Dulu itu saya punya keinginan untuk bisa mengijakkan kaki di kota-kota besar,” katanya.
Sarif Robo saat pelatihan desain model Dinamika Spasial untuk mendukung pengambilan keputusan dalam program petahanan pangan. Foto: Dokumen Sarif Robo
Mimpi itu menjadi kenyataan, pada 2014 ia diterima sebagai mahasiswa pasca sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan konsentrasi di bidang pengelolaan daerah aliran sungai.
Hidup di perantauan memaksanya memutar otak agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari serta membiayai kuliahnya, kondisi yang kemudian membuatnya terlambat menyelesaikan studi di IPB.
ADVERTISEMENT

Ayah Sarif Jatuh Sakit hingga meninggal Dunia

Bahkan, kisah perjuangan Sarif di Bogor masih panjang. Kadang ia belajar dalam keadaan gelisah akibat ayahnya, Lukman Robo jatuh sakit, hingga opname di RS Dharma Ibu di Ternate, pada tahun 2016. Kondisi itu memaksa Sarif harus balik ke Ternate.
Sarif bahkan tak punya uang untuk pulang menjenguk ayahnya yang sakit. Mendengar kabar itu, teman-teman Sarif di Bogor pun berinisiatif patungan uang untuk biaya Sarif balik ke Ternate.
“Tahun 2016 Bapak opname. Matanya Sudah tak bisa melihat. Itu bekas benturan. Kata dokter, bapak opname karena dari mata itu, juga berdampak pada sistem syaraf otak bapak,” kata Sarif.
“Bapak pun mengehembuskan napas terakhir di RS Dharma Ibu,” ungkapnya. Meski begitu, Sarif, anak tertua dari lima bersuadara ini, tetap melajutkan kuliah.
ADVERTISEMENT
Setah bapaknya pergi meninggalkan mereka, Sarif lah yang berperan menjadi tulang punggung keluarga, membantu Ibunya yang sudah lanjut usia.
“Saya tetap bertekat balik selesaikan studi di Bogor. Beberapa keluarga patungan memberikan uang tiket untuk saya berangkat ke Bogor,” ungkapnya.
Saat tiba di Bogor, Sarif mendapat beberapa projek-pekerjaan, ia diajak dosennya, untuk memegang beberapa program KLHK. Di situ, Sarif bekerja selama enam bulan.
Setelah dari program KLHK, Sarif pun mendapat tawaran pekerjaan di beberapa perusahaan selama enam bulan pula. “Bahkan, akibat banyak pekerjan, tesis saya hampir tertunda,” ungkapnya.
Selain itu, karena kemampuannya Sarif bisa tergabung dalam sejumlah proyek penting. Ia terlibat dalam projek penanganan banjir Jakarta dan penanganan kerusakan gambut yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Tak hanya itu, pada 2017 di bawah LPPM IPB ia turut serta dalam proyek pusat studi pembangunan pedesaan.
ADVERTISEMENT
“Saya hanya ingin mengangkat harkat dan martabat keluarga. Dulu keluarga kami sangat direndahkan oleh orang-orang di lingkungan kami, baik dari ekonomi maupun pendidikan,". "Bila Anda ingin bertanya tentang ilmu tanah, bisa tanya ke saya. Bila Anda ingin tahu cara mendidik anak, maka tanyakan pada orang tua saya,” jelas anak pertama dari pasangan Almarhum Lukman Robo dan Nurain Hadad itu.
Saat ini, Sarif dan adik ke empatnya, yang sudah bekerja di salah satu diler motor, menjadi tulang pungung keluarga. Mereka berdua berusaha untuk membiayai dua adik mereka yang masih SMP. Sementara adik ketiga mereka yang perempuan, Sudan menikah, dan punya anak.
Bahkan, hingga kini, tekad Sarif dalam menempuh pendidikan masih berpendar menolak padam. Cepat atau lambat, ia ingin melanjutkan studi doktoral. Selain sibuk dalam organisasi kepemudaan Kulaba, ia juga menjadi dosen aktif Unkhair. Beberapa waktu lalu ia terpilih sebagai anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Ternate Barat.
ADVERTISEMENT
“Pendidikan tak hanya untuk mereka yang berkecukupan secara finansial, bukan juga hanya untuk mereka yang sempurna secara fisik. Melainkan untuk kita semua. Jangan dengarkan perkataan buruk orang lain. Tetap optimis,” pungkasnya.
---
Muhdir Ar