Kronologi Pemuda Dianiaya Polisi Halut dan Disuruh Minta Maaf ke Anjing Pelacak

Konten Media Partner
6 Oktober 2022 13:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
Solidaritas dari mahasiswa di depan Diskrimum Polda Maluku Utara, memberi dukungan terhadap Ongen, korban penganiayaan oknum anggota Polres Halmahera Utara. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Solidaritas dari mahasiswa di depan Diskrimum Polda Maluku Utara, memberi dukungan terhadap Ongen, korban penganiayaan oknum anggota Polres Halmahera Utara. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Yulius Yatu, alias Ongen, mahasiswa Universitas Halmahera, Maluku Utara, tidak menyangka, status WhatsApp yang mengutarakan keresahan nya terhadap institusi kepolisian, mendapat dugaan tidak kekerasan dari oknum anggota Polres Halmahera Utara.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini pun mendapat perhatian serius dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
KontraS bahkan mengecam tindakan penganiayaan yang dilakukan 4 anggota Polres Halmahera Utara terhadap Ongen, yang terjadi pada Selasa 20 September 2022.
KontraS mengungkapkan peristiwa keji itu, bermula dari ekspresi korban terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan pengamanan aksi massa terkait kenaikan harga BBM melalui status WhatsApp miliknya.
Yulius Latu, alis Ongen. Korban kekerasan oknum anggota Polres Halmahera Utara
Selang sehari kemudian, orang tidak dikenal datang mencari korban di kediamannya sekitar pukul 21.00 WIT. Lalu, seraya bertanya mengenai identitas sebuah foto kepada korban, pelaku sontak memukul tepat di bagian wajah, korban dicekik, dan dibawa keluar dari rumah menuju jalan umum.
ADVERTISEMENT
“Ketika korban diseret, pelaku tetap memukuli korban hingga menyebabkan luka lebam di bawah mata, bibir bagian bawah pecah, dan kembali dicekik hingga korban jatuh pingsan,” kata Staf Divisi Hukum KontraS, Abimayu Septiadji Sunsang, melalui rilis kepada cermat, Kamis (6/10).
Pihaknya menilai, penggunaan cara-cara kekerasan berupa penyiksaan dalam agenda pemeriksaan tidak diperkenankan dalam kondisi atau situasi apa pun (non-derogable rights).
Karena itu, pihaknya mendesak Kapolda Maluku Utara untuk segera mengusut secara tuntas terhadap dugaan peristiwa penganiayaan dan pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh 4 anggota Polres Halmahera Utara.
“Kami mendesak para pelaku dijatuhi hukuman maksimal, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku," tegas Abimayu.
Selain itu, ia juga minta agar pihak korban dan keluarga korban diberikan akses informasi seluas-luasnya berkaitan dengan proses hukum terhadap para pelaku yang sedang berjalan.
ADVERTISEMENT
KontraS juga mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Halmahera Utara, karena telah membiarkan peristiwa keji ini dilakukan oleh anggotanya.
“Kami minta LPSK proaktif dalam peristiwa ini untuk memberikan perlindungan kepada korban, saksi kunci, dan keluarga korban. Kami juga mendorong agar LPSK turut merumuskan ganti kerugian berupa restitusi apabila korban mengalami kerugian akibat dari peristiwa ini,” ujarnya.
Sementara, kepada Komnas HAM, pihaknya minta untuk melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dan melakukan pemantauan proses hukum terduga pelaku penyiksaan berdasarkan kewenangannya yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum Polres Halmahera Utara.

Ongen Diintimidasi Lewat Telepon

Ongen, korban penganiayaan oknum anggota Polres Halmahera Utara, saat ini pun masih mendapat intimidasi dari orang yang tidak dikenal melalui telepon.
Hal itu diungkapkan Fahrizal Dirham, Sekretaris LBH Marimoi kepada cermat.
ADVERTISEMENT
“Beberapa kali dia (korban) ditelepon nomor yang tidak dikenal dan mendapatkan intimidasi. Orang yang tidak dikenal itu, memaksa Ongen untuk mau melakukan upaya damai secara kekeluargaan,” ungkap Fahrizal.
Bahkan, katanya, orang tua Ongen yang ada di Loloda, Laba Besar, Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), sempat didatangi oleh salah satu pemerintah kecamatan Loloda, yang katanya mewakili Bupati Halbar.
Oknum itu pun sempat menawarkan ke orang tua korban, “Jika mau berdamai secara kekeluargaan maka mereka (orang tua korban) minta apa pun akan diberikan,” ungkap Fahrizal.
“Tapi orang tua korban menolak. Karena anak mereka dianiaya, maka mereka ingin hal ini melalui jalur hukum,” tambahnya.
Fahrizal bilang, saat ini, proses hukum di Propam sudah lakukan gelar perkara. Informasinya, keempat oknum anggota (mengarah) terbukti melakukan penganiayaan terhadap korban.
ADVERTISEMENT
“Dan saat ini Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) sudah diajukan ke Pimpinan. Namun belum ditandatangani. Kalau sudah ditandatangani kami dari LBH Marimoi sebagai penasihat hukum korban akan diberikan dan jadwal sidang etik akan tertera di situ,” katanya.
LBH Marimoi juga bekerja sama dengan KontraS untuk memasukkan laporan pengaduan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan ke korban dan saksi kunci.