news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mangrove yang Tersisa di Ternate

Konten Media Partner
17 Agustus 2019 16:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mangrove yang tersisa di Ternate. Foto: Olis/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Mangrove yang tersisa di Ternate. Foto: Olis/cermat
ADVERTISEMENT
Sebaran pohon mangrove di Ternate, Maluku Utara, tidak begitu banyak. Selain kondisi ekosistem, juga masalah pembangunan yang semakin pesat.
ADVERTISEMENT
Informasi yang didapat dari kebijakan satu peta atau One Map Mangrove (OMM) 2017 yang bersumber dari sejumlah instansi, salah satunya Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) menyebutkan dari 10 kabupaten dan kota di Maluku Utara, tingkat kerapatan mangrove di Ternate berada paling terakhir. Sekitar 78,54 hektare. Luas wilayah kota ini memang tidak terlalu besar. Hanya 111,39 km.
Salah satu titik tumbuhnya pohon mangrove dapat dilihat di pesisir Kelurahan Mangga Dua. Lokasi ini memang memiliki kontur tanah yang cocok untuk pertumbuhan mangrove. Hanya saja, setelah ada pembangunan reklamasi, nasib pohon tersebut semakin terancam.
Warga Mangga Dua, Syaiful Amarullah kepada cermat mengaku, sekitar tempat tinggalnya dulu terdapat banyak pohon mangrove. Lokasi yang saat ini menjadi area Pelabuhan Perikanan adalah muara mangrove dan merupakan tempat bermain semasa kecilnya.
Sampah rumah tangga tampak memenuhi area tumbuhnya mangrove. Lokasi ini berada di kompleks Siantan, Mangga Dua, Ternate. Foto: Rajif Duchlun
“Di situ dulu torang (kami) sebut mulut air. Sering batobo (mandi) karena di situ air bersih,” kata Syaiful.
ADVERTISEMENT
Syaiful memperkirakan sudah 30 persen mangrove yang sudah tiada. Sisanya saat ini hanya beberapa pohon saja. Posisinya berdekatan dengan tambatan perahu tempel serta speedboat. Cermat berkesempatan melihat langsung kondisi pohon tersebut. Pohon-pohon itu tampak berdiri gagah di sekitar pemukiman.
Lokasi itu dikenal dengan kompleks Siantan. Area ini juga, seingat Syaiful dulu mempunyai muara mangrove yang cukup besar. Tempat yang asri dan menyenangkan bagi ia dan teman-teman masa kecilnya itu kini sudah dipenuhi sampah rumah tangga.
Merasa prihatin kondisi tersebut, pada 2015 pemuda sekitar pernah menanam anakan mangrove, tepatnya di belakang perpustakaan mandiri yang mereka bangun. Ada sekitar 15 anakan. Namun yang tersisa hanya satu dan sekarang tingginya sudah berkisar 10 meter.
ADVERTISEMENT
Pesisir Mangga Dua saat ini memang menjadi salah satu titik perekonomian di Ternate. Di atas lahan reklamasi itu, berdiri sejumlah ruko, hotel, hingga beragam jajanan. Terdapat juga pelabuhan speedboat dengan rute Ternate-Sofifi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Ternate Risval Budiyanto, saat disambangi cermat di ruang kerjanya, Selasa (13/8) menyebut, saat pembangunan awal daerah mangrove yang tersisa itu memang sengaja tidak disentuh.
“Makanya jalur reklamasi Kota Baru-Mangga Dua itu dia agak lari menjauh dari situ, karena melindungi itu,” ujar Risval.
Mangrove yang tersisa di pesisir Kelurahan Mangga Dua, Ternate. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Risval malah khawatir keberadaan sejumlah speedboat di sekitar mangrove dapat mengancam ekosistem mangrove. “Kita sih tidak melarang sampai terjadi parkiran, cuma harus dijaga jangan sampai limbah minyak ini itu juga turut mempercepat kematian mangrove. Maka ini tugas kita bersama,” katanya.
ADVERTISEMENT
Pembangunan reklamasi untuk jalan lingkar di tepian kota ini sendiri, diakui Risval, akan dibangun hingga ke pesisir Kelurahan Sasa, Ternate Selatan. Saat ini proses pembangunan jalan lingkar baru sampai di pesisir Kelurahan Kalumata. Kendati begitu, ia mengaku tetap memperlakukan sama seperti saat pembangunan di Mangga Dua dengan menjauhi daerah mangrove.
“Ada hal-hal yang kita antisipasi karena itu juga salah satu dari syarat izin Amdal agar bagaimana memanilisir dampak yang muncul, apalagi terkait dengan mangrove yang notabene sudah menjadi isu nasional,” tuturnya.
Proyek jalan lingkar sendiri adalah pembangunan jangka panjang Ternate. Pembangunan jalan lingkar untuk sampai ke pesisir Sasa, dikatakan Risval membutuhkan waktu lima sampai enam tahun kedepan.
“Dibangun secara bertahap, seperti dulu membangun daerah Tapak I dan Tapak 2 itu,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Pesisir selatan Ternate mempunyai beberapa titik tumbuhnya mangrove. Cermat melihat langsung kondisi pohon-pohon tersebut, tepatnya di pesisir Kelurahan Gambesi. Terlihat usia mangrove ini seperti belum lama ditanam. Tinggi pohonnya sekira antara satu sampai empat meter.
Hanya saja kondisinya memprihatinkan. Tampak sampah rumah tangga sepanjang pantai hingga menempel di akar-akar pohon tersebut. Tidak jauh dari titik ini, ke arah Kecamatan Ternate Pulau, tepatnya di Kelurahan Rua, juga terdapat pepohonan mangrove.
KPM bersama sejumlah lembaga pada 2015 menanam anakan mangrove di pesisir Kelurahan Rua. Foto: Istimewa
Pada 2015, Komunitas Peduli Mangrove (KPM) bersama Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Ternate dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Ternate pernah menanam sekitar 400 anakan mangrove di pesisir Kelurahan Rua.
Sebelum itu, pada 2010 gerakan yang sama juga pernah dilakukan dengan melibatkan banyak instansi, tepatnya di belakang Sekolah Dasar 66. Ada sekitar 1000-an anakan yang ditanam. Saat cermat mendatangi area tersebut, pohon-pohon itu tampak tumbuh terlindungi Break Water atau pemecah gelombang.
ADVERTISEMENT
Ketua KPM Ternate Muhammad Bakri Fahmi Kapita, saat ditemui cermat pekan lalu mengatakan, yang ditanam pada 2010 yang bisa bertahan hingga saat ini sekira 400 pohon. Sementara yang ditanam pada 2015, tersisa hanya 20 pohon.
“Kendalanya ada jenis mangrove tidak cocok dengan kondisi pantainya, arus, sampai ikan yang sering makan tunasnya,” jelas Ekal, sapaan dekat Muhammad Bakri Fahmi Kapita.
Mangrove di Kelurahan Rua. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Ekal bilang, pembangunan reklamasi di daerah kota membuat ekosistem pantai semakin terdegradasi. “Dari tahun ke tahun garis pantai itu ada perubahan. Terjadi abrasi luar biasa. Dulu sebelum ada reklamasi di atas (pusat kota), di Rua itu pantainya masih jauh. Bisa pakai main bola dulu,” katanya.
Padahal, diakuinya, pohon mangrove memiliki fungsi ekologi yang luar biasa. Selain sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis biota darat serta laut, juga dapat mencegah terjadinya erosi dan abrasi pantai.
ADVERTISEMENT
Ia berharap, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kota bisa seriusi area tertentu dengan membuat peraturan. Menurutnya, daerah seperti selatan maupun bagian Pulau Ternate semestinya menjadi daerah konservasi. “Sehingga tidak perlu ada lagi sentuhan reklamasi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Ternate Yatim Sohi mengaku pihaknya belum memiliki data sebaran mangrove di Ternate. DKP Ternate sendiri tengah fokus melakukan konservasi ekosistem mangrove di Kecamatan Pulau Moti.
“Kecenderungan sekarang kan penebangan mangrove sangat tinggi. Sehingga dari tahun ke tahun torang selalu mengajak masyarakat menjaga serta menanam mangrove,” ujar Yatim.
Pihaknya sedang berupaya mengusulkan agar kedepan bisa melibatkan akademisi untuk melakukan pendataan mangrove di pesisir Ternate.
ADVERTISEMENT
“Bukan hanya mangrove saja yang didata nanti. Ada lamun dan terumbu karang juga. Itu tiga komponen penting di pesisir,” jelasnya.
Mangrove, ‘Pagar’ Pelindung dari Tsunami
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Muda Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Ake Malamo Muh Arba’in Mahmud, saat dihubungi cermat, menuturkan, ekosistem mangrove di Ternate dari tahun ke tahun memang semakin kritis. Hal ini karena kebijakan yang tidak ramah lingkungan, seperti reklamasi pantai dan tekanan penduduk.
Mangrove di Kelurahan Gambesi, Kecamatan Ternate Selatan. Lokasi ini juga terlihat segala jenis sampah. Foto: Rajif Duchlun/cerma
“Faktor sosial ekonomi menjadi sebab utama kerusakan mangrove di Maluku Utara. Sejalan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya perekonomian,” ujar Muh Arbai’in.
Hal tersebut membuat konversi lahan mangrove untuk pemukiman dan pembangunan infrastruktur lainnya, seperti pelabuhan, jalan, serta tempat usaha terus terjadi. Sehingga untuk beberapa lokasi yang masih terdapat ekosistem mangrove, menurut Muh Arba’in, perlu mendapat perhatian serius.
ADVERTISEMENT
Memang ada beberapa jenis mangrove, yang diakuinya dapat tumbuh dengan baik di Ternate, yaitu jenis Sonneratia alba, Rizhopora stylosa, dan Bruguiera. Ketiga jenis inilah yang tersebar di beberapa titik di Ternate, seperti di Mangga Dua, Gambesi, hingga Rua.
“Mangrove ini sangat penting sebagai pohon mitigasi bencana tsunami. Beberapa fenomena bencana alam di daerah lain, baik gempa yang berpusat di laut, abrasi pantai, dan lainnya. Sejatinya isyarat alam agar kita waspada, bahwa ancaman gempa pun bisa terjadi di Ternate kapan saja,” ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Khairun Dr M Janib Achmad. Kepada cermat, ia mengatakan, pohon mangrove adalah tanaman yang ideal untuk mencegah terjadinya gelombang pasang. “Bahkan gelombang besar seperti tsunami pun pohon mangrove itu ideal bisa mengurangi dampaknya,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, kedepannya, pemerintah kota sudah semestinya mulai memetakan jenis dan sebaran mangrove di Ternate.
“Kemudian sudah perlu ada Perda atau Perwali tentang pentingnya menjaga ekosistem mangrove,” ujarnya.
---
Reporter: Rajif Duchlun
Editor: Faris Bobero