Konten Media Partner

Peradi Ternate Soroti Penetapan Tersangka Polwan Atas Dugaan Pemalsuan Gelar

11 Agustus 2021 17:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Konoras. Foto: Aksal
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Konoras. Foto: Aksal
ADVERTISEMENT
Ketua Peradi Kota Ternate, Muhammad Konoras angkat bicara soal penetapan tersangka oknum polwan Polda Maluku Utara yang diduga memalsukan gelar akademik.
ADVERTISEMENT
Menurut Konoras, penetapan seseorang sebagai tersangka menurut KUHAP merupakan kewenangan mutlak dari penyidik setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan diperoleh secara sah pula berdasarkan undang-undang.
Namun demikian, sambungnya, di dalam menjalankan tugas diharapkan penyidik memiliki moral dan hati nurani serta memiliki ilmu pengetahuan hukum yang memadai agar tidak salah atau keliru menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“Terkait dengan penetapan tersangka terhadap seorang polwan, Bripka R, oleh institutusinya sendiri yang disangka telah menggunakan gelar akademik palsu dan/atau memalsukan dokumen nilai dan/atau proposal skripsi, menurut saya adalah konstruksi hukum yang bukan untuk kepentingan penegakan hukum semata,” ucap Konoras, Rabu (11/8).
Bagi Konoras, ada hal lain yang membuat oknum polwan itu ditetapkan sebagai tersangka. Menurut konstruksi hukum, ia menemukan pasal-pasal yang disangkakan kepada Bripka R yakni Pasal 93 dan 28 ayat (7) UU No 12 Tahun 2012 jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) jo Pasal 28 ayat (7).
ADVERTISEMENT
“Tidak relevan untuk pasal yang diterapkan kepada tersangka oknum polwan itu semata,” ujar Konoras.
Ia menambahkan, jika soal pemalsuan surat harusnya menggunakan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHPidana jo ketentuan Pasal 28 ayat (7) UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dengan begitu, sudah pasti ada pelaku pembuat surat/dokumen palsu dan ada juga pelaku yang menggunakan surat palsu tersebut.
“Jika penyidik mau memaksakan diterapkannya pasal-pasal tersebut maka harus secara berimbang, adil dan tidak diskriminatif. Karena gelar sarjana yang disandang tersangka adalah sah yang diberikan oleh universitas dan ia sudah wisuda,” terangnya.
Praktisi hukum senior di Maluku Utara ini bilang, di dalam perspektif hukum acara maka pihak universitas juga dimintai pertanggungjawaban pidana karena universitas lah yang memberikan gelar sarjana secara resmi kepada Bripka R.
ADVERTISEMENT
“Saya tahu persis Bripka R adalah mahasiswa aktif di kampus karena saya pernah mengajar dia tentang Hukum Acara Pidana dan dia salah satu mahasiswa yang rajin. Kecuali ada perintah lain dari pimpinan sehingga dia meminta izin kepada saya sebagai dosennya,” akunya.
Jika didisikusikan lebih lanjut, sambung Konoras, maka menurutnya banyak anggota polisi yang secara akademik tidak sah menggunakan gelar sarjana.
"Karena sebagai dosen tahu persis bagaimana cara kuliah para anggota polisi. Tapi bagi saya itu semua kewenangan universitas yang memberikan gelar tersebut," tandasnya.
Sebelumnya, Polda Malut menetapkan Bripka R sebagai tersangka usai dilakukan gelar perkara kasus dugaan pemalsuan gelar akademik.
Kabid Humas Polda Maluku Utara, Kombes Pol Adip Rojikan mengatakan, dalam waktu dekat penyidik akan menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bripka R sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
“Dalam waktu dekat akan diperiksa sebagai tersangka,” katanya.
Adip bilang, dalam kasus Bripka R penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 12 saksi, mulai dari saksi sejumlah dosen, saksi ahli pidana maupun labfor.
“Sudah 12 saksi, keterangan ahli sebanyak 2 orang baik ahli pidana maupun labfor, serta petunjuk yang menyatakan adanya persesuaian keterangan saksi dan barang bukti yang didapat oleh penyidik,” akunya.
Penyidik juga telah mengantongi empat alat bukti. “Mulai dari surat-surat proposal pengajuan skripsi dan nilai-nilai skripsi yang dipalsukan sebanyak 8 item,” pungkasnya.