Konten dari Pengguna

Antara Sajadah dan Meja Judi: Paradoks Moralitas di Negeri Muslim Terbesar

Chairil Qisthy Abidy
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
16 Januari 2025 15:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chairil Qisthy Abidy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi (Sumber: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (Sumber: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Indonesia, negeri yang selalu dibanggakan sebagai rumah bagi populasi muslim terbesar di dunia juga sebagai negara paling religius di dunia, akan tetapi Indonesia menghadapi kenyataan pahit yang mencoreng citra tersebut. Di satu sisi, masjid-masjid megah berdiri gagah sebagai simbol ketaatan, sementara aktivitas ibadah umat Islam terlihat sangat kental di setiap momen penting. Namun di sisi lain, Indonesia memegang peran sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna judi daring terbesar di Asia, bahkan dunia. Paradoks ini memunculkan pertanyaan mendasar: Bagaimana mungkin larangan agama yang jelas-jelas termaktub dalam Al-Qur'an tidak mampu membendung praktik maksiat seperti judi di tengah masyarakat yang mengaku religius?
ADVERTISEMENT
Firman Allah dalam Al-Qur'an dengan tegas melarang perjudian:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۝٩
Yang Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. (QS: Al-Maidah ayat 90)
Ayat ini bukan sekadar larangan normatif, tetapi juga peringatan keras. Allah tidak hanya menyebut judi sebagai perbuatan keji, tetapi juga mengaitkannya langsung dengan jebakan setan. Dalam konteks masyarakat muslim Indonesia, pertanyaannya adalah: Apakah pantas kita, sebagai umat yang mengaku tunduk pada ajaran Islam, mendekati perbuatan yang jelas-jelas diharamkan? Apakah keuntungan instan dari meja judi layak mengorbankan keberkahan hidup dan harga diri sebagai muslim?
ADVERTISEMENT
Perjudian tidak hanya melanggar syariat, tetapi juga membawa dampak sosial yang destruktif. Data dari berbagai sumber yang bisa dengan mudah kita jumpai di media sosial belakangan ini mengungkapkan banyaknya kasus rumah tangga yang hancur akibat kecanduan judi. Seorang suami yang kehilangan seluruh tabungan keluarga akibat berjudi sering kali berakhir menceraikan istrinya karena konflik berkepanjangan. Bahkan, tak jarang pecandu judi yang menanggung utang besar memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidup mereka. Salah satu laporan mengungkap kasus di Jawa Timur, di mana seorang ayah bunuh diri setelah gagal membayar utang yang menumpuk akibat kekalahannya di situs judi daring. Peristiwa ini tidak hanya menghancurkan individu, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, judi memperlemah ikatan sosial dalam masyarakat. Ketika seseorang terjebak dalam lingkaran judi, ia tidak hanya kehilangan harta, tetapi juga rasa kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya. Banyak kasus di mana pelaku judi akhirnya mencuri atau menipu orang terdekat demi melunasi utang atau terus berjudi. Fenomena ini memperburuk citra moral masyarakat dan menciptakan siklus kejahatan yang sulit diputus. Apakah ini gambaran masyarakat muslim yang seharusnya menjadi teladan?
Efek buruk judi juga terlihat dalam skala ekonomi. Alih-alih menjadi sarana untuk memperbaiki kondisi finansial, perjudian justru memiskinkan mereka yang sudah berada di bawah garis kemiskinan. Para bandar judi, baik Judol maupun konvensional, menjadi kaya raya di atas penderitaan orang-orang kecil. Hal ini menciptakan ketimpangan sosial yang semakin dalam. Di sisi lain, pemerintah kehilangan potensi ekonomi yang produktif karena aliran uang masyarakat digunakan untuk aktivitas ilegal ini, alih-alih untuk investasi atau konsumsi yang bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya bangsa ini bangkit dari krisis moralitas yang melanda. Perjudian bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah bangsa. Umat Islam Indonesia harus kembali pada nilai-nilai fundamental ajaran agama, menjadikan Islam bukan sekadar identitas, tetapi sebagai pedoman hidup yang nyata. Kita tidak bisa terus mengabaikan peringatan Allah dalam Al-Qur'an dan membiarkan dosa besar ini yang kian merusak dan membuat efek buruk bagi generasi mendatang. Pertanyaannya adalah, apakah kita siap untuk bertanggung jawab atas hancurnya tatanan sosial ini, ataukah kita akan memilih jalan perubahan dengan tidak berdiam diri?