Self Love Itu Privilege: Kok Bisa Orang Nggak Cinta Sama Diri Sendiri?

Chayrunnisya salsabilapj
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Konten dari Pengguna
22 September 2023 14:36 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chayrunnisya salsabilapj tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi self love (sumber : https://www.pexels.com/id-id/pencarian/self%20love/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi self love (sumber : https://www.pexels.com/id-id/pencarian/self%20love/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kok, bisa ya orang nggak cinta sama dirinya sendiri?
ADVERTISEMENT
Seseorang yang pernah mengalami bullying atau mendapat sebuah perlakuan yang kurang mengenakan seperti body shaming pasti di diri mereka itu timbul rasa lelah atau yang kita kenal dengan sebutan depresi.
Bahkan ada di antara mereka yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Hal seperti ini sering dipicu karena keseharian meraka yang selalu mendapat asupan ejekan dari lingkungan sekitarnya, seperti kata-kata, “lihat tuh si gendut lewat” atau misalnya “kalau kamu mau temenan sama kita, minimal kamu cantik lah”, dan sebagainya.
Pasti teman-teman sudah tidak asing mendengarkan kalimat “Kalau kamu cantik atau cakep, pasti kamu dihargai”, karena kecantikan dan ketampanan itu sering dinilai nomor satu. Singkatnya begini, “Kalau kamu cantik, kamu punya kuasa”.
ADVERTISEMENT
Opini-opini yang seperti ini dapat membunuh mental sehat kita dan bagi mereka yang berada pada posisi tersebut, pasti mereka merasa bahwa hidup ini tidak ada artinya.
Ah buat apa saya hidup, toh saya juga nggak dihargai. Ujung-ujungnya saya jadi bahan ejekan orang lain.” Dan berujunglah pada kasus bunuh diri sendiri.
Teman-teman pasti tidak ingin hal yang demikian terjadi bukan? Nah, untuk menangkis hal-hal tersebut terjadi, sebaiknya kita mencoba belajar memahami diri sendiri dengan bersyukur atas apa yang tuhan berikan. Dengan begitu kita akan mulai untuk mencintai diri sendiri dan merasa nyaman dengan apa yang kita punya.
Namun sebagian orang berpendapat bahwa mencintai diri sendiri itu merupakan sikap negatif (penyakit jiwa)—dengan dalih bahwa jika saya mencintai diri sendiri, berarti saya tidak mencintai orang lain, sehingga mencintai diri sendiri sama dengan halnya mementingkan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Loh kenapa bisa begitu? Teman-teman tau tidak, bahwa pendapat di atas merupakan sisi pandang dari Sigmund Freud, yang mana beliau adalah seorang yang ahli dalam ilmu psikologi. Tidak hanya itu,seorang yang ahli teolog yaitu Johannes Calvin juga berpendapat bahwa “Cinta diri adalah hama”.
Salah satu tokoh yang memberikan perhatian khusus terhadap pembahasan cinta khususnya “cinta diri” yaitu Erich Fromm yang merupakan seorang yang ahli dalam bidang psikonalisa dan juga memahami berbagai teori-teori yang terkait dengan sosial di masyarakat.
Konsep pemikiran psikoanlisanya sendiri banyak dipengaruhi oleh Sigmund Freud tetapi tidak dengan konsep cinta. Kenapa? Karena menurut Erich Fromm cinta diri bukanlah suatu yang narsisme, sebab jika kita mencintai manusia lain, kita sendiri pun merupakan manusia bukan?
ADVERTISEMENT
Teman-teman pasti ingin mengetahui apa sih sebenarnya cinta terhadap diri sendiri atau self love itu? Dan apa sebenarnya konsep cinta diri menurut Erich Fromm? Yuk kita kupas tuntas mengenai konsep cinta diri menurut Erich Fromm.
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan cinta diri menurut Erich Fromm, kita harus mengenal apa itu cinta. Apa sih sebenarnya cinta itu?
Ilustrasi cinta dan matahari terbenam Foto: Shutterstock
Teman-teman pasti pernah mengalami dengan yang namanya jatuh cinta? Tapi teman-teman tau nggak dengan cinta itu? Yang dimaksud di sini bukan jatuh ke dalam bunga-bunga yang indah ya, atau terbang lepas menuju angkasa. Itu sih sebenarnya apa yang kita rasakan saat jatuh cinta.
Jadi, cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan (Stenberg 1998). Manusia mungkin akan berbohong,menipu,mencuri dan bahkan lebih sadisnya nih membunuh atas nama cinta dan lebih baik mati dari pada kehilangan cinta.
ADVERTISEMENT
Menurut pakar psikologi yaitu Zick Rubin menjelaskan bahwa cinta merupakan sebuah emosi yang terbentuk dari tiga perasaan yaitu perhatian, kasih sayang, dan keintiman. Dan menurut Erich Fromm cinta merupakan suatu kegiatan aktif untuk memberi dan bukan menerima.
Dengan orientasi produktif, seseorang yang memberi bukan kehilangan sesuatu atau melakukan pengorbanan tertentu. Namun dengan memberi justru seseorang itu dapat merasakan dirinya berguna, bermanfaat, dan hidup.
Cinta itu adalah suatu tindakan, bukan suatu kekuatan pasif. Kalau kata generasi Z nih “cinta itu butuh bukti nyata, bukan sekadar omongan belaka”. Cinta berarti “bertahan di dalam” (standing in) bukan “jatuh” (falling for).
Lalu, apa sebenarnya konsep cinta diri menurut Erich Fromm?
Fromm berpendapat cinta itu adalah seni, baik itu seni musik, melukis, dan sebagainya. Maka jika kita ingin belajar mencintai kita harus melakukan cara yang sama seperti ketika kita ingin mempelajari sebuah seni.
ADVERTISEMENT
Banyak orang melihat masalah cinta sebagai problem dicintai dan bukannya problem mencintai. Sebab, seni mencintai memerlukan pengetahuan dan latihan atau praktik.
Bagi manusia masalah cinta di sini adalah masalah objek. Manusia berpikir bahwa mencintai itu sederhana, yang sulit itu adalah mencari objek yang tepat untuk dicintai. Seni mencintai itu harus berawal dari sikap, maka kitalah yang harus memulai mencintai terhadap apapun baik itu benda ataupun sesama.
Karena satu orientasi watak yang menentukkan hubungan pribadi dengan dunia keseluruhan, tidak semata menuju satu objek cinta. Maka jika seseorang hanya mencintai satu orang saja dan tidak peduli terhadap yang lainnya, ini bukanlah cinta namun egois.
From membagi objek cinta menjadi lima. Pertama adalah cinta sesama, cinta yang paling mendasar. Kedua adalah cinta ibu, cinta yang tidak membutuhkan syarat. Cinta sang ibu kepada anaknya adalah bentuk cinta yang aktif, ia yang memberikan cinta, mencintai tanpa harus dicintai.
ADVERTISEMENT
Ketiga, cinta erotis, cinta yang ditujukan kepada satu orang, seperti cinta pasangan kekasih yang hanya mencintai kekasihnya. Keempat, cinta diri, cinta yang mendasari semua objek cinta. Karena menurut fromm sebelum kita mencintai yang lain, cintailah diri kita sendiri terlebih dahulu.
Kelima, cinta tuhan. Cinta Tuhan tidak diartikan pada kata, akan tetapi pada kata itu sendiri, dan pada makna yang disimbolkkan oleh kata itu. Menurut Fromm Tuhan adalah kebenaran. Dan menjadi simbol prinsip kesatuan terhadap semua fenomena yang ada.
Hakikat mencintai bagi fromm merupakan tindakan yang melibatkan potensi sebagai kegiatan yang melibatkan jiwa, di mana sebuah tindakan aktif dalam individu dengan mengimplikasikan unsur-unsur dasar perhatian, tanggung jawab, pengetahuan, dan rasa hormat.
ADVERTISEMENT
Menurut Erich Fromm cinta diri bukan suatu hal yang salah. Cinta diri sendiri itu merupakan kebajikan, sebab kita sendiri merupakan objek dari cinta. Kita adalah objek dari perasaan-perasaan dan sikap kita. Pada intinya, secara mendasar sikap kita dan sikap kita kepada orang lain mempunyai kesinambungan.
Seperti yang fromm kutip dari Al-Kitab: “Cintailah sesamamu (manusia) seperti dirimu sendiri”, karena menurut Fromm tidak ada konsep tentang manusia di mana kita sendiri tidak termasuk di dalamnya.
Hal ini menunjukkan bahwa hormat kepada diri sendiri dan cinta kepada diri sendiri tidak dapat dipisahkan dengan cinta terhadap makhluk lainnya. Sebelum kita mencintai orang lain, kita harus mencintai diri kita sendiri terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Kita juga harus mencintai diri kita yang mana cinta itu sama besarnya ketika kita mencintai orang lain. Karena kehidupan, kebahagiaan, pertumbuhan, dan kebebasan yang dirasakan manusia didasarkan pada cinta—yang mana di dalamnya harus terdapat unsur kepedulian, respek, tanggung jawab, dan pemahaman.
Jika kita hanya mencintai orang lain tetapi kita tidak bisa mencintai diri kita sendiri berarti kita tidak dapat mencintai. Maka dari itu untuk dapat mencintai kita harus mampu mencintai secara produktif, yang berarti kita harus mencintai diri kita juga.
Konsep cinta diri sendiri sangat berbeda dengan mementingkan diri sendiri. Banyak orang beranggapan bahwa mencintai diri sendiri sama halnya dengan mementingkan diri sendiri. Mementingkan diri sendiri berarti hanya memperhatikan dirinya sendiri, melakukan segala Sesuatu hanya untuk dirinya.
ADVERTISEMENT
Ia tidak suka memberi, tetapi sangat senang menerima, baginya memberi itu adalah hal yang dapat merugikannya. Mementingkan diri sendiri sama sekali tidak mencintai dirinya sendiri, justru malah membenci dirinya dan tidak akan merasakan kebahagiaan.
Sikap ketidakpeduliaan dan ketidaksukaan terhadap orang lain merupakan sikap yang tidak produktif, dan dapat membuat dirinya menjadi frustrasi. Hal yang dilakukannya itu hanya semata-mata untuk kepuasan batinnya, mengikuti hawa nafsunya.
Menurut Freud, pribadi seperti itu yang dikatakan dengan narsistik dan tidak mampu untuk mencintai orang lain, serta tidak mampu untuk mencintai dirinya sendiri.
Nah, hal ini sangat bertentangan dengan konsep cinta diri, di mana cinta diri adalah memberi bukan menerima dan dapat mencintai secara produktif. Maka menurut Fromm manusia yang mementingkan diri sendiri berarti ia tidak akan dapat mencintai dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada objek cinta diri yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa cinta diri bukan suatu hal yang salah, tetapi cinta diri merupakan suatu kebajikan, dan konsep cinta diri itu bertolak belakang dengan mementingkan diri sendiri. Sikap cinta terhadap diri sendiri akan ditemukan pada semua orang yang mampu mencintai orang lain.