Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Egg Freezing di Indonesia, di Mana Legitimasinya?
1 Juni 2022 7:49 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Chelsea Raphael Rajagukguk tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Egg freezing atau oocyte cryopreservation adalah suatu prosedur medis untuk melestarikan potensi reproduksi manusia dengan melakukan pengambilan, pembekuan, dan penyimpanan sel telur dari ovarium wanita. Secara teoritis, egg freezing mengizinkan seorang wanita mengambil, membekukan, dan menyimpan sel telur mereka untuk keperluan di masa depan. Nantinya, fase pembuahan akan dikombinasikan dengan metode in vitro fertilization (IVF) yang dilakukan di laboratorium kesehatan untuk menyatukan sel telur hasil egg freezing dengan sperma dari luar tubuh.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya, sudah banyak negara-negara yang menerapkan egg freezing, seperti Kanada, Israel, Meksiko, Spanyol, dan Britania Raya. Bahkan di Amerika sendiri praktik egg freezing ini telah ditawarkan oleh 50% klinik yang telah melalui tahapan survei (Rudick et al, 2009). Prosesnya tersebut memakan biaya sekitar $9.000 hingga $15.000 dengan tambahan biaya penyimpanan tahunan.
Gagasan egg freezing merupakan sebuah respon atas menurunnya kondisi kesuburan wanita karena faktor usia dan semakin lekatnya paham feminisme. Pesatnya pemikiran feminisme berdampak pada eskalasi jumlah wanita yang justru lebih mengedepankan haknya untuk terlibat sampai ke sektor publik baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Alhasil, menurut Dr. Batara Imanuel , banyak wanita di zaman sekarang cenderung menunda pernikahan sekian lama karena alasan pendidikan ataupun karir . Walaupun kualitas sel telur akan menurun sejak usia 35 tahun, usia bukanlah sebuah masalah karena sel telur—apabila dibekukan—akan memiliki kualitas yang sama seperti pada saat pertama ia dibekukan. Sehingga, egg freezing membuktikan bahwa kebebasan reproduksi dapat berjalan selaras dengan teknologi untuk mendukung kaum feminis dengan menyelamatkan wanita dari paradigma negatif yang menyudutkan peran ibu sebagai sebuah keterbatasan biologis .
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, praktik egg freezing belum memiliki landasan yuridis yang legit. Padahal, ada sebelas rumah sakit dan klinik di Indonesia yang secara terang telah menerapkan egg freezing. Peraturan yang sudah ada pun hanya menyinggung tentang pembekuan embrio atau embryo cryopreservation yang diatur dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah, dan Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Adapun alasan mengapa praktik tersebut dianggap tidak melawan hukum adalah karena belum memiliki aturan hukum , sehingga seakan-akan belum diakui keberadaannya oleh negara.
ADVERTISEMENT
Jika menggunakan penafsiran ekstensif terhadap Pasal 1 Ayat (1) Permenkes Nomor 43 Tahun 2015, egg freezing boleh dianggap sebagai bagian dari rangkaian pelayanan teknologi reproduksi berbantu (TRB) karena termasuk sebagai upaya memperoleh kehamilan di luar cara alamiah . Meskipun pelayanan TRB yang dimaksud adalah pembekuan embrio yang—secara kontekstual—memiliki disparitas yang besar dengan egg freezing, interpretasi pada keduanya juga tidak jauh dari hakikat prosedur pembekuan yang sejenis . Buktinya, praktik egg freezing di Indonesia sejauh ini juga dilangsungkan di rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan bangunan untuk menjalankan pembekuan embrio dengan setidaknya memiliki ruang simpan beku sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Huruf (h) Permenkes Nomor 43 Tahun 2015.
Dengan demikian, problematika egg freezing di Indonesia bukan terletak pada prosedur, melainkan legitimasinya. Hal tersebut dipandang sangat esensial sebab legitimasi tidak hanya mempunyai andil yang besar terhadap perlindungan kepentingan manusia, tetapi juga terhadap manifestasi tiga tujuan utama dari hukum yang, dibagi menjadi keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum di masyarakat (Mertokusumo, 2019:109). Selain itu, hukum juga memiliki andil dalam memberikan pembaharuan di masyarakat (social engineering) (Sadi Is, 2015:34). Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden harus segera merumuskan dan mengesahkan regulasi yang dapat memfasilitasi payung hukum bagi praktik egg freezing melalui UU.
ADVERTISEMENT
Undang-undang yang telah terbentuk nantinya akan menjelaskan terkait pertanggungjawaban health providers secara terang kepada health receivers. Lebih lanjut, health providers berperan sebagai pemberi layanan kesehatan (Ameln, 1991:13). Dengan demikian, health providers ini sejatinya memiliki peranan konsekuensial dalam praktik egg freezing. Sementara, health receivers merupakan pasien yang berhak atas perawatan untuk mencapai kualitas kesehatan yang lebih baik. Health receivers dalam hal ini adalah pasien perempuan sebagai subjek yang akan melakukan praktik egg freezing. Tidak hanya itu, Kementerian Kesehatan juga perlu membuat peraturan pelaksana UU terkait egg freezing melalui Permenkes dalam rangka mempertegas legalisasi dan diferensiasi egg freezing dengan pelayanan TRB lainnya.