Konten dari Pengguna

Pemikiran Al Farabi: Menguak Pandangan Kritis terhadap Peradaban Kontemporer

Chikal Akmalul Fauzi
Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kader Ikatahan Mahasiswa Muhammadiyah, Sekretaris Bidang Sosial Pemberdayaan masyarakat periode, Ketua Biro Organ Himpunan Mahasiswa Politik FISIP
12 Juli 2023 5:42 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chikal Akmalul Fauzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Photo : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Photo : Pixabay
ADVERTISEMENT
Al-Farabi, seorang filsuf Islam klasik pada abad ke-9 Masehi, memberikan sumbangan penting dalam bidang politik dengan mengemukakan konsepsi politik kenegaraan yang komprehensif dalam pemikirannya.
ADVERTISEMENT
Konsep pemikiran politik Al-Farabi mencakup berbagai aspek penting dalam pembentukan negara dan masyarakat yang harmonis. Melalui pendekatannya yang menggabungkan elemen-elemen pemikiran Yunani klasik dan ajaran Islam, ia menyajikan pandangan tentang politik yang mencerminkan nilai-nilai agama.
Salah satu konsep sentral dalam pemikiran politik Al-Farabi adalah ide negara utama (al-Madinah al-Fadhilah). Menurut Al-Farabi, negara utama harus didasarkan pada upaya bersama manusia untuk mencapai kebahagiaan yang tertinggi.
Dalam konsepsi negara utama, ia menekankan pentingnya kerja sama dan harmoni antara penduduknya. Konsep politik Al-Farabi berfokus pada upaya mencapai kebahagiaan kolektif melalui pikiran dan tindakan pribadi yang suci serta semangat simpati.
Dalam pandangan Al-Farabi, negara utama terdiri dari tiga bentuk kerja sama. Pertama, kerja sama antar penduduk dunia pada umumnya. Kedua, kerja sama dalam suatu komunitas (ummah). Ketiga, kerja sama antara sesama penduduk kota (madinah).
ADVERTISEMENT
Al-Farabi percaya bahwa manusia adalah makhluk sosial yang secara alami cenderung untuk hidup bermasyarakat. Mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri tanpa bantuan pihak lain. Oleh karena itu, kerja sama adalah fondasi dalam negara utama yang harmonis.
Dalam pemikirannya tentang kepemimpinan, Al-Farabi berpendapat bahwa negara utama harus dipimpin oleh seorang imam atau pemimpin yang dapat membawa umatnya mencapai tujuan kebahagiaan.
Pemimpin ini harus memiliki sifat-sifat seperti kearifan intelektual penuh dan kesucian akhlak. Al-Farabi melihat kepala negara ideal sebagai seorang filsuf yang memiliki sifat-sifat nabi. Ia memandang kepemimpinan sebagai tanggung jawab ilahi yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang terpilih.
Al-Farabi juga menggarisbawahi tiga syarat keunggulan dalam negara utama. Pertama, negara utama harus unggul dalam ilmu pengetahuan. Kedua, negara utama harus unggul dalam ideologi yang memberikan kerangka nilai dan tujuan bersama.
ADVERTISEMENT
Ketiga, negara utama harus unggul dalam agama sebagai landasan moral dan etika yang mengatur kehidupan masyarakat. Bagi Al-Farabi, kepemimpinan negara utama harus dipegang oleh individu yang memiliki pengetahuan luas dan pemahaman yang mendalam tentang kebaikan dan keadilan.
Selain mengemukakan konsep negara utama, Al-Farabi juga mengklasifikasikan negara-negara yang menjadi lawan dari negara utama.
Menurutnya, terdapat empat jenis negara lawan: negara bodoh, negara fasik, negara sesat, dan negara yang berubah. Negara bodoh adalah negara di mana penduduknya tidak mengenal kebahagiaan sejati dan hanya memikirkan pemenuhan kebutuhan dasar serta kesenangan materi.
Negara fasik adalah negara di mana penduduknya mengetahui keutamaan, tetapi berperilaku tidak terpuji. Negara sesat adalah negara di mana penduduknya memiliki pemahaman yang salah tentang Tuhan dan akal aktif, dan dipimpin oleh seorang penipu dan pembohong.
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
Negara yang berubah adalah negara di mana awalnya penduduknya memiliki pandangan hidup yang sesuai dengan negara utama, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka mengalami perubahan menuju pandangan hidup yang menyimpang.
ADVERTISEMENT
Meskipun terpengaruh oleh pemikiran Yunani klasik, terutama Plato, Al-Farabi memiliki perbedaan dalam konsep kepala negara. Bagi Al-Farabi, kepala negara harus menjadi seorang filsuf yang mencapai kearifan melalui pikiran, rasio, dan wahyu.
Selain itu, Al-Farabi menyisipkan ajaran-ajaran agama Islam dalam pemikirannya. Ia memandang berdirinya suatu negara tidak hanya memenuhi kebutuhan lahiriah, tetapi juga kebutuhan yang bersifat ruhaniah dan ukhrawiyah. Pemikirannya mencakup konsep kepemimpinan yang dianggap sebagai amanah ilahi.
Al-Farabi menekankan pentingnya moralitas dan etika dalam kehidupan politik. Bagi Al-Farabi, seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat kebajikan, kejujuran, dan ketulusan. Ia juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan dalam pembentukan negara yang baik.
Pendidikan harus menjadi prioritas dalam masyarakat untuk menghasilkan warga negara yang berakhlak mulia dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang tugas dan tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pendidikan juga berperan dalam membentuk masyarakat yang beradab dan mampu mengembangkan potensi diri serta kontribusi yang positif bagi kemajuan negara.
Kontribusi Al-Farabi dalam pemikiran politik Islam klasik sangat penting karena ia berhasil menyatukan elemen-elemen pemikiran Yunani klasik dan ajaran Islam ke dalam konsepnya.
Ia memberikan pemahaman yang komprehensif tentang politik dan kehidupan bernegara dalam kerangka nilai-nilai agama. Pemikirannya mencerminkan cita-cita untuk mencapai masyarakat yang adil, harmonis, dan berkeadaban. Al-Farabi melihat negara sebagai alat yang dapat membantu mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Meskipun pemikirannya tergolong klasik, pemikiran politik Al-Farabi tetap relevan dalam konteks masyarakat modern yang semakin kompleks dan terus berkembang ini. Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Al-Farabi dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam konteks politik masa kini.
ADVERTISEMENT
Dalam era globalisasi dan kompleksitas politik yang ada saat ini, konsep negara utama yang diajukan oleh Al-Farabi tetap memiliki relevansi yang tinggi.
Negara utama sebagai sebuah konsep politik menggarisbawahi pentingnya kerja sama dan harmoni antara individu-individu dalam mencapai kebahagiaan kolektif. Dalam era interkoneksi global, kerja sama antarnegara dan antarbangsa menjadi semakin penting untuk mencapai tujuan kebaikan bersama.
Pemikiran Al-Farabi tentang kepemimpinan juga memberikan wawasan yang berharga dalam konteks politik modern. Kepemimpinan yang bijaksana, memiliki kearifan intelektual, dan sifat moral yang baik adalah prinsip yang tetap relevan dalam membangun negara yang baik.
Pemimpin yang mampu mengayomi dan mengarahkan masyarakat menuju kebaikan serta menjaga stabilitas dan harmoni dalam negara sangat dibutuhkan dalam konteks politik masa kini.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Al-Farabi menekankan pentingnya pendidikan dalam masyarakat. Pendidikan yang berkualitas menjadi landasan untuk membentuk warga negara yang berakhlak mulia, memiliki pemahaman yang mendalam tentang tanggung jawab mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan juga menjadi sarana untuk membentuk masyarakat yang beradab dan mampu mengembangkan potensi diri serta kontribusi yang positif bagi kemajuan negara. Dalam era digital dan informasi saat ini, pendidikan yang holistik dan berkualitas sangat penting untuk menghadapi tantangan yang kompleks dalam masyarakat.
Pemikiran Al-Farabi tentang klasifikasi negara-negara lawan juga relevan dalam konteks politik modern. Meskipun istilahnya mungkin berbeda, konsep Al-Farabi tentang negara bodoh, negara fasik, negara sesat, dan negara yang berubah dapat diterjemahkan ke dalam konteks masa kini.
ADVERTISEMENT
Negara-negara yang tidak mampu mencapai kebahagiaan sejati, negara-negara dengan tindakan tidak terpuji, negara-negara yang terjerumus dalam ekstremisme atau kesesatan, serta negara-negara yang mengalami perubahan yang merugikan masyarakat tetap menjadi tantangan dalam politik kontemporer.
Pemikiran politik Al-Farabi juga mengakui pentingnya moralitas, etika, dan keadilan dalam kehidupan politik. Konsep pemimpin yang memiliki sifat-sifat kebajikan, kejujuran, dan ketulusan tetap relevan dalam upaya membangun sistem politik yang baik.
Keberlanjutan dan kestabilan negara sangat bergantung pada moralitas dan etika para pemimpinnya. Oleh karena itu, pemikiran Al-Farabi memberikan dorongan untuk melihat politik sebagai sarana untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bersama, bukan semata-mata kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Kesimpulannya, pemikiran politik Al-Farabi menawarkan pandangan yang komprehensif tentang tata kelola negara dan pembentukan masyarakat yang adil dan berkeadaban. Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Al-Farabi, seperti negara utama, kepemimpinan yang bijaksana, pendidikan, klasifikasi negara-negara lawan, dan pentingnya moralitas, tetap relevan dalam konteks politik modern.
ADVERTISEMENT
Melalui pemahaman yang mendalam tentang pemikiran politik Islam klasik Al-Farabi, kita dapat memperkaya wawasan kita tentang sistem politik yang berlandaskan pada prinsip-prinsip moralitas, keadilan, dan kesejahteraan bersama.
Dengan menerapkan konsep-konsep tersebut, negara-negara dapat berupaya mencapai tujuan kebahagiaan kolektif, menjaga harmoni sosial, dan membangun masyarakat yang adil dan berkeadaban dalam dunia yang terus berkembang ini.