Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Penjelasan Isu Aphelion di Indonesia
9 Januari 2022 14:56 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Christine Widianingrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Gambar: Ilustrasi fenomena Aphelion dan Perihelion, sumber gambar: pribadi](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1641714654/pfzdu1qiy1qkvshliqr8.png)
ADVERTISEMENT
Fenomena astronomi sangat beragam. Setiap bulan ada saja fenomena astronomi yang menarik untuk dilihat. Di antaranya, fenomena perihelion dan aphelion. Beberapa waktu lalu sempat beredar isu akan terjadi aphelion di Indonesia pada 5 Januari 2022. Aphelion dikabarkan akan menyebabkan suhu menjadi dingin dan rentan menimbulkan penyakit. Sebenarnya, apakah aphelion itu?
ADVERTISEMENT
Aphelion adalah fenomena yang terjadi saat Bumi berjarak sangat jauh dengan Matahari. Pada saat itu terjadi, Bumi mencapai jarak terjauhnya dari Matahari. Peristiwa tersebut diperkirakan berlangsung pada 4 Juli 2022, di mana jarak antara bumi dan matahari 152.098.455 km. Terjadinya fenomena aphelion dalam 200 tahun terakhir sejak tahun 1800 selalu terjadi dalam bulan Juli.
Sementara, perihelion adalah fenomena di mana Bumi berjarak dekat dengan Matahari,” fenomena yang sempat terjadi pada tanggal 04 Januari 2022 lalu di mana posisi Bumi mencapai jarak terdekatnya dengan Matahari sebesar 147.105.502 km.
Menurut Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN Andi Pangerang, perihelion, dalam 200 tahun terakhir sejak tahun 1800, selalu terjadi dalam bulan Januari. Tanggal perihelion dan aphelion cenderung berubah-ubah setiap tahunnya, hal ini disebabkan oleh perturbasi atau gangguan dari gravitasi planet yang lebih besar seperti Jupiter,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Andi menjelaskan bahwa “Perihelion terjadi dikarenakan lingkaran orbit Bumi yang tidak sempurna melainkan berbentuk elips. Kelonjongan orbit Bumi setengah sumbu pendek (semi minor axis), lebih pendek 1,67% dibandingkan dengan setengah sumbu panjangnya (yang merupakan jarak rata-rata Bumi ke Matahari) yakni sebesar 149,6 juta kilometer atau 8,3 menit cahaya.
Andi juga menegaskan bahwa perihelion dan aphelion tidak terjadi dalam waktu yang cukup lama melainkan pada tanggal-tanggal tertentu saja. Hal ini dikarenakan orbit Bumi juga ikut mengitari Matahari, maka posisi perihelion pada orbit Bumi juga akan bergeser terhadap perpotongan orbit Bumi dengan proyeksi khatulistiwa pada bola langit (ekuinoks vernal). Fenomena ini disebut juga presesi apsidal. “Setiap 50 tahun sekali, tanggal perihelion dan aphelion cenderung bergeser satu hari lebih lambat,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Perubahan Suhu
Perihelion dan Aphelion tidak berdampak dengan kenaikan maupun penurunan suhu di permukaan Bumi. Namun, faktor klimatologis atau iklim juga turut berperan besar dalam perubahan suhu di suatu wilayah. Perihelion maupun aphelion tidak mempengaruhi secara langsung perubahan suhu di permukaan Bumi ini.
Andi menyampaikan bahwa intensitas Matahari bervariasi saat Aphelion dan saat Perihelion, suhu efektif di permukaan Bumi hanya akan bervariasi ±2,4°C terhadap rata-ratanya (15°C). Intensitas radiasi yang diterima di permukaan Bumi juga dipengaruhi oleh sudut penyinaran yang merupakan ketinggian Matahari saat tengah hari. Semakin tinggi Matahari dari ufuk saat tengah hari, maka intensitas yang diterima akan semakin besar. Ketika Matahari tepat berada di atas kepala kita saat tengah hari (zenit), maka intensitas Matahari yang diterima akan maksimum, dibandingkan dengan wilayah lainnya.
ADVERTISEMENT
Saat perihelion, Andi menjelaskan, Matahari akan berada di tepat di zenit untuk wilayah yang berada di 22°–23°LS dan intensitas Matahari di wilayah tersebut sangat besar. “Ini masuk akal karena di belahan Bumi selatan memasuki musim panas sementara belahan Bumi utara memasuki musim dingin,” ungkapnya. Demikian juga saat aphelion, Matahari akan berada di zenit untuk wilayah yang berada di 22°–23°LU dan intensitas Matahari di wilayah tersebut sangat besar. “Hal ini juga masuk akal karena di belahan Bumi utara memasuki musim panas sementara belahan Bumi selatan memasuki musim dingin,” pungkasnya.